• Home
  • Infomina
  • Percepat Pertumbuhan Nila dengan Budidaya Monoseks Jantan

Percepat Pertumbuhan Nila dengan Budidaya Monoseks Jantan

| Mon, 26 Dec 2022 - 10:59

Salah satu ikan konsumsi yang memiliki banyak peminat di Indonesia berasal dari genus Oreochromis. Spesies niloticus yang berasal dari Sungai Nil secara resmi didatangkan ke Indonesia dari Taiwan pada tahun 1969. Telah masuk sejak lama, budidaya ikan nila banyak menjamur di pelbagai sudut tanah air.

Lebih dikenal daripada beragam jenis ikan lain menjadikan komoditas air tawar ini sering kali jadi pilihan ikan konsumsi skala rumahan hingga restoran. Ikan nila bernilai ekonomis yang cukup tinggi dan telah di ekspor ke beberapa negara membuat bisnis budidayanya menjanjikan dengan peluang besar.

Kandungan protein dan gizi ikan nila yang tinggi menambah alasan mengapa ia sangat diminati. Dilansir dari tanifund.com, jenis tilapia ini sudah tersebar ke berbagai negara di dunia terutama yang beriklim tropis dan subtropis. Kemampuannya yang mudah beradaptasi dengan baik serta mudah berkembang biak mempercepat penyebarannya.

Dari sumber yang sama diterangkan pula bahwa ikan ini sangat mudah ditemukan di alam bebas. Perairan air tawar seperti danau, sungai, rawa, ataupun waduk menjadi tempat bersarangnya. Lingkungan optimal untuk berkembang biak pada kondisi suhu 25-30 derajat celcius dan kandungan pH air 7-8 sama seperti perairan normal daerah tropis maupun subtropis pada umumnya.


Artikel terkait: Nila sebagai Komoditas Urban Farming


Carman, dkk (2009), menjelaskan bahwa kematangan reproduksi ikan nila relatif lebih cepat dan pemijahannya lebih sering terjadi sehingga sulit dikontrol. Frekuensi memijahnya yang tinggi tentu dapat menghambat pertumbuhannya karena sebagian besar energinya dipakai untuk memijah.

Karena bawaan sifat aslinya yang mudah memijah itulah, budidaya ikan nila dapat dipastikan mengalami pertumbuhan yang lambat jika dua jenis kelamin yang berbeda dikumpulkan dalam wadah yang sama. Untuk mencapai ukuran nila konsumsi pada 200-400 gram per ekornya dalam waktu yang singkat, metode budidaya monoseks atau jenis kelamin tunggal mulai diterapkan demi menghindari nila bereproduksi selama masa pemeliharaan.

Dalam Jurnal Riset Akuakultur Vol. 4 (1): 33-38, Carman, dkk, juga menguraikan pertumbuhan ikan nila jantan terjadi 2,2 hingga 2,5 kali lebih cepat dibandingkan betina apabila dipelihara secara terpisah atau bersamaan. Sehingga, untuk memaksimalkan pertumbuhannya dalam waktu yang efisien, akan lebih baik menerapkan budidaya monoseks jantan dibandingkan dengan campuran jantan dan betina ataupun semua benih betina. Pemeliharaan ikan nila secara monoseks jantan diketahui dapat meningkatkan produksi hingga 50%.

Protein dapat dicerna seluruhnya untuk pertumbuhan nila jantan, sedangkan ikan betina membagi pemanfaatan protein dalam tubuhnya untuk pertumbuhan dan produksi telur. Energi yang dimiliki nila betina akan digunakan sepanjang proses reproduksi, mulai dari mengerami telurnya di mulut setelah kawin hingga telur-telur itu menetas menjadi larva. Selama proses itu pula betina tidak akan makan dalam jangka waktu yang cukup lama sehingga pertumbuhannya melambat.


Baca juga: Pentingnya Seleksi pada Pembenihan Nila


GMT Solusi Benih Monoseks

Pengondisian populasi budidaya nila agar dominasi jantan dapat diciptakan melalui beberapa metode lapangan yang telah banyak diteliti keberhasilannya. Salah satu contohnya adalah dengan mengarahkan diferensiasi kelamin atau sex reversal (SRV) dengan menggunakan hormon 17α-metiltestosteron pada setiap benih (Carman dkk, 2009).

Namun, penggunaan metode ini dikhawatirkan akan meninggalkan residu hormon yang dapat menimbulkan efek samping pada manusia maupun organisme lain. Pengaplikasian metode ini juga harus dilakukan pada setiap siklus produksi yang mana agak kurang efisien.

Metode lainnya, populasi monoseks jantan dapat diperoleh dengan cara perkawinan genetik sehingga benih yang lahir sudah dapat dipastikan berkelamin jantan. Perkawinan kedua induk yaitu antara ikan nila jantan super atau super YY dengan ikan betina normal bergenotipe XX. Keturunan hasil perkawinan tersebut menghasilkan ikan nila yang kemudian disebut sebagai Genetically Male Tilapia (GMT) dengan nila jantan kromosom XY.

Untuk mendapatkan indukan ikan nila super YY sendiri dapat dibentuk sebelumnya dari kombinasi SRV dan breeding. Sehingga memang memerlukan proses yang panjang dari rekayasa genetika beberapa perkawinan, namun hasil GMT yang didapatkan dapat menjadi benih unggulan untuk meningkatkan produktivitas budidaya.

Masih dari sumber yang sama, nila jantan dengan kromosom YY bisa diturunkan dari perkawinan induk betina-SRV (XY)—setelah disuntik hormon—dan jantan-normal (XY). Secara teori akan menghasilkan 75% jantan (25% jantan YY dan 50% jantan XY) dan 25% betina XX. Untuk menemukan ikan jantan berkromosom YY diidentifikasi melalui uji progeni pada seluruh 75% ikan jantan yang dihasilkan. Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Tawar (BBPBAT) Sukabumi yang bekerja sama dengan Departemen Budidaya Perairan FPIK IPB dan BPPT juga telah berhasil memproduksi ikan nila monoseks setelah mengawinkan ikan jantan YY dan betina YY.


Seputar ikan nila: KKP: Budidaya Ikan Nila dengan Kincir Tingkatkan Produktivitias


Berdasarkan studi kasus yang ditinjau dari penelitian Susilawati, dkk (2022), sebagian besar budidaya ikan nila konsumsi di Indonesia masih didominasi penggunaan sistem KJA (keramba jaring apung), kolam tanah, dan kolam terpal secara multiseks. Pemeliharaan menggunakan benih nila jantan dan betina yang tidak dipisah sebelumnya bahkan tidak dapat memenuhi kebutuhan ikan nila domestik dari produktivitasnya. Menunjang hal itu, metode budidaya tunggal kelamin perlu dicoba sebagai alternatif akselerasi jumlah produksi ikan nila.


Lebih Cepat Panen

Dalam Jurnal Kapuas vol 2(1) hal 12-19 oleh Susilawati, dkk ini pun diterangkan adanya perbedaan laju pertumbuhan sehubungan dengan jenis kelamin yang berbeda. Hanya membutuhkan waktu sekitar 4 bulan untuk mencapai bobot 450-500 gram/ekornya dari benih jantan. Sedangkan proses itu dapat terjadi lebih lama jika menggunakan benih betina yang mencapai 6 bulan masa pemeliharaan.

Selain mengkhususkan jenis kelamin ikan nila, keunggulan-keunggulan budidaya ikan nila yang beragam juga dapat dimaksimalkan dengan pemilihan metode budidaya yang tepat. Faktor yang memengaruhi keberlangsungan budidaya tertera dalam Journal of Aquaculture Management and Technology, vol 7 no 1: 46-54 (2018) yang ditulis oleh Suminto, dkk ialah ketersediaan dan kualitas air yang sesuai. *Wartawan Aqua Indonesia


Informasi lainnya: Cara Mudah Memilih Bibit dan Indukan Ikan Nila


Artikel ini pertama kali dipublikasikan oleh aquaindonesia. Ketepatan informasi dan efektivitas metode budidaya yang terdapat di dalamnya di luar tanggung jawab Minapoli.



Artikel lainnya