• Home
  • Infomina
  • Pengaruh Global Warming terhadap Hasil Budidaya Komoditas Rumput Laut di Teluk Seriwe Kabupaten Lombok Timur

Pengaruh Global Warming terhadap Hasil Budidaya Komoditas Rumput Laut di Teluk Seriwe Kabupaten Lombok Timur

| Fri, 16 Sep 2022 - 10:19

Pemanasan global (global warming) yang terjadi dewasa ini ditengarai membawa pengaruh terhadap kegiatan budidaya, khususnya budidaya sektor perikanan. Dampak pemanasan global dirasakan dalam dunia budidaya perikanan khususnya budidaya rumput laut.


Pemanasan global menyebabkan suhu air berfluktuasi yang berpengaruh terhadap penurunan kualitas rumput laut yang dikembangkan. Akibat suhu air laut yang tidak menentu itu, hasil panen rumput laut umumnya berwarna kuning dan tidak segar, sementara rumput laut yang berkualitas pada saat panen umumnya berwarna kehijauan. 


Petani rumput laut khususnya di Teluk Seriwe selama ini telah menjadikan kegiatan budidaya rumput laut sebagai sumber penghasilan utama dalam keluarga. Jenis rumput laut yang dibudidaya adalah Eucheuma cottonii yang memiliki periode pemeliharaan selama 45 hari sehingga dalam satu tahun dapat melakukan budidaya sebanyak ± 6 (enam) kali. Pada tahun-tahun sebelumnya petani rumput laut dapat melakukan budidaya Eucheuma cottonii sepanjang tahun kecuali pada bulan Desember dan Januari.


Baca juga: Rumput Laut Asparagopsis, Alternatif Bahan Baku Pakan yang Bisa Kurangi Pemanasan Global


Berdasarkan hasil wawancara yang mendalam dengan beberapa orang petani rumput laut di beberapa lokasi, rata-rata 4 sampai 6 bulan dalam setahun petani tidak bisa melakukan budidaya rumput laut. Kegiatan budidaya rumput laut jenis Eucheuma cotonii sp di Teluk Seriwe mengalami perubahan tingkat produksi sejak 2 tahun terakhir (2020 dan 2021), hal ini terjadi akibat perubahan iklim yang menyebabkan keadaan perairan menjadi tidak stabil.


Sebagai solusi sekaligus alternatif dari permasalahan tersebut, introduksi jenis rumput lain seperti Eucheuma spinosum telah memberikan harapan baru bagi petani rumput laut di Teluk Seriwe. Hal ini dapat dimengerti karena petani yang sebelumnya tidak mempunyai harapan terhadap Eucheuma cottonii yang tidak bisa tumbuh pada bulan-bulan tertentu dapat melakukan subtitusi (pergantian) bibit dengan Eucheuma spinosum sehingga sumber pendapatan petani menjadi stabil seperti tahun-tahun sebelumnya.


Dewasa ini Eucheuma spinosum telah menjadi pilihan utama bagi masyarakat petani rumput laut di daerah lain seperti Pangkep, Sulawesi Selatan dan di Pulau Medang, Kabupaten Sumbawa yang sebelumnya adalah petani rumput laut E. cottonii. Produksi Eucheuma spinosum di Pulau Medang-Sumbawa telah melampaui produksi Eucheuma cottonii.


Berkaitan dengan hal tersebut, maka kegiatan studi lapang untuk mengetahui laju pertumbuhan Eucheuma cottonii dan Eucheuma spinosum sebagai tanaman substitusi pada kondisi global warming penting untuk dilakukan agar mendapatkan informasi yang akurat terhadap jenis rumput laut yang dapat memberikan hasil yang optimal dalam kondisi iklim yang tidak menentu (global warming) bagi petani pembudidaya di Teluk Seriwe.


Ketahui juga: 3 Keunggulan Bibit Kultur Jaringan untuk Genjot Produksi Rumput Laut


Penelitian dilakukan dengan melakukan budidaya Eucheuma cotonii dan Eucheuma spinosum dengan perlakuan yang sama yaitu metoda long line untuk mengetahui pengaruh perubahan iklim pada perairan Teluk Seriwe terhadap hasil produksi berupa rumput laut kering.


Percobaan penanaman Eucheuma spinosum dengan metoda longline menunjukkan suatu upaya pengembangan jenis spesies yang dapat dibudidayakan sebagai alternatif pengganti spesies jenis Eucheuma cotonii ketika jenis ini susah dibudidayakan karena pengaruh iklim dan pemanasan global. 


Dari hasil pengamatan di lapang, dapat diketahui bahwa laju pertumbuhan Eucheuma cotonii dan Eucheuma spinosum pada kondisi global warming masing-masing sebesar rata-rata 88,77 % per hari dan 67,23 % per hari. Produksi rumput laut jenis Eucheuma cottonii memiliki tingkat produksi yang lebih tinggi daripada Eucheuma spinosum pada kondisi global warming.


Hal tersebut terlihat dari rata-rata produksi Eucheuma cottonii sebesar 44,25 kg basah / 5 kg bibit, sedangkan Eucheuma spinosum memiliki rata-rata produksi sebesar 25 kg basah / 5kg bibit. Hasil percobaan penanaman Eucheuma spinosum selama bulan Juni-Juli 2021 menunjukkan potensi pengembangan jenis rumput laut ini di Teluk Seriwe dalam menghadapi global warming, dengan rata-rata produksi sebesar 25 Kg, Sehingga menunjukkan kemungkinan alternative pembudidayaannya di Perairan Teluk Seriwe Kabupaten Lombok Timur. 


 

Artikel ini ditulis oleh  I Nyoman Budi Satriya, S.Pi, MT, MAppSc. (Penyuluh Perikanan Provinsi NTB) . Ketepatan informasi dan efektivitas metode budidaya yang terdapat di dalamnya di luar tanggung jawab Minapoli.

Artikel lainnya

Rumput Laut 

KKP Dorong Eskpansi Pasar Ekspor Rumput Laut di Tengah Pandemi

Minapoli

1632 hari lalu

  • verified icon2213
Rumput Laut 

Improving Immune Performance in Aquaculture Through Algae

Minapoli

1517 hari lalu

  • verified icon2198
Rumput Laut 

What is Seaweed?

Minapoli

1406 hari lalu

  • verified icon2970
Rumput Laut 

Dukung Ekonomi Biru, KKP Dorong Riset Olahan Rumput Laut Nirlimba

DJPB KKP

1198 hari lalu

  • verified icon2087