3 Keunggulan Bibit Kultur Jaringan untuk Genjot Produksi Rumput Laut
| Fri, 04 Mar 2022 - 11:42
Rumput laut adalah salah satu komoditas unggulan sektor perikanan yang produksinya terus ditargetkan meningkat oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP). Produksi rumput laut ditargetkan mencapai 12-13 juta ton pada tahun 2024 dari sebelumnya 10,5 juta ton pada 2021.
Namun demikian, jalannya budidaya rumput laut di lapangan sering mengalami banyak halangan. Serangan penyakit, perubahan cuaca, dan tidak stabilnya ketersediaan benih kerap jadi masalah umum yang lumrah ditemui.
Salah satu terobosan yang diusung oleh KKP untuk mengatasi masalah tersebut adalah penyediaan bibit rumput laut berkualitas hasil teknologi kultur jaringan. Kultur jaringan adalah metode reproduksi vegetatif yang mengembangbiakkan potongan jaringan tumbuhan pada media aseptik secara in vitro.
Pengaplikasian teknologi ini dinilai dapat memperbaiki mutu bibit rumput laut. Hingga kini, KKP telah membuat enam Unit Pelaksana Teknis (UPT) sebagai pusat penghasil bibit rumput laut kultur jaringan. Antara lain Balai Besar Perikanan Budidaya Laut Lampung, Balai Perikanan Budidaya Laut Ambon dan Lombok, Balai Besar Perikanan Budidaya Air Payau Jepara, serta Balai Perikanan Budidaya Air Payau Situbondo dan Takalar.
Baca juga: Bagaimana Agar Rumput Laut Indonesia Lebih Berdaya Saing
Seperti apa keunggulan bibit rumput laut hasil kultur jaringan dibanding bibit biasa? Berikut tiga keunggulannya yang dirangkum dari berbagai sumber.
Ketersediaan Stabil
Bibit rumput laut yang dihasilkan secara konvensional sangat bergantung pada kondisi cuaca dan curah hujan. Curah hujan yang tinggi memiliki imbas pada aliran air dari sungai menuju laut yang dapat mengurangi kadar salinitas. Padahal kestabilan salinitas menjadi faktor yang sangat penting untuk mekanisme osmoregulasi rumput laut. Dengan kata lain, kuantitas produksi bibit dengan metode konvensional tidak terus menerus sama sepanjang tahun.
Keunggulan pertama dari bibit kultur jaringan dapat menjawab tantangan ini. Sebab metode kultur jaringan dilakukan di dalam laboratorium yang berarti tidak bergantung pada kondisi musim. Sehingga d laju produksi bibit rumput laut pun menjadi lebih stabil.
Pengembangbiakan rumput laut dengan kultur jaringan juga dapat menghasilkan jumlah bibit yang lebih banyak dari konvensional. Dilansir dari Mongabay, bibit kultur jaringan dapat dipanen dua hingga tiga kali dalam setahun, frekuensi yang lebih tinggi daripada bibit konvensional.
Baca juga: Dukung Ekonomi Biru, KKP Dorong Riset Olahan Rumput Laut Nirlimba
Tahan Banting
Secara konsep, metode kultur jaringan yang menumbuhkan individu baru dari potongan jaringan akan menghasilkan bibit yang bersifat sama persis dengan induknya. Metode ini memungkinkan untuk mendapatkan bibit berkualitas sesuai dengan induknya dan membawa sifat-sifat bagus yang diinginkan.
Hal ini berbeda dengan bibit yang diperbanyak dengan metode vegetatif konvensional. Pengembangbiakan dari induk yang sama akan berimbas kepada lunturnya sifat genetika yang seharusnya diunggulkan seperti tahan penyakit, kandungan karagenan dan agar yang tinggi, serta pertumbuhan yang cepat. Penggunaan bibit kultur jaringan tentu lebih menguntungkan karena tidak terjadi proses pelunturan tersebut.
Keunggulan ini telah diakui oleh mantan Direktur Seameo Biotrop, Irdika Mansur. Ia mengatakan bahwa bibit hasil kultur jaringan lebih tahan terjangan ombak jika dibandingkan dengan bibit konvensional.
Hasil Panen Lebih Menguntungkan
Keunggulan selanjutnya dari penggunaan bibit kultur jaringan adalah produktivitas atau hasil panen yang lebih tinggi dibanding bibit biasa. Perbandingan performa antara bibit konvensional dan bibit kultur jaringan dapat dilihat pada hasil penelitiannya Harapan et al. (2019). Riset ini dilakukan selama tiga bulan di Balai Besar Perikanan Budidaya Laut Lampung dengan menggunakan rumput laut jenis Eucheuma cottonii. Hasilnya? Penggunaan bibit kultur jaringan lebih cepat tumbuh dan lebih menguntungkan dari segi pendapatan daripada bibit konvensional.
Baca juga: Pendekatan Baru untuk Budidaya Rumput Laut dan Pendanaannya di Indonesia
Keunggulan ini tercermin dari sampling mingguan selama pemeliharaan. Hasilnya menunjukkan bahwa pertumbuhan mingguan bibit kultur jaringan lebih tinggi dari bibit konvensional. Pada minggu keenam, didapatkan berat rata-rata rumput laut dari bibit kultur jaringan sebesar 655,3 gram. Sedangkan dari bibit konvensional hanya 385,3 gram.
Tabel Analisa perbandingan biaya dan keuntungan bibit kultur jaringan dan non kultur jaringan
Pertumbuhan yang tinggi tersebut tentu berimplikasi pada keuntungan. Pada riset tersebut juga disebutkan adanya perbedaan keuntungan yang signifikan di antara kedua spesimen. Pada penanaman masing-masing 6 kg bibit kultur jaringan dan konvensional, pembudidayaan rumput laut jenis Eucheuma cottonii lebih untung menggunakan bibit kultur jaringan dengan selisih sebesar Rp468.000.