Kampung Nelayan Modern
| Tue, 09 Nov 2021 - 15:16
Pendahuluan
Kehidupan nelayan senantiasa dilanda kemiskinan bahkan identik dengan kemiskinan. Tingkat kesejahteraan para pelaku perikanan pada saat ini masih di bawah sektor-sektor lain, termasuk sektor pertanian agraris (Nawawi, 2018). Karakteristik sosial ekonomi dari segi tingkat pendidikan untuk masyarakat pesisir khususnya nelayan masih belum tertata dengan baik dan terkesan kumuh.
Profesi nelayan juga merupakan profesi turun temurun dan sangat tergantung pada sumber daya alam atau hasil tangkapan sehingga berpotensi berpindah-pindah dengan resiko kondisi alam yang keras, tidak pasti dan minim fasilitas. Karakteristik lainnya dari segi akses kesehatan, pendidikan dan kultural masih sangat terbatas. Untuk mengentaskan nelayan dari garis kemiskinan maka upaya yang dapat dilakukan adalah melalui perbaikan aktivitas ekonomi dan lingkungan hunian.
Kampung adalah suatu kesatuan lingkungan tempat tinggal yang dihuni kelompok-kelompok masyarakat dari beberapa kalangan ekonomi dan tingkat pendidikan (Khudori, 2002). Kampung atau desa nelayan adalah suatu kawasan yang mata pencaharian utama penduduknya adalah perikanan (Wikipedia). Kampung nelayan pada umumnya terletak di lokasi remote area atau sulit dijangkau karena mereka mengandalkan perairan sebagai ladang mata pencaharian dan jalur transportasi. Lokasi tersebut biasanya tidak selalu dekat dengan akses jalan raya karena terletak di sekitar garis pantai atau perairan terlindung seperti danau, teluk, sungai dan lain-lain yang tujuannya memungkinkan kapal berlabuh dengan aman secara alami.
Permasalahan
Segala tantangan dan kendala yang dihadapi nelayan sebenarnya bertentangan dengan potensi perairan Indonesia yaitu perairan seluas 5,8 juta km2 yang terdiri dari laut teritorial dan 2,7 juta km2 Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia (ZEEI) yang kaya akan keragaman hayati biota tropis. Faktor-faktor yang menyebabkan nelayan berada di garis kemiskinan (Nasution dan Badarudin, 2005) yaitu :
1. Kekakuan aset perikanan. Hal ini disebabkan karena sifat aset perikanan yang sulit dilikuidasi atau diubah bentuk dan dialihfungsikan yang menyebabkan produktivitas tetap rendah.
2. Opportunity cost yang rendah. Hal ini disebabkan karena kemungkinan kegiatan ekonomi selain menangkap ikan sangat rendah akibat waktu mereka banyak dihabiskan di laut untuk menangkap ikan serta latar belakang pendidikan dan minimnya ketrampilan di bidang lain.
3. Kepuasan atau standar hidup yang rendah. Nelayan sudah merasa senang dan merasa puas hanya dari melaut atau menangkap ikan, bukan pada orientasi peningkatan pendapatan sehingga walaupun miskin mereka tetap bahagia.
4. Kondisi alam yang sulit diprediksi, tangkapan yang fluktuatif dan teknologi penangkapan ikan yang masih tradisional. Cuaca ekstrim dan gelombang laut menyebabkan perubahan perilaku ikan dan lokasi penangkapan ikan menjadi sulit ditebak ditambah teknologi penangkapan ikan yang masih tradisional dan batasan jangkauan penangkapan, bahan bakar serta penyimpanan ikan di kapal.
5. Posisi sosial ekonomi yang timpang dan marjinal karena tidak memiliki daya tawar (bargaining position). Pada rantai ekonomi pemasaran ikan, nelayan berada pada posisi yang lemah dibandingkan pedagang ikan, tengkulak dan perantara. Hal ini disebabkan karena nelayan hanya diupah berdasarkan tenaga saja sedangkan ikan memiliki nilai lebih (added value) jika nelayan dapat langsung berinteraksi dengan konsumen atau pelaku pasar serta mengolah hasil tangkapan.
6. Faktor-faktor lain seperti semakin langkanya sumber daya alam, kerusakan ekosistem pesisir, ketimpangan akses, lemahnya proteksi kebijakan dan terbatasnya fasilitas.
Yuk, ikuti juga: Kompetisi LensaMina, Membuka Cakrawala Akuakultur Indonesia
Strategi
Berdasarkan berbagai permasalahan di atas, strategi perekonomian nelayan yang diperlukan yaitu:
1. Melibatkan peran anggota keluarga.
2. Diversifikasi pekerjaan.
3. Kerja sama antar keluarga nelayan. Saling membantu dan bergerak bersama dalam aktivitas ekonomi untuk mengatasi berbagai batasan seperti pendidikan, kesehatan, konsumsi, transportasi dan lain-lain.
4. Networking. Kerja sama antar nelayan dan seluruh stakeholder perikanan.
5. Revolusi biru yaitu penataan ruang, perbaikan ekosistem lingkungan, permukiman, sarana dan prasarana, sumber air bersih dan pariwisata.
Alternatif Solusi
Strategi aktivitas ekonomi nelayan di atas kemudian dirangkum dan dituangkan dalam suatu konsep Kampung Nelayan Modern yang terpadu sebagai solusi untuk mengentaskan nelayan dari kemiskinan dan meningkatkan taraf hidup nelayan.
Kampung Nelayan Modern
Kampung Nelayan Modern (Modern Fihermen Village) adalah sebuah konsep kampung yang berisi fasilitas tempat tinggal yang layak huni dilengkapi fasilitas komunikasi, internet, sarana prasarana pendidikan, kesehatan, olahraga, pasar/pertokoan, wisata/hiburan, dan lain-lain yang bersifat kekinian atau up to date serta transportasi yang mendukung cold chain system.
Tujuan kampung nelayan modern yaitu menciptakan kawasan yang maju, berwawasan lingkungan, tanggap bencana, mampu secara finansial dan sustainable. Konsep ini melibatkan peran serta nelayan beserta keluarga dan seluruh masyarakat di kampung tersebut. Wanita nelayan dapat membantu saat proses setelah pendaratan ikan seperti mensortir, mencuci dan pengepakan.
Nelayan dan keluarga dapat bekerja sama saat musim paceklik dengan fokus pada industri kriya, tambak dan wisata bahari atau dimanfaatkan untuk docking atau perbaikan kapal. Sedangkan saat panen ikan, mereka dapat bersama-sama berbagi aktivitas pengolahan dan pemasaran. Kampung Nelayan Modern diharapkan dapat memotivasi dan menjadi alternatif bagi nelayan dan keluarga nelayan dalam memanfaatkan waktu secara optimal. Terdapat 3 (tiga) pola kampung (Daldjoeni, 2003) yaitu dispersed, linear dan terpusat (nucleid). Untuk kampung nelayan modern dipilih pola linear karena pertimbangan luasan yang terbatas, fungsi kedekatan antar fasilitas, jarak jangkauan pejalan kaki, linearitas searah jalan atau sepanjang perairan serta optimalisasi ruang. Berikut ini konsep kawasan kampung nelayan modern.
Daftar Pustaka
Daldjoeni, N. 2003. Geografi Kota dan Desa. Bandung: P.T. Alumni.
Khudori, A. 2022. Membangun Masyarakat Sipil dari Akar-akarnya, Belajar dari Romo Mangun di Pinggir Kali Code. Yayasan Pondok Rakyat. ISBN/ISSN: 979-96889-0-6. Yogyakarta.
Nasution A dan Badaruddin. 2005. Isu-isu Kelautan dari Kemiskinan Hingga Bajak Laut. Pustaka Pelajar. Yogyakarta.
Nawawi Imnoer. 2018. Sosial Ekonomi Masyarakat Pesisir. Diakses dari https://www.kompasiana.com/nawawimnoer/5ab89b56dd0fa868be7e2612/sosial-ekonomi-masyarakat-pesisir?page=all pada 16 Maret 2020 pkl.13.00 WIB.
Wikipedia. 2021. Desa Nelayan. Diakses dari https://id.wikipedia.org/wiki/Desa_nelayan.
---
Penulis: Herdiana Mutmainah
Profesi: Peneliti
Instansi: Loka Riset Sumberdaya dan Kerentanan Pesisir