Industri Udang Perlu Dibenahi, Pelaku Menaruh Harapan Pada Pemerintah Baru
| Wed, 13 Nov 2024 - 13:08
Pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia sebagai negara kepulauan ini pada lima tahun terakhir berada pada kisaran angka lima persen. Padahal jika dilihat dari sumber daya yang dimiliki, pertumbuhan PDB berpotensi tumbuh lebih dari itu.
Karena itu, Presiden Prabowo meyakini bahwa PDB negeri ini bisa tumbuh hingga delapan persen pada akhir tahun 2029. Dan ini, tentunya memerlukan strategi yang khusus dan kerja extraordinary.
Tata kelola pemerintahan dan penegakan hukum, mutu SDM, inovasi & teknologi, investasi, pengembangan infrastruktur, kemudahan perizinan, jaminan keamanan, dan hilirisasi dalam rangka nilai tambah menjadi catatan penting guna mencapai target itu.
Pada subsektor kelautan dan perikanan, udang merupakan kontributor utama perolehan devisa ekspor hasil perikanan dan sekaligus menyumbang pertumbuhan PDB. Devisa dari industri ini tercatat sekitar 40 persen dari devisa ekspor hasil perikanan.
Pada tahun 2022, nilai ekspor udang Indonesia sebesar $US 2,07 miliar. Selanjutnya, ekspor udang tahun 2023 hanya US$ 1,73 miliar, dan turun sebesar 19,8 persen dibanding tahun 2022 (Data KKP 2024).
Pada tahun yang sama, Ekuador dan Vietnam meraup devisa dari mengekspor udang masing-masing mendekati US$ 9,0 dan US$ 4,0 milyar, padahal garis pantainya kurang dari 3.000 km. Sementara itu, Indonesia memiliki garis pantai sekitar 100.000 km, terpanjang kedua di dunia.
Indonesia sejak lama belum mampu keluar dari persoalan penyakit udang yang dominan disebabkan oleh bakteri dan virus. Penyakit menjadi sebab utama menurunnya produksi dan ekspor komoditas ini.
Catatan dari sejumlah asosiasi bahwa produksi udang tahun 2023 tidak lebih dari 400 ribu ton dengan volume ekspornya sekitar 250 ribu ton. Tahun 2024 produksi udang negeri ini diprediksi akan menurun lagi setelah melihat fenomena permintaan benur dan pakan yang menurun cukup tajam.
Pada tahun 2023, Ekuador bisa memproduksi udang sekitar 1,2 juta ton dan Vietnam 600 ribu ton. Pada tahun 2024, Ekuador memproyeksikan produksi udang mereka bisa mencapai 1,3 juta ton.
Daya saing juga menjadi soal yang mendera industri ini dan perlu dicarikan solusinya. Harga Pokok Produksi (HPP) udang budidaya di Indonesia ternyata lebih mahal dari Ekuador sebesar $US 0,75 per kg dan $US 0,35 dari Vietnam.
Selain itu, sekitar 70 persen pasar udang Indonesia bertujuan ke Amerika Serikat, menyusul ke Jepang , Uni Eropa, dan sangat kecil ke Cina yang pada saat ini dijadikan pasar potensial oleh sejumlah negara produsen seperti Ekuador, Vietnam, dan India.
Sejak tahun 2023, ekspor udang ke Amerika Serikat dikenakan pajak antidumping sebesar 6,3 persen, dan tahun 2024 bisa direduksi menjadi 3,9 persen oleh perjuangan pemerintah dan asosiasi udang Indonesia.
Tidak hanya soal antidumping, daya beli warga AS juga turun pada tiga tahun terakhir karena resesi ekonomi yang menyebabkan permintaan udang mengalami penurunan signifikan. Ini tentunya menambah tantangan industri udang nasional.
Berkaitan persoalan industri udang yang telah diulas di atas, setidaknya terdapat beberapa strategi yang perlu diduskusikan lebih lanjut agar daya saing industri udang bisa didongkrak.
Pertama, bahwa industri udang sudah saatnya dikembangkan menggunakan pendekatan integrasi hulu-hilir dan berbasis pulau besar (Jawa, Kalimantan, Sumatra, Sulawesi, Nusa Tenggara, dan Maluku serta Papua). Mulai pabrik input produksi hingga industri processing berada dalam satu kawasan terkoneksi secara baik.
Harapannya agar ongkos logistik yang selama ini tinggi dapat ditekan. Demikian pula dengan penyebaran penyakit yang dapat lebih gampang dikendalikan. Mutu udang akan lebih segar yang berpeluang mengisi sejumlah pasar. Ekspor langsung menuju negara tujuan memungkinkan karena volume tercukupkan.
Kebijakan pemberian insentif kepada pelaku usaha yang ingin berinvestasi di kawasan baru yang notabene terbatas aksesibilitas dan dukungan infrastruktur tentunya menjadi penting sebagai daya tarik.
Kedua, melakukan perbaikan sistem produksi. Mulai produksi induk dan benih unggul hingga produksi budidaya di tambak yang ramah lingkungan. Upaya pengawasan dan pembinaan terhadap produksi seperti peredaran sejumlah input produksi harus ditingkatkan untuk memenuhi tuntutan standarisasi.
Ketiga, pengembangan pasar baru, terutama ke Cina yang permintaannya sangat tinggi, tetapi menuntut persyaratan mutu udang yang lebih tinggi, dan bukan pekerjaan mudah karena merubah kebiasaan.
Pada saat ini, Ekuador mengisi hampir 50 persen kebutuhan pasar Cina yang diperkirakan mendekati 1 juta ton per tahun.
Pasar dalam negeri juga harus dibangun, mendorong upaya peningkatan konsumsi makan udang yang selama ini masih tergolong rendah. Promosi dan sosialisasi serta ketersediaan maupun keterjangkauan jadi faktor penentu.
Keempat, kemudahan proses perizinan harus diciptakan serta target PNBP dari bisnis udang untuk sementara waktu belum menjadi tujuan utama. Harapannya semangat pelaku usaha tetap terjaga, karena pada saat ini mereka sedang menghadapi kasus penyakit dan harga udang yang turun.
Terakhir, bahwa perlindungan terhadap bisnis ini juga perlu menjadi perhatian yang serius. Kasus petambak Karimun Jawa yang dituduh "telah melanggar berat terhadap undang-undang lingkungan" dinilai sejumlah pemerhati terlalu berlebihan dan bisa berdampak terhadap turunnya minat berinvestasi.
Gerakan mendorong industri udang di daerah tentunya perlu didorong dan menjadi prioritas dalam rangka peningkatan PDRB masing-masing daerah. Kepala daerah terpilih dalam ajang pilkada nanti diharapkan memiliki semangat dan arah kebijakan yang sama dengan presiden terpilih. Semoga.