Tantangan Pengembangan Induk Patin Berkualitas
| Mon, 28 Dec 2020 - 10:09
Penelitian untuk mengembangkan indukan patin sering disebut dengan pemuliaan, yang biasanya dilakukan melalui kegiatan rekayasa genetika. Salah satu yang sudah dilakukan pada ikan patin di Indonesia yaitu melalui pemuliaan ikan patin siam untuk menghasilkan induk unggul dimulai pada 2008 dengan dibentuknya jejaring pemuliaan ikan yaitu Pustina (Pusat pengembangan Patin Nasional) dengan koordinator Balai Perikanan Budidaya Air Tawar (BPBAT) Sungai Gelam – Jambi dan beranggotakan Unik Pelaksana Teknis (UPT) Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya Kementerian Kelautan dan Perikanan DJPB sentral milik provinsi di beberapa daerah sentra patin.
BPBAT Sungai Gelam dan Balai Riset Pemuliaan Ikan (BRPI) Sukamandi melakukan kegiatan pemuliaan dan anggota yang lain melakukan perbanyakan calon induk hasil pemuliaan. Kegiatan Pustina sebagai jejaring pemuliaan hanya sampai 2015, namun kegiatan pemuliaan khususnya di BPBAT Sungai Gelam masih berlanjut sampai sekarang. Program pemuliaan yang dilakukan di BPBAT Sungai Gelam menggunakan metode seleksi sehingga kegiatan pemuliaannya dapat juga disebut sebagai program seleksi.
Baca juga: Perkasa, Patin Unggul Menanti Diseminasi
Induk yang beredar di masyarakat terdiri dari hasil produksi UPT DJPB dan juga produksi mandiri oleh UPR (unit pembenihan rakyat). Induk hasil produksi UPT DJPB ataupun balai Riset saya kira sudah memenuhi standar karena merupakan hasil pemuliaan yang telah mengalami peningkatan performa pertumbuhan yang cukup signifikan. Hasil Pustina yang telah dirilis oleh BRPI Sukamandi yaitu ikan Patin Perkasa hasil seleksi sampai Generasj ke 2 telah didistribusikan ke masyarakat. Sedangkan induk patin yang didistribusikan oleh BPBAT Sungai Gelam tahun ini merupakan hasil pemuliaan generasi ketiga dengan peningkatan performansi pertumbuhan sebesar 42,6 % dibandingkan populasi dasar.
Yang terjadi di masyarakat sekarang adalah fenomena bahwa UPR yang memproduksi induk sendiri karena harga induk dan transportasi yang relatif mahal. Oleh karena itu perlu dievaluasi kembali harga calon induk dan mekanisme distribusi/sistem logistik agar sampai ke para UPR patin siam yang membutuhkan dengan harga yang wajar.
Induk Berkualitas
Induk yang berkualitas baik secara genetik harus dipelihara secara baik pula agar potensi genetik yang dimiliki dapat diekspresikan secara maksimal. Pemeliharaan induk yang baik itu diberi pakan yang dirancang untuk induk. Jika tidak tersedia di pasaran, harus melakukan formulasi sendiri dari pakan yang tersedia di pasaran. Jika melakukan formulasi sendiri, sebaiknya kandungan protein pakan > 35 % dan diperkaya dengan vitamin E dan minyak jagung sebagai sumber asam lemak omega-6 yang dibutuhkan oleh ikan air tawar.
Induk juga harus dipelihara dalam media dengan kisaran kualitas air dan kepadatan yang layak (dapat mengacu ke SNI). Selain itu, umur induk juga harus diperhatikan, berdasarkan pengalaman di BPBAT Sungai Gelam sebaiknya induk dengan umur di atas 5 tahun harus sudah diafkir dan ganti dengan yang muda. Kisaran umur yang baik untuk induk betina antara 2 - 5 tahun.
Baca juga: Ikan Patin Triploid : Otak-Atik Teknologi Lama
Sementara pasar menginginkan induk/benih yang cepat tumbuh, tahan penyakit, tahan pada lingkungan yang buruk, efisien dalam pemanfaatan pakan dan lain-lain. Namun semua sifat unggul tersebut sulit diperoleh dalam satu galur/satu program seleksi.
Oleh karena itu target program seleksi yang dilakukan di BPBAT SG yaitu menghasilkan galur yang cepat tumbuh (galur pertumbuhan) dan daya tahan karena karakter ini punya dampak ekonomi yang cukup besar. Karena punya dampak ekonomi yang besar, galur cepat tumbuh merupakan galur yang paling banyak dikembangkan dalam banyak program seleksi pada berbagai komoditas penting di seluruh dunia. Patin siam hasil seleksi untuk galur pertumbuhan di BPBAT Sungai Gelam sampai November 2020 yang memperoleh generasi yang keempat. Respons seleksi (kemajuan genetik) untuk galur pertumbuhan generasi yang keempat (G4Ps) sedang dalam uji coba, diperkirakan pada Maret 2021 diketahui hasilnya. Sedangkan respons seleksi galur pertumbuhan generasi yang ketiga (G3Ps) cukup signifikan yaitu terjadi peningkatan bobot tubuh sebesar 42,6 % dibandingkan dengan populasi dasar. Rencananya produk ini akan dilakukan launching pada akhir tahun ini atau awal tahun depan.
Tantangan
Tantangan untuk pengembangan kualitas induk patin melalui program seleksi yaitu interval generasi yang cukup lama yaitu sekitar 2 tahun sehingga untuk memperoleh kemajuan genetik yang signifikan butuh waktu relatif lama. Butuh kesabaran, konsistensi dan komitmen yang kuat dalam waktu yang lama, tentu saja ini tidak mudah. Tantangan yang lain, yaitu belum tersedianya teknologi produksi benih dan induk yang mapan untuk mendukung kegiatan program seleksi.
Oleh karena itu, seiring berjalannya kegiatan program seleksi juga melakukan pemantapan teknologi produksi benih dan pembesaran. Dan ini tentu saja membutuhkan SDM yang banyak. Selain itu kekurangan SDM yang memahami genetik kuantitatif secara baik yang sangat dibutuhkan dalam kegiatan program seleksi. Beberapa masalah lain yang dihadapi adalah bahwa pemulia ikan patin tidak melanjutkan kegiatan pemuliaan ketika sudah rilis. Padahal kita akan rugi waktu untuk mengulangnya kembali dari awal.
Baca juga: Budidaya Ikan Patin
Kelebihan BPBAT Sungai Gelam Jambi sampai saat ini masih konsisten melanjutkan kegiatan pemuliaan patin, bahkan sampai Generasi ke 4 di saat pemulia yang lain telah menghentikan kegiatan tersebut. Tentunya hal tersebut menyebabkan produk induk ikan patin kita terus lebih baik dari tahun ke tahun. Bahkan bisa menyamai performa induk dari luar negeri (jika dilihat dari beberapa jurnal internasional).
Sebenarnya dari segi kualitas induk, patin hasil kegiatan seleksi yang telah diproduksi oleh Indonesia khususnya BPBAT Jambi sudah siap bersaing secara global. Permasalahan utama yang belum terpecahkan untuk mewujudkan industrialisasi patin selama ini adalah:
Pertama, belum adanya instansi ataupun swasta yang mengelola industri ikan patin ini dari hulu ke hilir dalam suatu kawasan yang terintegrasi sehingga semua proses produksi berjalan secara efisien dan dapat menekan biaya produksi. Seperti kondisi di Vietnam, antara pembudidaya, pabrik pakan, pabrik prosessing berada dalam satu kawasan, sehingga pemasalahan biaya logistik, kesesuaian produk dengan permintaan, quality kontrol dll dapat dikendalikan dengan baik. Bahkan di beberapa perusahaan di Vietnam semua bagian berada dalam satu managemen, sehingga bisa saling berbagi margin/keuntungan.
Hal tersebut karena kegiatan prosesing dan pemasaran merupakan bagian yang memiliki nilai tambah dan margin tertinggi dan menyerap tenaga kerja terbanyak, sehingga bisa menopang dan menjadi satu kesatuan dengan bagian yang lain dan saling mengidupi dan ada ketergantungan. Sebagai contoh kasus tentang efisiensi, ketika salah satu perusahaan pakan ikan terbesar diajak ke Vietnam mereka kagum bahwa salah satu produsen pakan disana bisa memproduksi pakan dengan omset yang sama dengan mereka di seluruh Indonesia hanya sanggup untuk mencukupi satu perusahaan pembudidaya ikan patin di Vietnam. Tentunya harga pakannya lebih murah karena produksinya langsung dilokasi kawasan budidaya sehingga menghemat biaya transportasi dan pemasaran.
Kedua, pemasalahan lain yang sering terjadi adalah tidak sepahamnya produk budidaya dan apa yang diminta/dibutuhkan oleh bagian pengolahan/prosessing. Untuk menghasilkan ikan patin yang diminta pasar dengan kualitas daging yang baik (putih/white pink), ada faktor lain yang perlu diperhatikan tentang sistem budidaya (seperti kedalaman air kolam), spesifikasi pakan (jenis dan kualitas bahan baku), cara pengolahan, transportasi bahan baku, dll akan berpengaruh terhadap kualitas daging untuk bersaing di pasar global.
Baca juga: Teknik Pemijahan Ikan Patin
Ketiga, perlu adanya middle man (perusahaan besar) yang memahami pembudidaya dan prosesing sehingga bisa menjembatani kebutuhan dan keinginan keduanya, tentunya perusahaan yang cukup besar dengan modal yang besar sehingga mampu mengelola perputaran modal dari proses budidaya sampai fillet diterima oleh konsumen dan berproduksi lagi. Sehingga ada jaminan masing - masing rantai produksi.
Keempat, pemasaran, branding produk, diversifikasi produk khususnya dari limbah fillet patin di Indonesia perlu ditingkatkan untuk bisa bersaing di pasar global. Sebagai pembanding hasil olahan limbah fillet di Vietnam bahkan memiliki nilai yang cukup untuk membiayai biaya produksi fillet keseluruhan. Sehingga hasil fillet yang dikirim ke pasar global adalah tinggal keuntungannya, sehingga harganya siap bersaing dengan negara manapun.
Sehingga, kegiatan program seleksi ini harus terus didukung dengan sepenuhnya baik SDM maupun pendanaan karena benih yang berkualitas dalam industri akuakultur merupakan “harga mati”. Program seleksi juga tidak boleh berhenti, karena begitu berhenti maka akan kembali ke awal lagi sementara waktu yang dibutuhkan cukup lama. Pengembangan ke depan sebaiknya karakter/galur lain yang dibutuhkan oleh pasar seperti galur daya tahan, galur yang mampu memanfaatkan pakan dengan kandungan protein yang rendah/ FCRnya rendah, proporsi daging dan kualitas daging yang tinggi dan lain sebagainya.