Revitalisasi Bawang untuk Peningkatan Produksi Perikanan dan Pengembangan Perikanan Refugia di Kab. Tulang Bawang Barat
| Thu, 21 Oct 2021 - 10:25
Lebak Lebung atau lebih dikenal dengan sebutan Bawang oleh masyarakat Tulang Bawang Barat dan sekitarnya, merupakan daerah rawa non-pasang surut yang sumber airnya berasal dari curah hujan, baik curah hujan setempat maupun curah hujan kawasan hulu, sehingga ketinggian muka air dipengaruhi oleh curah hujan tersebut. Di sisi lain, bentuk lanskap kawasan rawa lebak umumnya seperti cekungan (mangkuk), sehingga dalam waktu yang sama terjadi variasi ketinggian genangan, antara kawasan pinggir hingga ke tengah cekungan tersebut. Kedua kondisi ini menyebabkan terjadinya variasi ketinggian genangan dan lama genangan.
Bawang-bawang yang tersebar di Kab. Tulang Bawang Barat masuk dalam wilayah Kawasan Pengelolaan Perikanan Perairan Umum Daratan (KPP PUD) 438 yang membentang dari dari Prov. Lampung Hingga Prov. Riau.
Bawang di Kab. Tulang Bawang Barat memiliki sejarah historis dengan kerajaan Tulang Bawang di masa lampau yang memanfaatkan aliran Sungai Tulang Bawang, Sungai Way Kanan dan Sungai Way Kiri untuk proses perdagangan rempah-rempah dengan dunia luar. Inilah yang menjadi cikal bakal terbentuknya 11 Tiyuh Asli (desa/kampung) di Tubaba.
Perairan di area Bawang mempunyai posisi strategis dan berfungsi serba guna. Fungsi Bawang selain sebagai tempat mata pencaharian masyarakat, juga sebagai lokasi spawning ground (tempat pemijahan) dan nursery ground (tempat pendederan) bagi ikan-ikan lokal yang banyak ditemui di aliran Sungai Way Kanan, Way Kiri, dan Tulang Bawang diantaranya ikan Baung, Jelabat, Belida, Gabus, Botia, Sebayau dan lain-lain.
Lama-kelamaan telah terjadi proses pendangkalan Bawang akibat proses sedimentasi dari sungai. Sehingga beberapa Bawang yang ada sekarang hanya tinggal namanya saja. Hal ini diperparah dengan proses illegal fishing dengan menggunakan alat tangkap yang terlarang dan proses deforestasi (penebangan liar) di sekitar bawang. Kalau hal ini terjadi terus menerus maka, bawang yang merupakan asal nama Kab. Tulang Bawang Barat dan Tulang Bawang hanya akan tinggal nama dan hilang.
Yuk, ikuti juga: Kompetisi LensaMina, Membuka Cakrawala Akuakultur Indonesia
Hilangnya bawang-bawang ini berarti tidak ada tempat untuk tumbuh berkembangnya ikan sampai bisa dipanen secara alamiah dan mengancam kelestarian habitat hidup ikan-ikan lokal yang bernilai ekonomis tinggi di Kab. Tulang Bawang Barat.
Selain itu kawasan Bawang juga rentan terhadap perubahan langsung seperti konversi lahan rawa menjadi lahan pertanian dan pemukiman, sehingga mempengaruhi siklus hidup/ migrasi ikan dan menurunnya kualitas air sungai dan rawa. Menurut beberapa penelitian mengungkapkan bahwa perairan rawa merupakan ekosistem yang lebih cepat rusak dan hilang dibandingkan dengan ekosistem lain.
Sudah saatnya Pemerintah Kab. Tulang Bawang Barat harus mendukung pengelolaan dan pemanfaatan Bawang yang berkelanjutan dan berkesinambungan. Optimalisasi bawang dengan kegiatan memaksimalkan fungsi bawang melalui kegiatan Revitalisasi bawang yang sudah mengalami proses sedimentasi dan menetapkan beberapa bawang sebagai wilayah Perikanan Refugia dapat mengembalikan fungsi bawang sebagai daerah mata pencaharian nelayan dan sebagai daerah spawning ground dan nursery ground bagi ikan-ikan spesifik lokal.
Kegiatan revitalisasi bawang ini bisa dilakukan dengan bentuk pengerukan sedimentasi bawang yang sudah mengalami pendangkalan, perbaikan aliran air sungai dan dengan penanaman kembali tanaman-tanaman rawa untuk pemulihan ekosistem rawa di sekitar bawang. Selain itu kerjasama dengan UPT KKP yaitu Balai Riset Perikanan Perairan Umum dan Penyuluhan Perikanan (BRPPUPP) dalam hal kegiatan Kajian Stok dan Sumberdaya Ikan di Wilayah Tulang Bawang Barat dan pengelolaan Perikanan Refugia di Kawasan Bawang.
Mencontoh konsep yang telah diterapkan oleh BRPPUPP melalui model pengelolaan SPEECTRA (Special Area for Conservation and Fish Refugia) di Patra Tani, Kabupaten Muara Enim, Sumsel. Dimana ekosistem rawa di Patra Tani dimodifikasi sehingga dijadikan daerah perlindungan/konservasi untuk indukan-indukan ikan spesifik rawa untuk kemudian melakukan pemijahan alami dan pendederan benih. Sehingga ketika sudah mencapai ukuran tertentu benih-benih ini akan keluar sendiri ke sungai dan rawa di sekitarnya.
Sehingga konsep ini menjadi konsep restocking alami. Konsep ini sudah dimiliki oleh masyarakat lokal Tulang Bawang Barat melalui konsep pengembangan LAS SENGOQ. Las Sengok berasal dari kata Las (Hutan) Sengok (angker), merupakan produk dari kebudayaan masyarakat Nughik, sebuah konsep menjaga kelestarian alam, merawat pohon, menjaga sumber air, relasi manusia dengan manusia, manusia dengan alam dan seluruh isinya. “Manusia bukan mahluk tunggal dan penguasa tunggal”.
Selain revitalisasi Bawang, juga perlu dikembangkan Perikanan Berbasis CBF (Culture Based Fisheries) di beberapa lokasi bawang. Dimana dilakukan penebaran ikan-ikan spesifik lokal yang tidak bersifat invasif atau non alien spesies. Diharapkan dengan CBF ini dapat meningkatkan partisipasi masyarakat sekitar, meningkatkan taraf hidup masyarakat dan peningkatan produksi perikanan di Kab. Tulang Bawang Barat.
Terdapat lebih dari 55 Bawang yang tersebar di Sungai Way Kanan, Sungai Way Kiri dan Sungai Tulang Bawang. Pengelolaan bawang ini dikelola oleh Desa melalui kegiatan Lelang Lebak Lebung. Rata-rata luasan bawang adalah lebih dari 1 Hektar. Dengan produksi bisa mencapai 334 Ton/Tahun. (Dinas Perikanan Tubaba, 2019). Diharapkan dengan kegiatan Revitalisasi dan pengembangan kawasan perikanan refugia ini bisa meningkatkan produksi perikanan hingga 300%.
Pengelolaan perikanan umum yang baik dan benar akan berpengaruh terhadap peningkatan produksi dan fungsi ekologis, sehingga perikanan perairan umum daratan dapat dijadikan tumpuan pembangunan perekonomian masyarakat (Kartamihardja dkk, 2009).
---
Penulis: Winarto Santosa
Profesi: Penyuluh Perikanan
Instansi: Satminkal BRPPUPP untuk Kab. Tulang Bawang Barat