Perikanan Budidaya, Karakter Budaya dan Maluku menuju Lumbung Ikan Nasional (M-LIN)
| Wed, 17 Nov 2021 - 17:43
Potensi Budidaya Perikanan Indonesia
Sektor perikanan menunjukkan pertumbuhan positif, naik 9,69% pada kuartal kedua 2021 dibanding periode yang sama tahun lalu. Kenaikan dipicu meningkatnya produksi perikanan budidaya dan perikanan tangkap karena cuaca yang mendukung. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), ekonomi Indonesia triwulan II-2021 tumbuh 7,07% dari triwulan II 2020 year on year (yoy). Usaha perikanan pun termasuk sektor yang tercatat mengalami pertumbuhan signifikan.
Masih berdasarkan data BPS, nilai produk domestik bruto (PDB) Perikanan pada kuartal II sebesar Rp188 triliun atau 2,83% terhadap nilai PDB nasional. Nilai PDB ini tercatat naik dibandingkan dengan kuartal I sebesar Rp 109,9 triliun atau 2,77% terhadap nilai PDB nasional. Secara kumulatif periode Januari-Juni 2021, nilai ekspor produk perikanan mencapai USD 2,6 miliar atau naik 7,3% dibanding periode yang sama tahun 2020.
Perikanan budidaya berpotensi menyerap banyak tenaga kerja dan memunculkan wirausahawan baru karena memiliki karakteristik kerakyatan, mudah diaplikasikan, dan cepat dipanen serta tersedianya sistem jaminan mutu produk yang diterapkan dari pembenihan hingga pembesaran, antara lain standar, sertifikasi, registrasi, monitoring residu dan penyakit ikan. Apalagi di Era digital saat ini, Perikanan budidaya memanfaatkan teknologi 4.0 melalui otomatisasi sistem produksi dan digitalisasi tata niaga, sehingga rantai pasok semakin efisien dan keuntungan pembudidaya meningkat.
Untuk sektor perikanan Budidaya, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menargetkan produksi tahun 2021 sekitar 19,47 juta ton yang terdiri dari ikan sebesar 7,92 juta ton dan rumput laut 11,55 juta ton, naik 1,03 juta ton dari target produksi tahun 2020 sebanyak 18,44 juta ton. KKP juga mendorong melejitnya hasil produksi sejumlah komoditas berorientasi ekspor, salah satunya udang dengan mengevaluasi tambak yang tersebar di Indonesia. Kemudian revitalisasi dan membangun modelling tambak udang terintegrasi di lokasi-lokasi potensial. Selain itu menggeliatkan kampung-kampung budidaya perikanan berbasis kearifan lokal.
M-LIN Dalam Konteks Pengembangan Sektor Budidaya
Potensi perikanan tangkap pada wilayah di sekitar Lumbung Ikan Nasional Provinsi Maluku terdistribusi pada Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia (WPP-NRI) 714, 715, dan 718. ketiga WPP-NRI ini memiliki total potensi sumberdaya ikan sebesar 4.669.030 ton/tahun dari potensi ikan nasional 12.5 juta ton. Sedangkan Potensi kawasan budidaya yang dimiliki sebesar 183.046,40 ha yang tersebar di 11 kabupaten/kota. Namun, hingga saat ini tingkat pemanfaatan baru mencapai 4,12 % (7.544,30 ha). Sebagian besar aktivitas budidaya dilakukan di Kabupaten Maluku Tenggara, Kota Tual dan Kepulauan Tanimbar.
Yuk, ikuti juga: Kompetisi LensaMina, Membuka Cakrawala Akuakultur Indonesia
Berdasarkan data DKP Maluku bahwa Capaian realisasi produksi perikanan budidaya tahun 2019 adalah sebanyak 620.841,69 ton atau 52,43% dari target yang ditetapkan sebesar 1.184.104 ton. Produksi perikanan budidaya terdiri dari 99,62% produksi rumput laut (618.482,19 ton) dan sisanya sebesar 0,38% berasal dari produksi ikan (2.359,5 ton). Selama periode 2015 s.d 2019 capaian produksi perikanan budidaya menurun rata-rata per tahun sebesar 3,6% dari 725.278,01 ton di tahun 2015 ke 620.841,69 ton di tahun 2019.
Capaian indikator volume produksi perikanan budidaya disumbang oleh produksi dari budidaya laut sebesar 99%, air payau dan air tawar 0,1%. Rumput laut memiliki kontribusi terbesar yakni 99,8%, ikan kerapu 0,08%, teripang 0,06%, sisanya 0,04% merupakan jenis ikan lainnya. Kota Tual dan Kabupaten Maluku Tenggara merupakan kabupaten penyumbang produksi perikanan budidaya tertinggi pada komoditas rumput laut. Kedua daerah ini rata-rata menyumbang 40% produksi perikanan budidaya Maluku.
Budidaya dan Merubah Karakter Budaya Masyarakat
Ikan di laut tidak terlihat, tidak mungkin dihitung semuanya. Data sangat penting, namun bukan segala-galanya. Data dipakai untuk mengkonstruksi model, dan model menghasilkan nilai perkiraan. Banyak ketakpastian karena dinamika di laut, sehingga asumsi sering digunakan. Maka penggunaan model dan perkiraan untuk pengelolaan perikanan harus berhati-hati (Ghofar, 2017).
Sebelumnya pada tahun 2015-2017 dicanangkan Program Emas Biru di Maluku, dengan visi memperkuat ketahanan dan kedaulatan pangan nasional. Program ini digalakkan oleh Pangdam XVI Pattimura Mayjen TNI Doni Monardo di wilayah Maluku dan Maluku Utara saat itu.
Program emas biru bertujuan untuk meningkatkan kemampuan SDM di sektor Budidaya lewat kegiatan Pelatihan dan sosialisasi di lapangan. memberikan bantuan kepada para pembudidaya untuk meningkatkan hasil produksinya, memanfaatkan kawasan Pesisir yang belum dipergunakan maksimal untuk pengembangan usaha budidaya, membuka lapangan kerja baru pada sektor Perikanan, merubah secara perlahan pola pikir masyarakat yang selama ini terfokus pada perikanan tangkap, menciptakan inovasi dan kreatifitas baru dalam kegiatan Budidaya Laut, meningkatkan produksi perikanan lokal dan nasional. Dan seiring perkembangan zaman dan era digital saat ini maka pengembangan sektor budidaya harus dibuat dalam satu kawasan terintegrasi dari hulu hingga ke hilir.
Selama ini masyarakat lokal kita masih tertumpu pada sektor perikanan tangkap yang dianggap praktis dan langsung menghasilkan uang. Mereka berpikir dengan peralatan seadanya seperti kail, umpan, jala dan perahu bisa langsung melakukan penangkapan ikan serta saat itu pula terlihat ada pendapatan yang diperoleh dari hasil tangkapan. Budaya ini sudah berlangsung lama dan turun temurun, laut dijadikan pusat mata pencaharian praktis ditengah kebutuhan hidup yang semakin meningkat. Tanpa disadari karena adanya perubahan lingkungan (Global Warming), kerusakan Lingkungan, aksi penangkapan Ikan secara illegal secara tidak langsung berdampak pada terjadinya degradasi potensi sumberdaya ikan di Laut, musim yang berubah, kondisi alam yang kadang tidak bersahabat menyebabkan nelayan sulit beraktifitas.
Potensi sumberdaya ikan sulit diprediksi karena ikan selalu melakukan ruaya/migrasi dari suatu perairan ke perairan yang lain dan walaupun assessment stok kita lakukan, namun belum tentu data tersebut bisa dikatakan Riil dan terperinci berdasarkan Spesies. Jumlah stok juga tidak berbanding lurus dengan jumlah produksi yang dilakukan. Ikan (dalam arti luas) perlu dimanfaatkan sebaik mungkin dan berkelanjutan salah satunya, dengan memaksimalkan potensi perikanan budidaya. Selama ini sektor budidaya bagaikan The Sleeping Giant (raksasa yang sedang tidur) yang apabila dikelola secara baik akan menjadi harapan baru dalam pengelolaan sumberdaya perikanan serta sebagai lokomotif utama perekonomian daerah dan nasional kedepan menuju implementasi M-LIN.
---
Penulis: Amrullah Usemahu
Profesi: Pengurus Pusat ISPIKANI
Instansi: ISPIKANI