• Home
  • Infomina
  • Tinjauan Pengelolaan Fisik Garis Pantai Kota Mataram

Tinjauan Pengelolaan Fisik Garis Pantai Kota Mataram

| Fri, 12 Nov 2021 - 15:19

Headline harian Lombok Post di kolom Metropolis terbitan Jumat, 5 November 2021 mengangkat dilema tahunan nelayan pantai Ampenan terkait semakin parahnya abrasi di sepanjang 7 kilometer garis pantai Kota Mataram. Menurut Walikota Mataram, H. Mohan Roliskana, Pantai Ampenan memiliki gelombang yang relatif tinggi dan kencang, berhadapan langsung dengan laut lepas, sehingga saat ini Pemkot sedang mengusulkan ke Pemerintah Pusat untuk pembuatan jeti atau pemecah gelombang, dimana menurut Walikota, hanya dengan jeti, abrasi pantai bisa dihentikan.


Terkait hal ini, penulis mencoba menguraikan perkembangan pesisir pantai Ampenan Kota Mataram secara ringkas terutama setelah dibangunnya struktur pantai berupa jetty di beberapa titik periode tahun 2003-2009.


Tak dapat dipungkiri, Erosi dan abrasi pantai ini cukup parah terjadi khususnya di sepanjang Pantai Ampenan di sebelah Utara hingga Pantai Mapak Indah di sebelah selatan. Erosi dan abrasi pantai ini terjadi karena berbagai faktor yaitu pembangunan fisik pantai seperti struktur jetty dan krib sejajar pantai ditambah issue global seperti kenaikan muka air laut yang berpengaruh besar terhadap kondisi kawasan pantai seperti menyusutnya area pantai, hilangnya hutan bakau, hilangnya sarana dan prasarana permukiman, dimana kerusakan tidak hanya terjadi secara fisik tetapi juga secara sosial ekonomi. 




Sebagai landasan teori, pembangunan struktur pantai seperti Jetty ditengarai memperparah kondisi abrasi ini, di daerah pantai pada umumnya terjadi fenomena yang dikenal dengan angkutan sedimen sejajar pantai (longshore drift), akibat adanya pengaruh gelombang. Apabila pada pantai tersebut dibuat bangunan pantai yang menjorok ke laut antara lain seperti krib, jeti, dan pemecah gelombang, maka akan terjadi gangguan pada proses angkutan sedimennya.


Sebagai akibat dari gangguan tersebut, akan terjadi proses sedimentasi atau akresi di daerah hulu (up drift) dari bangunan, sementara di daerah hilir (down drift) akan terjadi erosi, dalam artian struktur pantai tersebut tidak hanya melindungi sebagian pantai Ampenan tapi malah menyebabkan erosi dan sedimentasi yang parah di bagian pantai yang lain.


Yuk, ikuti juga: Kompetisi LensaMina, Membuka Cakrawala Akuakultur Indonesia


Jadi semakin bertambahnya bangunan atau struktur pelindung pantai di kawasan pantai Ampenan membuat erosi dan abrasi juga semakin parah, bahkan pada bagian pantai yang dilindungi struktur pelindung pantai seperti tanggul juga terkena dampaknya, contohnya di kawasan pantai Melayu Bangsal Ampenan tanggul yang berumur sekitar satu tahun terbukti tidak mampu menahan kerasnya terjangan ombak, bahkan menurut warga sekitar sebelum tanggul dibangun, banyak pohon-pohon besar yang berfungsi sebagai tanggul alami, dimana pohon ini lebih kuat dalam menahan gelombang.


Menurut informasi penduduk, ada banyak kegiatan  perbaikan dan pembuatan tanggul penahan gelombang di sepanjang pantai Kecamatan Ampenan dan Sekarbela yang dipicu oleh besarnya gelombang laut, terutama ketika musim angin barat tiba (Nopember – Maret). Tanggul tersebut berfungsi untuk melindungi permukiman warga sepanjang pesisir pantai yang sering dihantam besarnya ombak dan arus pasang juga merusak perahu nelayan dan pemukiman penduduk. 


Akan tetapi, alih-alih melindungi, titik tanggul penahan gelombang di pesisir pantai Ampenan, masing-masing di Tanjung Karang sepanjang 300 meter, Kampung Banjar sepanjang 300 meter dan Karang Panas rusak diterjang ombak, kondisi ini dirasakan menguat sejak pembangunan Jetty penahan gelombang di Kampung Banjar di muara Sungai Gedur telah direalisasikan dengan panjang mencapai 85 m dan menggunakan material beton yang disebut tetrapod dibangun di dua sisi sungai Gedur.

 

Karena tidak atau belum memahami sel sedimen di pantai, banyak pemanfaatan pesisir di Indonesia yang menimbulkan masalah erosi dan akresi pantai. Dalam hal ini, akresi di muara Sungai Gedur dan pesisir pantai Ampenan menjadi contoh yang menarik, sepanjang tahun nelayan yang bertempat tinggal di muara sungai sulit melaut akibat sedimentasi, lokasi kampung dan muara sungai juga merupakan tempat perpaduan dinamika sungai dan lautan sehingga transpor sedimen akibat aliran sungai berkombinasi dengan transpor sedimen akibat gelombang laut.


Lebih jauh, bila dua pola pergerakan sedimen bertemu, proses akresi ini terbentuk, seperti yang terjadi pada mulut sungai (inlet) Gedur, hal ini menyebabkan pendangkalan di muara sungai Gedur disebabkan oleh sedimen yang terbawa gelombang laut yang pecah mengendap di muara sungai.


Di Indonesia sendiri banyak dijumpai wilayah-wilayah pesisir yang secara administrasi berbeda namun terletak pada satu sel sedimen. Karenanya aktivitas pada pesisir di satu wilayah administrasi dapat memberikan dampak pada wilyah administrasi lainnya, pembangunan struktur pantai di Ampenan akan memberikan dampak yang serius pada ruang pantai daerah lain yang terletak dalam satu sel sedimen.


Oleh karena itu, dalam memahami masalah erosi / akresi pantai berarti memahami juga proses-proses interaksi antara sedimen dengan energi gelombang secara keruangan, karenanya pemahaman pergerakan sedimen akibat interaksi dengan energi gelombang menjadi suatu persyaratan dalam pengelolaan garis pantai.


Sebagai penutup, diperlukan adanya suatu model keterpaduan dalam pembangunan dan pengelolaan pesisir suatu wilayah laut dan pantai, atau Integrated Coastal Zone Management (ICZM), khususnya dalam perencanaan dan perancangan ruang wilayah pesisir dan laut. Perencanaan pembangunan dengan keterpaduan baik antar sektor, pelaku kegiatan, masyarakat, dan kepentingan darat merupakan solusi untuk meminimalkan dampak tersebut. 

--- 


Penulis: I Nyoman Budi Satriya

Profesi: Dosen

Instansi: Universitas 45 Mataram

Artikel lainnya

LensaMina 

Industri Udang di Tanah Air

Minapoli

1118 hari lalu

  • verified icon1979
LensaMina 

Success Story: Poklahsar Pusaka Hati

Minapoli

1113 hari lalu

  • verified icon2437