• Home
  • Infomina
  • Performa Survival Rate Kepiting Bakau dengan Pemberian Pakan yang Berbeda

Performa Survival Rate Kepiting Bakau dengan Pemberian Pakan yang Berbeda

| Fri, 24 Sep 2021 - 10:27

Spesies krustasea yang patut menjadi perhatian untuk terus dikembangkan dalam kegiatan budidaya adalah kepiting bakau, mengingat kepiting bakau memiliki peran yang cukup besar terhadap nilai ekspor komoditas perikanan di Indonesia. Kepiting bakau (Scylla sp.) merupakan satu di antara jenis sumberdaya perikanan yang dapat dikembangkan di daerah mangrove.


Angka permintaan pasar terhadap kepiting dan rajungan terus meningkat dari tahun ke tahunnya. Hal ini terbukti dari besarnya jumlah volume ekspor kepiting bakau di Indonesia yang mencapai 29.038 ton dengan nilai ekspor mencapai angka US$ 321.842. Pada tahun 2016 hingga 2017, tepatnya pada bulan Januari hingga November terjadi peningkatan nilai ekspor kepiting sebesar 29,46% (BPS, 2018). Peningkatan nilai ekspor kepiting juga tumbuh sebesar 6.06% sejak tahun 2012 hingga 2017.


Budidaya kepiting bakau perlu ditingkatkan mengingat besarnya jumlah permintaan pasar, tentu saja kita tidak bisa terus menerus bergantung dari sektor penangkapan. Permasalahan dalam budidaya salah satunya adalah pakan. Pakan memiliki peranan untuk menunjang kelulushidupan kepiting dan pertumbuhan kepiting bakau. Kepiting bakau membutuhkan pakan dengan kandungan nutrisi seperti protein (37%), lemak (5,3 – 13,8%), kolesterol (0,51%). Pada pakan buatan jumlah lemak yang dibutuhkan berkisar 7 – 8% dan protein yang dibutuhkan adalah 43 – 58% (Ali, 2019). Tentu saja, dibutuhkan komposisi pakan yang baik untuk kelulushidupan dan pertumbuhan kepiting bakau. 




Hasil studi literatur yang saya lakukan memberikan hasil bahwa pemberian pakan yang berbeda berpengaruh terhadap tingkat kelulushidupan dari 3 jenis kepiting bakau yang berbeda, yaitu kepiting bakau hijau (Scylla paramamosain), kepiting bakau besar (Scylla serrata) dan kepiting bakau jingga (Scylla olivacea). Perbedaan tingkat kelulushidupan ini selain dipengaruhi pakan yang berbeda juga dipengaruhi oleh spesies dan ukuran atau fase hidup kepiting bakau. 


Nilai kelulushidupan (SR) tertinggi pada kepiting bakau hijau (S. paramamosain) adalah dengan pemberian pakan alami seperti udang rebon dan campuran daging udang cincang ditambah udang rebon, nilai SR-nya mencapai 100%. Hal ini dikarenakan kandungan nutrisi pada daging udang cincang dan udang rebon mengandung nutrisi yang memenuhi kebutuhan nutrisi dari kepiting bakau dan memiliki daya tarik berupa aroma yang mengundang nafsu makan kepiting bakau (Ong et al., 2020). 


Yuk, ikuti juga: Kompetisi LensaMina, Membuka Cakrawala Akuakultur Indonesia


Nilai kelulushidupan (SR) tertinggi pada kepiting bakau besar (S. serrata) yaitu 100% dari pemberian pakan alami berupa usus ayam, pakan komersial dengan tepung bayam serta ikan rucah. Hal ini dipengaruhi oleh kondisi kolam budidaya yang terkontrol dan pemberian jumlah pakan yang cukup sehingga tidak terjadi kanibalisme pada kepiting bakau (Akbar et al, 2016).


Selain itu, pakan komersial dengan campuran tepung bayam mengandung nutrisi seperti protein, lemak, karbohidrat dan vitamin yang memenuhi kebutuhan nutrisi kepiting bakau. Keberadaan hormon Ecydson dari bayam juga mendukung proses moulting. Tubuh kepiting bakau yang berukuran 100 gram juga menjadi penyebab nilai SR yang tinggi, karena kepiting sudah cukup besar untuk mampu bertahan hidup.


Nilai kelulushidupan (SR) tertinggi pada kepiting bakau jingga (S. olivacea) adalah 100% dengan pemberian pakan alami berupa usus ayam dan apple snail meat. Hal ini dikarenakan S. olivacea yang sudah dewasa telah terpenuhi kebutuhan nutrisinya, tidak ada persaingan dalam memperoleh makanan dan manajemen kualitas air yang baik sehingga nilai SR menjadi tinggi. Pakan Artemia dan Rotifer belum memenuhi kebutuhan kepiting bakau meskipun kandungan proteinnya cukup tinggi.


Menurut Sucipto et al (2020), Artemia mengandung 57,70% protein sedangkan Rotifera mengandung 45,7 – 61,3% protein. Artemia dan Rotifer yang diperkaya dengan asam amino esensial seperti histidin untuk Rotifer, Leusin dan Triptopan untuk Artemia dapat meningkatkan produktivitas kepiting bakau, sehingga ada baiknya menambah beberapa asam amino tersebut untuk meningkatkan nilai SR kepiting bakau (Waiho et al., 2018).


Tabel nilai SR berdasarkan jenis pakan pada S. olivacea



Berdasarkan nilai SR yang didapatkan dari beberapa tabel tersebut, didapatkan beberapa kesimpulan. Rata-rata fase kepiting bakau hijau (S. paramamosain) adalah juvenil, kepiting bakau besar (S. serrata) adalah fase immature sedangkan kepiting bakau jingga (S. olivacea) ada yang pada fase juvenil dan immature. Perbedaan jenis pakan terhadap hasil SR sedikit banyak dipengaruhi oleh spesies, fase dan ukuran tubuh dari kepiting bakau.


Kepiting bakau dengan fase juvenil cenderung menyukai pakan alami hewani untuk menyokong kelulushidupannya sedangkan kepiting bakau dengan fase immature masih membutuhkan pakan alami hewani meskipun bisa dicampur dengan pakan buatan untuk mendukung kelulushidupannya.



Penulis: Aisah Nur Alifia

Profesi: Fresh Graduate

Instansi: Universitas Brwaijaya

Artikel lainnya

LensaMina 

Kampung Nelayan Modern

Minapoli

1092 hari lalu

  • verified icon2872
LensaMina 

Genjot Produksi dengan Teknologi “Bupati Kami”

Minapoli

1094 hari lalu

  • verified icon42630
LensaMina 

Limbah Ban Bekas untuk Budidaya Kerang Hijau

Minapoli

1099 hari lalu

  • verified icon26426