Pekerja Lokal sebagai Pondasi Akuakultur

| Wed, 10 Nov 2021 - 12:27

Indonesia merupakan salah satu produsen hasil perikanan budidaya (akuakultur) terbesar di dunia. Akuakultur akan dikembangkan menjadi leading sector dalam peningkatan ekonomi, penyerapan tenaga kerja dan peningkatan kesejahteraan nasional. Bahkan menurut Bapak Slamet Soebjakto, pada acara pembukaan 26th NACA Governing Council Meeting (GCM 26) di Bali,   “Pembangunan Indonesia menjadi Poros Maritim Dunia, akan menjadi peluang bagi sektor akuakultur untuk berperan dan memberikan kontribusi, sehingga mampu memberikan kontribusi nyata dalam pembangunan nasional”.


Akuakultur saat ini juga tidak hanya pada level tradisional, banyak perusahaan besar bahkan startup turut ambil bagian untuk memajukan perikanan budidaya.


Pada sektor usaha akuakultur level non tradisional (perusahaan), tenaga teknis di lapangan tentunya menjadi pondasi bagi kekuatan perusahaan. Tenaga teknis tersebut biasanya berupa teknisi lapangan dengan skill dan level pendidikan atau pengalaman tertentu, serta pemelihara ikan atau udang yang biasanya dikenal dengan sebutan Feeder, Anak Tambak (ANTAM), Pemelihara Ikan (PI), atau lainnya. Pemeliharan Ikan (PI) biasanya bertanggung jawab penuh atas pemberian pakan, menjaga wadah pemeliharaan dan lingkungan/lokasi budidaya, memantau secara rutin dan berkala kondisi ikan/udang yang dipelihara, serta melaporkan aktivitas harian kepada teknisi yang bertanggung jawab.




Biasanya penyerapan tenaga kerja untuk posisi ini tidak terlalu memberatkan pada rentang usia, tingkat pendidikan, serta skill dan pengalaman tertentu. Bahkan informasi lowongan untuk posisi ini biasanya hanya mengandalkan berita dari mulut ke mulut atau Word of Mouth (WOM). Perekrutan dengan metode seperti ini tentunya tidak membuka peluang untuk daya saing yang lebih tinggi, sehingga perusahaan/rekruiter kurang bebas memilih. Selain itu, posisi ini juga biasanya diisi oleh warga local sekitar unit lokasi budidaya. 


Perekrutan tersebut juga tidak terlepas dari adanya aturan yang ada di daerah. Dalam hal ini, kabupaten/kota mempunyai kewenangan untuk membuat peraturan daerah kabupaten/kota sebagaimana dijelaskan Pasal 22 ayat (1) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah dan penjelasannya. Perusahaan dalam merekrut karyawan atau tenaga kerja tentu juga terikat dengan aturan di daerah tersebut, di mana jika daerah bersangkutan menyatakan bahwa harus ada karyawan yang tergolong masyarakat lokal atau tenaga kerja lokal, maka perusahaan harus mematuhi aturan tersebut.


Yuk, ikuti juga: Kompetisi LensaMina, Membuka Cakrawala Akuakultur Indonesia


Penyerapan tenaga lokal oleh suatu perusahaan berdasarkan peraturan daerah biasanya sebanyak 30-70% dari total tenaga kerja. Akan tetapi, jika daerah tersebut tidak memiliki peraturan daerah yang dimaksud, maka tidak ada kekuatan hukum yang mengikat bagi perusahaan untuk diwajibkan memberdayakan putra daerah atau tenaga kerja lokal (hukumonline.com).


Perekrutan warga lokal tentunya memberikan kontribusi yang positif bagi perusahaan, diantaranya sebagai keamanan atau benteng terdepan. Warga local juga biasanya lebih memahami kondisi alam lokasi budidaya. Selain itu, pekerja lokal juga lebih mudah bersosialisasi dengan warga di sekitar lokasi budidaya karena adanya kesamaan bahasa yang digunakan sehari-hari.


Namun, selain kontribusi positif yang diberikan oleh PI local, rekruter dan perusahaan tetap perlu mempertimbangkan hal-hal berikut ini sebelum memenuhi kuota tenaga kerja local. Pertama yaitu tetap harus memiliki standar tertentu, misalnya standard pendidikan atau pengalaman. Standar pendidikan dan pengalaman yang terpenuhi tentunya akan mempermudah teknisi untuk menyampaikan SOP di lapangan. Selanjutnya yang perlu diperhatikan yaitu adanya peraturan perusahaan yang perlu dipatuhi misalnya hari libur dan jam kerja.


Kedisiplinan dalam hal hari libur dan jam kerja akan menimbulkan dampak nyata secara langsung pada proses budidaya. Perubahan kedisiplinan pekerja dalam jadwal harian maupun perencanaan dalam waktu tertentu juga akan mempengaruhi kebiasaan atau pola pemeliharaan ikan, misalnya waktu pemberian pakan yang berubah-ubah atau kanibalisme karena keterlambatan waktu grading. Warga lokal yang terbiasa bekerja mandiri biasanya tidak berpatokan pada jam kerja tertentu, serta dengan mudah untuk menentukan hari libur masing-masing. Penetapan jam kerja dan hari libur harus tegas dan dapat dipatuhi semua pekerja perusahaan agar visi dan misi perusahaan dapat tercapai.


Selain itu, hal yang perlu dipertimbangkan ialah komitmen untuk membangun dan maju bersama perusahaan. Kebanyakan pekerja pada level ini hanya berorientasi pada pendapatan, baik berupa gaji maupun bonus. Saat perusahaan mengalami sedikit penurunan, maka loyalitas juga ikut mengalami penurunan. Hal tersebut dapat terlihat dalam sikap yang menunjukkan ketidakpatuhan dan kelalaian pada pekerjaan, misalnya terlambat memberikan pakan, datang terlambat ke lokasi budidaya, serta sering pulang ke rumah di luar kesepakatan. Bahkan menurut Harya Candrasa dalam tesisnya yang berjudul “Desain Strategi untuk Meningkatkan Performa Perusahaan Menggunakan Pendekatan Retensi Karyawan dan Sikap Karyawan Studi Kasus PT Bahari Bahagia”, masalah kepatuhan tenaga kerja akan langsung mempengaruhi hasil usaha.


Dari hal-hal yang telah tertera di atas, maka dalam perekrutan tenaga lokal tidak hanya memberikan dampak positif, namun juga banyak hal yang perlu dipertimbangkan. Untuk meminimalisir hal-hal tersebut, dapat dilakukan dengan cara pendekatan emosional dan memberikan pelatihan tertentu baik teknis pekerjaan maupun pengembangan kepribadian.

---


Penulis: Ade Rahma

Profesi: Pembudidaya

Instansi: Mina Ceria

Artikel lainnya

LensaMina 

Sektor Akuakultur untuk Anak Muda Indonesia

Minapoli

1110 hari lalu

  • verified icon1886
LensaMina 

Awal Mula Mengenal Dunia Perikanan

Minapoli

1101 hari lalu

  • verified icon1902