Mengintip Pembudidaya Ikan Kerapu di Pulau Kelapa Dua Kabupaten Administratif Kepulauan Seribu di Masa PPKM
| Mon, 20 Sep 2021 - 14:24
Ikan kerapu merupakan komoditas akuakultur yang terkenal di Asia seperti China, Indonesia, Malaysia, dan Thailand. Komoditas ini merupakan salah satu makanan laut premium dengan permintaan tinggi di Asia. Saat ini usaha budidaya ikan kerapu telah berkembang hampir di seluruh kepulauan nusantara. Perairan Pulau Kelapa Dua, Kabupaten Administratif Kepulauan Seribu adalah salah satu wilayah yang memiliki kontribusi dalam produksi ikan kerapu nasional.
Usaha pembesaran ikan kerapu di daerah ini telah dilakukan sejak tahun 2000-an hingga sekarang. Terdapat 2 kelompok nelayan pembudidaya ikan (POKDAKAN) yang beranggotakan sekitar 20 orang nelayan pembudidaya. Jenis ikan kerapu yang dibudidayakan adalah jenis kerapu macan, dan dua jenis kerapu hybrid (hasil persilangan) yakni kerapu cantang dan kerapu cantik dengan sistem budidaya keramba jaring apung (KJA).
Pandemi COVID-19 yang melanda Indonesia sejak Maret 2020 dan belum menunjukan tanda-tanda akan berakhir sampai saat ini memaksa pemerintah untuk berupaya menekan penyebarannya. Salah satu upaya yang dilakukan adalah dengan pemberlakukan pembatasan kegiatan masyarakat atau PPKM. Pembatasan ini berdampak pada penurunan mobilitas warga, dan aktivitas ekonomi di wilayah. Saat ini jam operasional pedagang kreatif lapangan (PKL) dibatasi begitu juga di pasar-pasar rakyat, ada pembatasan jumlah pengunjung untuk mengantisipasi penyebaran COVID-19.
Hal ini juga berdampak terhadap kondisi ekonomi nelayan pembudidaya ikan kerapu di Pulau Kelapa Dua. Pasalnya, pembudidaya tidak dapat menjual hasil budidaya ikan kerapu tepat waktu dengan harga yang stabil, kondisi seperti ini tentu saja mendorong terjadinya penumpukan produksi, sedangkan pembudidaya harus tetap mengeluarkan biaya produksi untuk pakan ikan setiap harinya.
Beberapa nelayan pembudidaya menuturkan saat ini komoditas ikan kerapu hasil budidaya sulit dipasarkan dan kalaupun ada pembeli, mereka menawarkan harga lebih rendah, dengan penurunan sekitar 25-30% dari sebelumnya (Komunikasi pribadi, September 2021). Penurunan harga jual ini disebabkan rendahnya serapan oleh pengepul dan pedagang karena terjadi penurunan aktivitas pasar ikan, juga karena sebagian besar restoran-restoran seafood serapan ikan kerapu tidak beroperasi selama PPKM.
Yuk, ikuti juga: Kompetisi LensaMina, Membuka Cakrawala Akuakultur Indonesia
Pembudidaya yang memasuki masa panen mengalami dilema antara terpaksa menjual ikannya dengan harga yang lebih murah atau memperpanjang masa budidaya yang tentunya akan berdampak pada tambahan biaya pakan sehingga mengurangi potensi keuntungan. Selain itu, ukuran ikan di KJA yang semakin besar juga menjadi masalah bagi pembudidaya ikan yang berukuran lebih besar dari rata-rata ukuran permintaan pasar (ukuran konsumsi), akan semakin rendah harga jual per kilogramnya di pasar lokal.
Semakin besar ukuran ikan juga membuat wadah budidaya semakin padat karena bertambahnya bobot ikan, hal ini akan beresiko terhadap kesehatan ikan di KJA. Jika PPKM terus diperpanjang tentu saja pemasaran hasil budidaya ikan kerapu akan semakin berat bagi pembudidaya, keadaan ini makin memperparah kondisi ekonomi nelayan yang hanya tergantung pada hasil penjualan ikan kerapu yang dibudidayakan.
Harapannya pembudidaya dapat mengoptimalkan jejaring komunitas perikanan budidaya kepulauan Seribu dan juga agen-agen pengepul ikan kerapu melalui WAG untuk saling membantu dalam hal pemasaran hasil, dan juga agar pemerintah dapat ikut meningkatkan promosi ekspor produk perikanan Indonesia terutama komoditas kerapu, sehingga dapat lebih meningkatkan pemasaran hasil usaha pembudidaya, karena usaha budidaya ikan kerapu mempunyai prospek yang baik untuk meningkatkan taraf perekonomian masyarakat di Kepulauan Seribu.
Penulis: Inem Ode
Profesi: Dosen
Instansi: Universitas Darussalam Ambon