Lobster untuk NTB
| Thu, 21 Oct 2021 - 09:59
Siang itu di pinggiran pantai selatan sebuah teluk di Lombok Tengah, warga lokal sedang asyik menggunting kemudian melipat-lipat kertas bekas bungkus semen menjadi seperti kipas-kipasan lalu mengikatnya pada bagian tengah kemudian memasangkan tali untuk digantungkan di keramba jaring apung, dengan penuh semangat beberapa warga lainnya mengisi lampu minyak yang akan digunakan untuk menangkap benih lobster malam itu.
Bagi warga sepanjang garis pantai di Nusa Tenggara Barat kala itu lobster adalah berkah luar biasa yang terus diupayakan oleh warga dengan harapan mendapati jumlah yang cukup untuk menggantungkan hidup bahkan sedikit lebih tinggi berani bermimpi mewujudkan hal-hal yang selama ini menjadi hal yang hampir mustahil bagi mereka nelayan dan pembudidaya ikan.
“Sejak ada lobster saya bisa menyekolahkan anak saya di universitas negeri di Mataram, Bu,” ujar nelayan berusia setengah baya yang saya temui saat sedang melaksanakan tugas pendampingan di lapangan. Beliau juga bercerita, dari lobster kami bisa membangun rumah mereka yang dulunya hanya terbuat dari bedek, bahasa lokalnya untuk dinding bambu yang dianyam.
Secara ilmiah baby lobster ikut terbawa arus dari perairan utara indopasifik kemudian beruaya mengikuti arus hangat air laut, hingga pada fase menempel dan mencari shelter berupa karang, para baby lobster berada di sepanjang pantai selatan pulau Lombok. Berdasarkan beberapa penelitian oleh ahlinya di bidang ini, baby lobster ada yang menempel dan menemukan karang sebagai habitat barunya, ada juga yang masih melayang terbawa arus biasanya ilmuwan menyebut mereka “sink population spiny lobster”.
Baby lobster yang belum menempel pada karang atau shelter terbawa arus dan menempel pada alat tangkap yang dibuat secara tradisional oleh masyarakat nelayan, dan menurut beberapa penelitian peluang hidup baby lobster ini hanya sebesar 10%. Perairan selatan Indonesia, Nusa Tenggara Barat pada khususnya menjadi tempat singgah baby lobster semua adalah anugerah dan berkah yang sudah diatur oleh Tuhan YME sedemikian rupa, kita sebagai manusia menggunakannya untuk kepentingan hidup tentunya dengan tetap memperhatikan carrying capacity agar tidak over eksploitasi guna pengembangan sektor kelautan dan perikanan yang berkelanjutan.
Yuk, ikuti juga: Kompetisi LensaMina, Membuka Cakrawala Akuakultur Indonesia
Di saat luapan semangat masyarakat menangkap benih lobster sedang semarak, regulasi dan aturan berubah penangkapan benih lobster dilarang total, baik untuk tujuan ekspor maupun budidaya lokal. Simpang siur berita datang silih berganti di kampung nelayan pesisir selatan Pulau Lombok, membuat ketakutan yang merubah suasana riuh menjadi hening kembali ke sedia kala. Berita penangkapan beberapa oknum yang menjadi pengepul benih untuk tujuan ekspor membuat masyarakat semakin tercekat untuk menangkap berlian laut selatan ini.
Aturan yang diterbitkan oleh pemangku kepentingan kala itu bertujuan agar benih lobster di Perairan Indonesia tidak over eksploitasi serta pengembangan budidaya lobster di dalam negeri dapat berkembang secara optimal, dan pada kenyataanya di bisnis ini keuntungan besar itu menumpuk pada ujung rantai pemasaran yaitu di pengepul lokal maupun eksportir benih, untuk skala individu sendiri di masyarakat harga yang didapat tidaklah sefantastis harga jual di pasar Internasional.
Era kepemimpinan berganti, regulasi kembali berubah, keran penangkapan benih lobster kembali terbuka namun dengan beberapa pembatasan yang masih tetap berlaku salah satunya larangan tangkap untuk lobster yang sedang bertelur. Penangkapan baby lobster untuk keperluan budidaya maupun tujuan ekspor diperbolehkan asalkan memenuhi beberapa kriteria dan persyaratan pra-eksport. Awan mendung mulai berganti, cerahnya sinar mentari membuat semangat masyarakat nelayan kembali bersemi. Namun, tak berlangsung lama penyalahgunaan wewenang terjadi dan semua sepi kembali.
Kini dibawah kepemimpinan Menteri kelautan dan Perikanan yang baru Sakti Wahyu Trenggono dengan misi membawa “KKP reborn” dalam artian reborn terkait pelayanan, semangat kerja serta dalam kinerja, Penangkapan benih lobster diperbolehkan kembali untuk kepentingan budidaya, semangat menangkap dan membudidayakan lobster kembali menggeliat, keramba jaring apung milik warga kembali terisi bahkan kampung-kampung lobster dengan sendirinya mulai terbentuk ditambah lagi dengan adanya rangkulan dari pemerintah setempat untuk membentuk kawasan industri kampung lobster, salah satunya di Dusun Telong-Elong Kecamatan Jerowaru Kabupaten Lombok Timur.
Dengan ramainya industri budidaya lobster sektor pendukung lainnya turut bergairah, salah satunya pakan, pakan yang merupakan sektor hulu dari kegiatan budidaya pasokannya mulai banyak dan dengan cepat laku di pasar lelang hasil tangkapan, selain pakan dari ikan tangkapan segar, masyarakat juga menggunakan komoditas lainnya seperti keong sawah dan bekicot, dimana komoditas ini dahulunya memiliki nilai jual yang rendah di pasaran.
Jadi dengan adanya kebijakan baru ini memberikan harapan baru dari segala sektor, mulai dari penangkap benih, pensupply pakan lobster, pembudidaya lobster hingga beberapa penyedia prasarana budidaya lainnya misalnya bambu dan jaring pemeliharaan hingga restoran, rumah makan seafood serta perhotelan sebagai pengguna produk akhir budidaya lobster.
Kebijakan saat ini sudah dirasa sangat pas dan mengakomodir kebutuhan masyarakat dan diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat dari semua lini secara berkelanjutan. Bersama semarak peringatan HUT Kementerian Kelautan dan Perikanan dengan tema “Ekonomi Biru Untuk Indonesia” semoga Kementerian Kelautan dan Perikanan dapat terus maju dan berkembang bersama masyarakat kelautan dan perikanan guna mencapai ketahanan pangan dan mewujudkan sektor kelautan dan perikanan menjadi tumpuan bagi kebangkitan ekonomi bangsa.
---
Penulis: Afni Isriani
Profesi: ASN
Instansi: Balai Perikanan Budidaya Laut Lombok