Jukung HDPE Anti Tenggelam, Sarana Transportasi Budidaya Laut Zaman Now
| Mon, 09 Sep 2019 - 12:54
Pada hari Sabtu 4 Mei 2019, sebuah perahu jukung berwarna biru merapat di Bangsal, Lombok. Dari perahu jukung tersebut turunlah Budiprawira, Direktur PT. Gani Arta Dwitunggal, dan Ikhwan Arief, pengurus Wisata Bangsring Underwater. Di pantai telah menunggu wartawan, Dinas Kelautan Perikanan Lombok, Dinas Pariwisata Lombok, dan nelayan-nelayan yang penuh rasa ingin tahu.
Kedatangan perahu jukung ini di Lombok merupakan event yang unik, di mana ini merupakan kedua kalinya (yang pertama pada bulan April 2016) perahu jukung sukses dipakai menyeberangi selat Bali dan Selat Lombok. Penunggang jukung yakni tidak lain adalah produsen dari perahu jukung ini sendiri, yaitu Budiprawira, ditemani kawan lamanya Ikhwan Arief. Perahu jukung berangkat dari Pantai Bangsring, Banyuwangi tanggal 3 Mei untuk tujuan pembuktian ketahanan perahu jukung berbahan HDPE, yang terbukti sukses menyeberangi kedua selat yang dikenal memiliki arus cukup kencang.
Jukung HDPE Kurangi Penebangan Pohon
Sebelumnya, perlu dijelaskan dulu mengenai sejarah perahu jukung. Perahu jukung merupakan sarana transportasi air yang paling umum digunakan oleh nelayan Indonesia, di mana pada tahun 2010 tercatat bahwa setidaknya terdapat 350.000 buah perahu jukung tradisional berbahan kayu yang operasional di perairan nusantara. Dengan begitu banyaknya perahu jukung kayu yang operasional, faktor ramah lingkungan, kapasitas, dan keamanan perlu diperhatikan karena berhubungan langsung dengan produksi ikan nasional dan keselamatan nyawa dari nelayan.
Salah satu kendala dari perahu jukung tradisional berbahan kayu adalah bahannya yang terbuat dari kayu. Batang pohon besar yang utuh diceruk menjadi lambung dan dipasangi cadik pada sisi kiri dan kanannya menjadi sebuah perahu jukung kayu. Hal ini berdampak buruk bagi kelestarian hutan di Indonesia karena rata-rata perahu jukung kayu hanya mampu bertahan untuk 1-2 tahun, sedangkan pohon yang digunakan untuk membuatnya memerlukan waktu 20 hingga 40 tahun untuk tumbuh. Tidak hanya itu, perahu jukung kayu beresiko tenggelam pada saat nelayan melaut. Tidak jarang nelayan Indonesia di pesisir dan pulau-pulau kecil yang hilang setelah melaut, yang jumlahnya bisa mencapai ratusan orang dalam setahun.
Ketahanan bahan kayu yang mudah lapuk ini menjadi perhatian utama Budiprawira dalam mendesain perahu jukung. Setelah mempertimbangkan bahan-bahan lainnya seperti fiber, didapat bahwa High Density Polyethylene atau disebut juga HDPE memiliki ketahanan yang paling baik untuk sarana transportasi air.
Ketahanan Jukung yang Sudah Teruji
HDPE memiliki ketahanan terhadap benturan yang jauh lebih tinggi dibandingkan dengan kayu dan fiber, dan juga tahan korosi maupun lapuk dengan umur pakai 25 tahun. Oleh karena itulah diciptakan perahu jukung HDPE anti tenggelam dengan Merk Aquatec. Selain menggunakan bahan HDPE, perahu jukung yang didesain langsung oleh Budiprawira memiliki fitur anti tenggelam. Hal ini dimungkinkan karena lambung jukung HDPE terbuat dari pipa pelampung raksasa dengan diameter 63 cm dan panjang 9,8 m, dengan 3 buah sekat di dalamnya.
Pipa pelampung memiliki ketebalan 14 mm, dengan bagian dasar yang sering bergesekan dengan pasir memiliki ketebalan 28 mm, sehingga tahan terhadap benturan kecepatan sedang. Sistem pipa pelampung membuat daya apung dari perahu jukung HDPE berada di dalam pipa pelampung dan tidak bergantung pada ruang penumpang di atasnya, sehingga perahu jukung HDPE tidak dapat tenggelam sekalipun dalam cuaca buruk ataupun terbalik. Sekat dalam pipa pelampung memastikan perahu jukung HDPE tetap aman sekalipun apabila pelampung mengalami kerusakan. Perahu jukung HDPE anti tenggelam memiliki daya apung bersih 1.800 kg.
Perahu jukung HDPE anti tenggelam dilengkapi dengan 2 buah cadik pelampung berdiameter 22,5 cm. Cadik membuat perahu jukung HDPE memiliki lebar 5,5 m, sehingga sangat stabil dalam melaut. Berbekal pada teknologi tersebut, Budiprawira percaya diri untuk menguji sendiri ketahanannya. Perahu jukung HDPE kemudian dilengkapi dengan outboard engine 40pk x 2, remote steer, remote gas, remote maju-mundur, remote naik-turun mesin, serta GPS dan kompas. Perjalanan dari Bangsring Banyuwangi menuju Bangsal Lombok ditempuh hanya dalam waktu 7,5 jam saja: 4,5 jam perjalanan dari Bangsring Banyuwangi menuju Tulamben Bali untuk isi bensin, langsung dilanjut 3 jam perjalanan dari Tulamben Bali menuju Bangsal Lombok. Arus air laut mengalir dari timur ke barat sehingga selama perjalanan, jukung HDPE bergerak melawan arus.
Selama perjalanan tersebut pula, Budiprawira bersama Ikhwan Arief menghadapi ganasnya ombak besar yang mengakibatkan mesin mati satu. Untungnya dengan ketangguhan jukung HDPE, kendala-kendala tersebut dapat terlewati. Keberhasilan ini merupakan keberhasilan kedua sejak April 2016 (yang diuji oleh Budiprawira, Ikhwan Arief, beserta Andi Yuslim Patawari), di mana perahu jukung HDPE anti tenggelam telah memiliki banyak peningkatan sehingga memiliki kapasitas lebih besar dan lebih tangguh mengarungi lautan.
Budiprawira yakin perahu jukung HDPE buatannya akan memampukan nelayan untuk melaut hingga 4 mil, jauh melebihi kapasitas perahu kayu tradisional sehingga pantas disebut sebagai sarana transportasi nelayan zaman now.
Sumber : Info Akuakultur