
FARM 2025: Hadapi Isu Terkini dengan Kolaborasi Industri Udang dari Berbagai Lini
| Tue, 30 Sep 2025 - 13:16
Farmers Learning Club (FLC) dan Shrimp Club Indonesia (SCI) bekerja sama dengan Minapoli telah berhasil menggelar acara FARM 2025 dengan tema “Make Farmers Great Again” sebagai wadah untuk menguatkan kolaborasi para pelaku usaha budidaya udang di Indonesia.
Acara FARM 2025 diadakan pada tanggal 25 September 2025 di Swissôtel Jakarta PIK Avenue dan dihadiri oleh lebih dari 500 peserta yang berasal dari kalangan petambak udang, asosiasi/komunitas udang dan pendukung, perusahaan akuakultur, serta institusi pendidikan.
FARM 2025 hadir sebagai ruang diskusi dan berbagi insight untuk memajukan budidaya dan industri udang nasional dengan berbagai mata acara:
- Seminar dengan 8 pembicara yang berkompetensi di bidangnya
- Expo yang menampilkan 18 perusahaan akuakultur terdepan
- Networking session
Wadah Berkolaborasi untuk Industri Udang Nasional
Gerry Kamahara, Ketua Farmers Learning Club yang menjadi ruan rumah acara ini turut memberikan sambutan.
Gerry turut menggarisbawahi bahwa kondisi industri udang nasional saat ini memerlukan kolaborasi yang kuat dan kompak dari berbagai stakeholders, terutama setelah terkena imbas isu kualitas udang Indonesia di internasional.
“Sekarang bukan saat yang tepat untuk mengapitalisasi, tapi waktunya untuk berkolaborasi untuk meningkatkan value kita,” ujarnya.
Meningkatkan value ia tekankan pada proses budidaya yang lebih bertanggung jawab dari para pembudidaya udang serta pengaturan harga yang solutif dari para eksportir produk udang.
Terakhir, ia juga mengapresiasi kedatangan para pembudidaya dari berbagai daerah di Indonesia. Ia harap acara ini dapat menjadi tempat bagi para petambak udang untuk berkolaborasi dan mewujudkan budidaya udang nasional yang lebih unggul.
“Lebih dari 70% peserta acara ini adalah petambak. Selamat datang para petambak, acara ini free for the farmers, dan kami ingin acara ini jadi menjadi akses bagi para petambak mendapatkan insight yang berkualitas dan science-based untuk memajukan industri udang Indonesia.”
Pentingnya Hilirisasi Inovasi
Institusi pendidikan menjadi stakeholder penting yang mendukung budidaya udang, khususnya melalui hilirisasi riset. Salah satunya yaitu IPB University.
Arif Satria selaku rektor IPB University berkesempatan hadir dan memberikan sambutannya. Ia mengatakan bahwa salah satu patokan yang dapat diukur dari kemajuan ekonomi sebuah negara adalah tingkat inovasinya.
Tingkat inovasi tersebutlah yang menjadi titik penting peran institusi riset. Namun, Arif menekankan bahwa peran tersebut tentu harus sejalan dengan arah dan kebutuhan dari dunia industri.
“IPB University sendiri adalah institusi yang memiliki kompetensi riset pada budidaya udang, yang sekiranya juga sudah banyak dihasilkan, dan siap untuk menjadi R&D (Research & Development) untuk para petambak di Indonesia.”
Arif kemudian menjelaskan beberapa hasil inovasi riset untuk budidaya udang, seperti pengembangan probiotik, monitoring udang berbasis Artificial Intelligence, dan produk pakan.
KKP dalam Menghadapi Dinamika
TB. Haeru Rahayu selaku Direktur Jenderal Perikanan Budidaya, Kementerian Kelautan dan Perikanan menjelaskan sambutannya yang dirangkum dalam materi berjudul “Strategi KKP dalam Menghadapi Dinamika Industri Udang”.
Ia menjelaskan mengenai kondisi terkini industri udang serta berbagai permasalahan yang sedang dihadapi. Beberapa aspek kondisi yang ia sebutkan antara lain Tata Ruang, Ekonomi Global, Food Safety, Traceability, Animal Welfare, Best Practices, Efisiensi, Luas Lahan Budidaya, Produksi Udang Nasional, dan Posisi Udang Indonesia.
Salah satu poin yang Haeru highlight antara lain Food Safety. “Poin inilah yang sedang kita hadapi. Biasanya hanya antibiotik, namun saat ini kita menghadapi isu radioaktif. Banyak yang menanyakan ‘kenapa kok lama?’. Nah, setelah ditelusuri ternyata kasus ini tingkat kompleksitasnya tinggi dan pemerintah perlu berhati-hati dalam menarasikannya.”
Di akhir presentasi, ia menjelaskan beberapa strategi yang dapat dilakukan yaitu:
- Menyederhanakan aturan perizinan budidaya dan memastikan regulasi mendukung investasi
- Penyediaan akses kredit lunak atau skema pembiayaan petambak
- Pengembangan produk udang dengan nilai tambah
- Mendorong sertifikasi internasional
- Membuka pasar ekspor baru
- Dan lain-lain
Pencegahan Penyebaran Penyakit
Sesi presentasi pertama menghadirkan Founder & CEO Genics, Melony Sellars dan perwakilan dari IPB University sekaligus Panca Sukses Lestari, Dr. Yuni Puji Hastuti.
Melony menjelaskan materi mengenai berbagai metode penyebaran bibit penyakit di tambak serta pencegahannya. Salah satu yang paling Melony tekankan adalah pemilihan sumber benur yang baik.
“Pilih supplier benur yang tidak menggunakan polychaeta liar,” tegasnya. Ia menjelaskan bahwa polychaeta liar menjadi vektor patogen pada budidaya udang, seperti WSSV dan EHP.
Selain itu, ia juga menjelaskan bahwa munculnya suatu penyakit pada udang budidaya tidak terjadi akibat serangan 1 jenis patogen penyebab penyakit itu saja, melainkan infeksi silang dari berbagai patogen. Data yang Melony Paparkan menjelaskan bahwa suatu penyakit dapat disebabkan infeksi WSSV, IHHNV, dan EHP yang menyerang secara bersamaan.
Keseimbangan Plankton & Bakteri Menjadi Kunci
Dr. Yuni menjelaskan materi mengenai manajemen bakteri & plankton di lingkungan budidaya udang dengan fokus pada sistem Biocryptic.
“Sistem Biocryptic adalah sistem antara bakteri dan plankton yang saling memberikan energi atau nutrien, tidak bisa ditinggalkan, dan sangat berpengaruh pada ekosistem lingkungan tambak udang,” ujar Dr. Yuni.
Ia menjelaskan lebih lanjut bahwa sistem ini berpengaruh pada keseimbangan ekosistem tambak melalui berbagai siklus bahan organik maupun inorganik, seperti siklus nitrogen dan fosfor.
Lebih lanjut, Dr. Yuni menjelaskan bahwa terdapat beberapa jenis sifat mikroorganisme yang perlu dijaga dalam sistem biocryptic, seperti heterotrof, nitrifikasi, denitrifikasi, dan anti-Vibrio.
Satu hal yang ia tekankan dalam pemberian probiotik atau proses menjaga keseimbangan bakteri di tambak adalah diupayakan agar memakai ekstrak berupa bubuk.
“Please jangan pakai (bahan) yang cair, karena cair itu implementasinya sangat tidak aman. Bahan cair kalau kena oksigen sedikit sudah berubah aktivitasnya,” jelasnya.
Sudut Pandang Eksportir Udang
Alfred Herman selaku Vice President dari Bumi Menara Internusa (BMI) turut membuka sesi Seminar kedua FARM 2025. Sebagai pihak eksportir produk udang, ia menjelaskan mengenai daya saing udang Indonesia di pasar internasional.
Alfred menjelaskan persentase market share udang Indonesia pada pasar Amerika Serikat (AS), Eropa, dan Cina adalah 12%, 1,88%, dan 0,96% secara berturut-turut.
Ia juga menjelaskan mengenai ketatnya Quality Control (QC) produk udang yang akan dikirim ke Cina kepada para peserta Seminar yang sebagian besar adalah dari kalangan pembudidaya udang. Hal ini berkaitan agar para pembudidaya udang paham mengenai ciri-ciri udang yang baik dan lolos dikirim ke pasar Cina.
Beberapa ciri udang yang tidak bisa diterima oleh pasar Cina yakni:
- Pipi berwarna kuning
- Pipi berwarna hitam
- Soft shell
- Kepala pecah
- Scar shell
Alfred menekankan ketatnya pasar Cina yang sangat selektif akan kualitas produk udang. “Mereka benar-benar tahu dan bisa mengidentifikasikan,” tegasnya.
Alfred juga turut menanggapi isu terkini mengenai kandungan radioaktif pada udang Indonesia. Selaku eksportir, ia menjelaskan langkah mitigasi yang dilakukan di BMI adalah cek kandungan radioaktif pada udang yang diterima dari petambak sebelum masuk ke proses packing.
Di akhir presentasi, ia juga menjelaskan langkah yang harus dilakukan adalah melakukan white campaign dari seluruh stakeholder industri udang untuk mengembalikan kepercayaan pelanggan.
“Berita dari Amerika Serikat itu terdengar sampai ke end customer, nah, waktunya kita untuk berkolaborasi untuk menangani insiden ini.”
Larangan Antibiotik
Head of Technical R&D Central Proteina Prima (CPP), Dr. Heny Budi Utari, turut hadir dan memaparkan mengenai risiko penggunaan antibiotik serta larangannya pada berbagai negara tujuan ekspor.
Dr. Heny menjelaskan garis besar mengenai risiko penggunaan antibiotik yaitu:
- Kehilangan ekonomi & akses pasar
- Residu pada produk udang
- Antimicrobial Resistance (AMR)
- Disrupsi ekosistem air sekitar tambak
Penggunaan antibiotik dinilai sangat merugikan lanskap industri udang karena dapat menghilangkan akses market pada berbagai negara tujuan ekspor. Penutupan akses market tersebut tentu juga menimbulkan stigma dan penurunan kuota secara keseluruhan dari Indonesia.
Lanjutnya, Dr. Heny menjelaskan sekilas berbagai aturan pembatasan kandungan antibiotik dalam produk udang pada Eropa, Amerika Serikat, dan Jepang.
Ia juga menjelaskan mengenai risiko penggunaan antibiotik yang menyebabkan disrupsi pada ekosistem perairan sekitar tambak.
Stakeholders Udang Nasional Tegaskan Komitmen Budidaya tanpa Antibiotik
Budidaya Udang Ala Vietnam
Che Wen Wei selaku Sales Manager dari Uni President Vietnam memaparkan materi berjudul “Vietnam Shrimp Models and EHP Management”. Sesuai judulnya, ia menjelaskan tips budidaya udang ala petambak Vietnam.
Salah satu yang ia tekankan dalam pemaparannya yaitu melakukan siphon sebanyak 2-6 kali sehari serta mitigasi terhadap adanya jasad udang. Ia menjelaskan bahwa udang mati adalah “tempat bersarangnya penyakit”.
Selain itu, ia juga memperkenalkan metode siphon otomatis yang menyedot lumpur di dasar tambak dan membuang langsung ke outlet di sisi samping tambak.
Che Wen Wei juga menjelaskan metode untuk pengawasan penyakit udang yakni screening dengan PCR setiap 1-2 minggu, pengamatan feses udang setiap hari, dan cek kondisi hepatopankreas setiap 1 minggu sekali.
Strategi & Manajemen Pakan Udang
Albert Tacon selaku Shrimp Nutrition Expert dari Suri Tani Pemuka yang menjelaskan materi berjudul “Shrimp Feed Management”.
Albert menjelaskan beberapa aspek budidaya yang mendukung penyerapan pakan secara optimal yang akhirnya berpengaruh pada pertumbuhan.
Aspek yang sangat ia tekankan adalah kandungan oksigen dalam air. “Udang butuh oksigen untuk mencerna pakan. Oleh karena itu, kita harus menjaga kandungan oksigen tetap tinggi.”
Ia juga mengingatkan untuk secara rutin membersihkan lumpur dasar. Selain karena lumpur dasar mengandung banyak bahan organik yang akan menghabiskan oksigen, lumpur dasar juga akan cenderung menjadi sasaran udang yang lapar untuk dimakan.
“Udang yang sering memakan lumpur dasar akan terlihat dari isi perutnya, yaitu berwarna gelap. Berbeda dengan udang yang memakan pakan yang berwarna coklat lebih muda.”
Albert juga menjelaskan bahwa pengaturan waktu pemberian pakan sangat penting. Waktu pemberian pakan juga dapat didasarkan pada kandungan oksigen di tambak.
“Udang nggak makan 4-6 kali sehari, tapi secara terus menerus makan. Dan itu juga tergantung pada level kandungan oksigen di dalam tambak.”
Proses Mediasi Isu Udang Radioaktif
Ishartini selaku Kepala Badan Pengendalian dan Pengawasan Mutu Hasil Kelautan dan Perikanan (BPPMHKP) turut hadir sebagai focal point mediasi terkait isu udang radioaktif dengan Food & Drug Administration (FDA), badan yang bertanggung jawab memastikan keamanan pangan di Amerika Serikat (AS).
Sesi ini turut dimoderatori oleh Rully Setya Purnama, Direktur Eksekutif SCI, yang menanyakan mengenai progres terkini mediasi tersebut.
Ishartini menjelaskan secara kronologis dengan urutan sebagai berikut:
- Laporan masuk pada tanggal 19 Juli dari FDA yang memeriksa 5 kontainer berisi udang yang diduga mengandung cesium-137
- BPPMHKP kemudian bekerja sama dengan Badan Pengawas Tenaga Nuklir (Bapeten) dan membentuk joint mission untuk mengusut hal tersebut mulai dari hulunya
- Joint mission tersebut menemukan bahwa tambak sumber udang (hulu) tersebut yang berada di Pandeglang dan Lampung tidak ditemukan kontaminan radioaktif
- Kontaminan radioaktif tersebut kemudian terdeteksi berasal dari Unit Pengolahan Ikan (UPI). Diduga, kontaminan berasal dari besi tua
- Perusahaan UPI tersebut telah ditutup
- Karena membutuhkan kewenangan penanganan yang lebih kompleks, maka KKP meningkatkan menyerahkan kasus ini kepada Kementerian Koordinator Bidang Pangan (Kemenkopangan). Dari sini, kemudian dibentuk Satuan Tugas (Satgas) khusus.
- PT. Bahari Makmur Sejati (perusahaan eksportir yang mengirim kontainer berisi udang dengan kandungan radioaktif) juga telah didekontaminasi oleh Bapeten dan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN)
- Hingga kini, KKP (yang termasuk dalam Satgas khusus tersebut) masih terus mencoba berdiplomasi dengan FDA
Rully menjelaskan bahwa jawaban penjelasan tersebut masih belum menjawab kepastian yang diminta oleh pihak pembudidaya udang.
“Kami dari sisi petambak udang merasa khawatir dan belum puas. Dari teman-teman petambak dan asosiasi pendukung lainnya ingin sekali membantu Satgas. Apa saja yang kita perlu bantu? Sehingga bisa diselesaikan bersama-sama. Mohon jangan ragu, Ibu, untuk libatkan kami,” tegas Rully.
Kami sangat berharap pada Ibu sebagai lini terdepan dalam menangani kasus ini. Apa yang Ibu butuhkan, kami siap support. Karena jika kasus ini tidak bisa diselesaikan, maka tidak ada lagi petambak udang di indonesia, tidak ada lagi hatchery udang, tidak ada lagi pabrik pengolahan udang di Indonesia,” lanjut Rully.
Pada akhir sesi, pihak perwakilan BPPMHP pun melakukan rapat internal bersama para perwakilan SCI untuk membicarakan tuntutan tersebut lebih lanjut.
Regulasi Tambak Udang di Indonesia
Pembicara terakhir yang mengisi acara FARM 2025 adalah Prof. Andi Tamsil selaku Ketua SCI yang membawakan materi mengenai “Perizinan untuk Budidaya Udang”.
Perizinan adalah aspek penting yang perlu dibahas karena mempengaruhi tingkat investasi pada sektor budidaya udang. Oleh karena itu, perizinan perlu disederhanakan untuk mempermudah pengembangan tambak udang.
Andi menjelaskan bahwa dari total 28 dokumen perizinan untuk tambak udang, telah berhasil untuk disederhanakan menjadi 10 dokumen perizinan utama yang terdiri dari Perizinan Dasar dan Perizinan Perizinan Berusaha untuk Menunjang Kegiatan Usaha (PB UMKU).
Perizinan dasar antara lain:
- Izin PKKPR Darat
- Izin PKKPR Laut
- Izin Lingkungan (SPPL/UKL-UPL/Amdal)
- NIB
Perizinan PB UMKU antara lain:
- Izin Penggunaan Air Tanah
- Izin Penggunaan Air Laut
- Izin Penggunaan Air Permukaan
- Izin PBG & SLF
- Izin IUPTLS
- Sertifikat CBIB
Selengkapnya Perizinan Usaha Tambak Udang
Pada akhir sesi presentasi, Prof. Andi menjelaskan bahwa SCI secara aktif terus melakukan advokasi dan pendampingan bagi permasalahan yang dihadapi oleh petambak, seperti perizinan, akses pasar, hingga petisi subsidi & antidumping.