Dukung Ekonomi Biru, KKP Dorong Riset Olahan Rumput Laut Nirlimba
| Mon, 26 Jul 2021 - 15:23
Indonesia merupakan salah satu negara eksportir rumput laut terbesar dunia. Komoditas tersebut menjadi salah satu andalan utamanya. Namun demikian, perlu dikembangkan pengolahan rumput laut untuk menghasilkan nilai tambah.
Agar keberkelanjutan dan kelestarian lingkungan tetap terjaga, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), melalui Badan Riset dan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan (BRSDM), telah melakukan riset pengolahan rumput laut tanpa limbah.
Data menyebutkan, pada 2018 Indonesia menjadi pengekspor rumput laut tertinggi dunia sebesar 192,28 ton, yang didominasi jenis Eucheuma cottonii. Indonesia masuk dalam jajaran produsen utama rumput laut dunia, menguasai lebih dari 80 persen supply share, utamanya untuk tujuan ekspor ke Tiongkok.
Pada 2019 jumlahnya meningkat lagi menjadi 209,24 ribu ton. Produksi rumput laut di Indonesia bertambah setiap tahunnya.
Baca juga: Peran Rumput Laut sebagai Penjaga Bumi dari Perubahan Iklim
“Luar biasa sekali! Tapi nanti kita pasti akan ditanya bagaimana dengan added value nya? Ya ini yang harus kita pikirkan dan kita kembangkan supaya pemanfaatannya semaksimal mungkin bisa dinikmati rakyat Indonesia.
Ini semua menjadi tantangan bagi kita, para peneliti, para saintis, agar bagaimana semua jenis rumput laut yang tumbuh di Indonesia ini mampu diarahkan untuk menjadi produk-produk yang memberi kemanfaatan untuk kita semua,” ujar Kepala BRSDM Sjarief Widjaja pada Live Webinar Pengolahan Produk bertema Industri Rumput Laut Nir Limbah, Kamis (22/7/2021), yang diselenggarakan oleh Balai Besar Riset Pengolahan Produk dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan (BBRP2BKP) BRSDM.
Rumput laut tersebut ada yang diolah menjadi produk kosmetik, farmasi, makanan, bumbu, agar-agar, puding, jelly, dan pangan fungsional lainnya. Upaya pengolahan tersebut, menurut Sjarief, harus dipikirkan agar bisa menghasilkan produk yang memberi kemanfaatan tinggi dan tidak menghasilkan limbah yang akhirnya dapat menjadi masalah baru bagi industri dan lingkungan sekitarnya.
Limbah pengolahan rumput laut Gracilaria dan Cottonii dalam negeri menghasilkan limbah cair sebanyak 8.174.150 m3 dan limbah padat 62.506 ton per tahun. Limbah ini harus dimanfaatkan, sehingga sejalan dengan blue economy yang dikembangkan Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono, yang menjadi arah pembangunan sektor kelautan dan perikanan.
Potensi pemanfaatan limbah cair antara lain daur ulang dan pupuk cair, sedangkan limbah padat dapat menjadi bahan baku keramik, particle board, pupuk, bata ringan, dan sebagainya.
Baca juga: ARLI: Bali Bisa Bangkitkan Kembali Rumput Lau
Untuk itu BBRP2BKP telah melakukan riset terkait pengolahan rumput laut tanpa limbah dan menjalin sejumlah kerja sama. Salah satu kerja sama dilakukan dengan satu sebuah perusahaan di Pandaan, Jawa timur, untuk mengembangkan instalasi pengolahan limbah cair dan padat.
“Ini suatu terobosan yang baik, yang mana peluang ini harus terus dikembangkan, sehingga pada akhirnya nanti kita akan mengatakan kepada Indonesia bahwa hasil-hasil riset inovasi dari Balai Besar Riset Pengolahan Produk dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan memberikan sumbangsih secara nyata bagi pembangunan Indonesia.
Kita bisa mengurangi ekspor rumput laut bahan mentah, kita bisa langsung mendorong terjadinya proses pengolahan rumput laut ini di Indonesia, memberikan nilai tambah sekaligus bisa menghasilkan produk samping berupa pengolahan limbah padat dan cair dari industri tersebut yang masih bisa dimanfaatkan,” pungkas Sjarief.
Sementara itu, Kepala BBRP2BKP, Hedi Indra Januar mengatakan, pemanfaatan rumput laut saat ini sudah sangat berkembang.
Namun perlu disosialisasikan pemanfaatan rumput laut tersebut berdasarkan hasil-hasil riset yang sudah teruji secara laboratorium, untuk itu perlu dihilirisasikan sehingga masyarakat bisa merasakan manfaat hasil riset tersebut.
Beberapa pemanfaatan rumput laut hasil riset BBRP2BKP di antaranya rumput laut merah jenis Eucheuma cottonii untuk produk pangan seperti olahan refined karaginan untuk produk pangan seperti jelly, pudding, permen jelly; ATC untuk gel pengharum ruangan; agar untuk jelly dan bakto agar untuk media mikrobiologi.
Baca juga: Cara Memilih Bibit Rumput Laut Berkualitas Baik
Rumput laut coklat untuk pangan seperti alginat untuk minuman dan bahan prebiotik; pada produk nonpangan: alginat sebagai bahan pengental untuk batik, dan untuk farmasi seperti fukoidan sebagai obat herbal terstandar (OHT) untuk anti tukak lambung dan imunomodulator.
Sedangkan pemanfaatan rumput laut hijau untuk pangan fungsional dari Ulva dan Caulerpa yang berkhasiat sebagai antidiabetes dan antikanker dan imunostimulan
"Rumput laut tidak hanya dapat dimanfaatkan sebagai bahan pangan tetapi juga dapat dimanfaatkan sebagai biostimulan tanaman. Limbah proses ekstraksi rumput laut masih dapat digunakan sebagai bahan baku biostimulan.
Adanya kandungan makro, mikro nutrien dan zat pemacu tumbuh seperti auksin, sitokinin dan giberelin maka rumput laut dapat digunakan sebagai biostimulan untuk meningkatkan produksi tanaman. Kelebihan rumput laut dan limbahnya sebagai biostimulan adalah ramah lingkungan dan dapat menumbuh kembangkan mikroorganisme penyubur tanah,” tambahnya.
Sebagai informasi, webinar ini menghadirkan narasumber para peneliti dari BBRP2BKP, yaitu Subaryono dengan materi Potensi Bahan Baku dan Pengembangannya; Ellya Sinurat dengan materi Pemanfaatan Rumput Laut pada Pangan, Non Pangan, dan Kesehatan; serta Jamal Basmal dengan materi Pemanfaatan Limbah Rumput Laut. Bertindak sebagai moderator adalah peneliti utama BBRP2BKP Bagus Sediadi Bandol Utomo.