• Home
  • Infomina
  • Digitalisasi Pasca-panen: Pembawa Perubahan untuk Akuakultur India

Digitalisasi Pasca-panen: Pembawa Perubahan untuk Akuakultur India

| Tue, 21 Sep 2021 - 14:40

Artikel ini berjudul asli Post-harvest digitisation: a game-changer for Indian aquaculture yang dimuat pertama kali oleh The Fish Site


Meskipun India merupakan produsen akuakultur terbesar kedua di dunia dengan jumlah produksi 15 juta ton per tahun, tetapi industri akuakultur India masih terkendala oleh rantai pasok yang tidak transparan dan tidak efisien.


Ini lah saat yang tepat untuk menghubungkan pembudidaya dan pembeli melalui teknologi, dan membuat rantai nilai yang lebih kuat dan menyejahterakan. 


Sebanyak 95 persen udang yang diproduksi di negara India ditujukan untuk pasar ekspor, berbeda dengan produksi ikan yang justru hampir seluruhnya dikonsumsi di dalam negeri. Sebagian besar petambak udang bergantung kepada tengkulak mengenai harga jual, penentuan kualitas, dan penjualannya itu sendiri, karena mereka tidak memiliki akses langsung ke unit pengolahan. Aturan mainnya, tengkulak berperan dalam mendikte harga berdasarkan permintaan dari eksportir atau pengolahan, dan dia bisa meminta petambak untuk memanen udang pada waktu-waktu tertentu.


Sementara itu, para pembudidaya ikan sering menghadapi situasi yang lebih sulit karena sebagian besar produknya untuk konsumsi di dalam negeri, yang artinya harus bergantung pada rantai nilai pasca-panen yang rumit dari kolam hingga ke pasar-pasar lokal, serta kurangnya transparansi harga dan akses ke pasar ritel. Sehingga pembudidaya ikan biasanya menjual ikan mereka di pasar lokal dengan keuntungan yang tipis.


Baca juga: KKP Kembangkan Sistem Rantai Dingin dan Logistik


Yang menjadi kelemahan bagi pembudidaya ikan adalah kurangnya pengetahuan mereka tentang harga, juga kurangnya pemahaman tentang permintaan dan dinamika pasar. Selain itu, cara pembudidaya melakukan  usahanya juga membuat mereka lebih rentan terhadap sekecil apapun fluktuasi harga di pasaran.


Di sisi lain, pabrik pengolahan, eksportir, dan ritel juga tidak berdaya dalam menghadapi rantai nilai yang tidak efisien ini. Ketergantungan mereka terhadap konsumen lokal untuk memenuhi kebutuhan pengadaan bahan baku, membuat mereka ada dalam situasi yang sulit.


Tantangan terbesarnya adalah, baik produsen maupun pembeli tidak berperan secara langsung dalam mengintervensi proses pasca-panen. Dengan kata lain, tidak ada proses perencanaan permintaan dan penawaran bahan baku. Hal ini justru ditentukan oleh tengkulak melalui jaringan distribusi yang berlapis-lapis.


Saat ini diketahui bahwa tantangan tersebut berkaitan dengan kurangnya agregasi data pra-panen. Sehingga kebutuhan untuk membangun suatu solusi berbasis teknologi yang dapat menjembatani kesenjangan antara pembudidaya dan pembeli, dapat mendorong partisipasi aktif dari kedua belah pihak. Pembuatan platform tersebut akan meningkatkan transparansi pasar secara substansial dengan menghitung ketersediaan ikan dan permintaannya di pasar secara real-time, di setiap area pembeli dan pembudidaya berada.


Baca juga: Peran Startup di Sektor Akuakultur


Sebagaimana aplikasi Aquaconnect mampu mengumpulkan data produksi perikanan secara keseluruhan, kami memanfaatkan kecerdasan data ini untuk membangun platform pasca-panen digital, yang disebut AquaBazaar. Platform ini membuat pasar lebih transparan dan mampu menghubungkan secara langsung antara pembudidaya dan pembeli produk perikanan dengan sistem ketertelusuran (traceability) yang lengkap. 



AquaBazaar yang akan dirilis secara komersil di akhir tahun ini, dapat menghubungkan pembudidaya dan pembeli secara langsung dengan keterbukaan harga.


AquaBazaar memungkinkan para pembudidaya untuk memasukkan spesifikasi ikan mereka secara detail, seperti spesies, ukuran, jumlah, hingga tanggal rencana pemanenan. Hal ini memungkinkan mereka dapat menarik calon pembeli yang potensial di sekitarnya. Ini tidak hanya dapat memberdayakan pembudidaya dengan menawarkan permintaan dengan harga yang transparan, tetapi juga memberi mereka pilihan untuk memilih pembeli di wilayah mereka, merencanakan panen mereka, mengevaluasi kondisi pasar, dan tentu saja mendapatkan harga yang terbaik, karena platform ini menyediakan layanan yang lengkap mengenai ketertelusurannya.


Proses seperti ini juga bisa menjadi keuntungan bagi pembeli, karena akan mengarahkan mereka ke sumber produksi yang berkelanjutan (ukuran yang diperlukan, standar kuantitas dan kualitas), menghitung ketersediaan ikan di wilayahnya, serta perencanaan logistik dan pengadaan melalui ketertelusuran hasil panen yang lengkap. 


Pendekatan seperti ini seharusnya bisa membawa perubahan, karena dapat memecahkan masalah informasi yang tidak berimbang dan saluran distribusi yang tidak efektif. Selain itu, transaksinya yang berbasis platform juga dapat meningkatkan kredibilitas dan membantu pemangku kepentingan seperti bank dan perusahaan asuransi mengevaluasi risiko dan memvalidasi profil pembudidaya dengan lebih baik, sehingga memungkinkan mereka untuk memperluas layanannya. 


Baca juga: Upaya Aruna Gairahkan Konsumsi Ikan Lewat Teknologi


Selain itu, optimalisasi AquaBazaar dengan menggunakan pembelajaran mesin (machine-learning) akan meningkatkan efektivitas rantai pasca-panen. Platform yang berbasis kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI) ini juga dapat membantu calon pembeli dalam memperkirakan pasokan untuk minggu dan bulan berikutnya berdasarkan wilayahnya. Ini juga akan membantu pabrik pengolahan dan pembeli untuk merencanakan bisnisnya secara strategis dan merampingkan bisnisnya secara terukur.


Menerapkan teknologi seperti itu agar sesuai bagi 5 juta pembudidaya memang menjadi tugas yang sangat berat, tetapi sangat mungkin dilakukan melalui kolaborasi erat dari berbagai pemangku kepentingan kunci. Antara lain pembudidaya, koperasi, pabrik pengolahan, bank, dan pemerintahan terkait seperti MPEDA (Marine Product Export Development Authority) dan SEAI (Seafood Exporters Association of India).


Rantai pasok tradisional biasanya akan resisten terhadap platform digital seperti itu, karena mereka mendisrupsi sistem yang sudah ada. Namun, penerapan platform digital membutuhkan banyak pembelajaran dan pendampingan. Oleh karena itu, masih diperlukan waktu untuk membuat intervensi digital ini dapat diandalkan dan dipercaya oleh para pembudidaya dan pembeli dalam hal penanganannya, penghitungan kuantitas dan kualitas, serta pembayaran dan sistem logistiknya.


Platform AquaBazaar kini hampir selesai dikerjakan, dan saat ini sedang menggandeng mitra potensial untuk dijadikan proyek percontohan sambil menargetkan peluncurannya secara komersial sebelum akhir tahun ini. 


*Aquaconnect adalah bagian dari portofolio investasi Hatch, tetapi The Fish Site tetap memiliki independensi editorial 

---


Penulis: Rajamanohar Somasundaram (Founder dan CEO Aquaconnect)

Artikel lainnya