BPBAT Jambi Siap Pasok Benih Patin 2,2 Juta Ekor/Tahun
| Wed, 17 Jul 2019 - 13:56
Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) melalui Ditjen Perikanan Budidaya pada tahun 2019 komitmen meningkatkan produksi patin melalui pengembangan budidaya ke masyarakat. Guna mempermudah kelompok pembudidaya (pokdakan) mendapat benih patin berkualitas, Ditjen Perikanan Budidaya juga mendorong Balai Perikanan Budidaya Air Tawar (BPBAT) Jambi memproduksi calon induk maupun benih patin sebanyak 2,2 juta ekor/tahun.
Dirjen Perikanan Budidaya KKP, Slamet Soebjakto mengatakan, benih patin dan benih ikan air tawar lainnya seperti nila dan mas yang diproduksi BPBAT Jambi sudah siap didistribusikan ke masyarakat. “Benih dan calon induk ikan air tawar seperti patin, mas dan nila itu akan didistribusikan ke seluruh kawasan Sumatera, seperti Lampung, Sumatera Selatan, Sumatera Barat, Riau, Aceh, dan Jambi,” papar Slamet, saat kunjungan kerja bersama Komis IV DPR RI, di BPBAT Jambi, Senin (15/7).
Menurut Slamet, selain patin, BPBAT Jambi juga bisa memproduksi benih dan calon induk nila sebanyak 2 juta ekor/tahun. Balai air tawar tersebut juga mampu memproduksi benih dan calon induk ikan mas sebanyak 1,2 juta ekor/tahun.
UPT yang berada di bawah Ditjen Perikanan Budidaya ini juga dikenal sebagai tempat produksi calon induk dan benih ikan seperti nila, baik nila merah maupun JICA atau nila Jepang, dan gurame. Bahkan, BPBAT Jambi mampu memproduksi calon induk dan benih ikan spesifik lokal seperti jelawat, nilem, semah dan ikan hias seperti botia, arwana Jambi dan super red, maupun ikan Sumatera.
Slamet juga mengungkapkan, untuk mendukung pengembangan UPT tersebut, Ditjen Perikanan Budidaya saat ini sedang mempersiapkan pembangunan instalasi milik BPBAT Jambi di Kabupaten Dharmasraya Sumatera Barat (Sumbar) seluas 30 hektar (ha) dan di Kabupaten Musirawas Sumatera Selatan seluas 40,9 hektar (ha). Pembangunan instalasi ini diharapkan bisa mendorong BPBAT Jambi dalam meningkatkan produksi perikanan budidaya.
“Kalau produksi benih maupun calon induk meningkat, masyarakat akan semakin mudah melakukan budidaya dan pada akhirnya produksi perikanan budidaya ke depan meningkat,” kata Slamet.
Menurut Slamet, mendekatkan sentra pembenihan ke sentra pembesaran memiliki arti yang sangat strategis, karena akan mampu mempercepat distribusi benih ikan dan menurunkan biaya angkut atau pengirimannya. Melalui pendekatan tersebut, biaya produksi pembudidaya bisa ditekan dan pendapatan masyarakat pun meningkat.
Slamet juga berpesan kepada penerima bantuan agar bantuan-bantuan dapat dimanfaatkan dengan maksimal. Sehingga, hasilnya benar-benar dapat dirasakan dan mampu meningkatkan kesejahteraan mereka.
“Kalau bantuan yang kami berikan dimanfaatkan dengan benar dan sesuai aturan, kami yakin bantuan ini akan mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara signifikan. Sebagai contoh, bantuan pakan mandiri jika dimanfaatkan dengan benar, maka akan menurunkan biaya produksi hingga 30-40%. Hal ini akan menjadi faktor pengungkit meningkatnya pendapatan pembudidaya,” tegas Slamet.
Pabrik Pakan Mandiri
Selain memproduksi benih dan calon induk ikan air tawar, BPBAT Jambi juga memiliki pabrik pakan mandiri dengan kapasitas 1 ton/jam. Sehingga, target produksi pabrik pakan mandiri dari BPBAT Jambi pada tahun 2019 ini sebanyak 140 ton.
“Sebagian produksi pakan mandiri tersebut akan diperuntukkan kepada masyarakat. Dengan adanya bantuan-bantuan seperti pakan mandiri, benih ikan, budidaya ikan minapadi dan bioflok maupun bantuan lainnya dampaknya telah nyata dapat dirasakan,” kata Slamet.
Berkat bantuan pakan mandiri dan benih ikan, pendapatan rata-rata pembudidaya mengalami kenaikan dari Rp 3,03 juta/bulan pada tahun 2017 menjadi Rp 3,39 juta/bulan pada tahun 2018, atau naik 8,9%. “Angka ini menunjukkan bahwa pendapatan pembudidaya ikan jauh lebih besar dibandingkan dengan UMR nasional sebesar Rp 2,26 juta,” ujar Slamet.
Slamet juga menjelaskan, Nilai Tukar Pembudidaya Ikan (NTPi) sebagai indikator daya saing pembudidaya ikan juga terus naik menjadi 102 pada Juni 2019 lalu. Angka di atas 100 ini menunjukkan pendapatan pembudidaya ikan lebih besar dari pengeluarannya.
Data BPS juga menyebutkan, nilai tukar usaha pembudidaya ikan (NTUPi) pada Juni 2019 lalu, jauh di atas angka 100 yaitu mencapai 114.60. Artinya, prospek usaha perikanan budidaya semakin membaik dan efisien.
Menurut Slamet, produksi perikanan budidaya pada triwulan I tahun 2019 naik 3,03% atau sebesar 4,65 juta ton, dibandingkan dengan periode yang sama tahun 2018 sebesar 4,56 juta ton. Sementara itu, dalam periode yang sama produksi perikanan tangkap hanya mencapai 1,9 juta ton. Artinya produksi perikanan budidaya sudah mendahului di atas produksi perikanan tangkap.
“Meski begitu, pembangunan perikanan budidaya akan terus ditingkatkan seiring dengan naiknya target produksi sebagai konsekuensi atas semakin meningkatnya kebutuhan pangan berbasis protein hewani terutama ikan,” pungkas Slamet.
Sumber : Tabloid Sinar Tani