Aplikasi RDF pada Sistem RAS Lele
| Mon, 10 Apr 2023 - 15:18
Penggunaan teknologi RDF dalam sistem RAS pada budidaya lele meringankan kerja filter biologis sehingga ikan fokus untuk makan dan tumbuh karena lingkungannya nyaman. Endapan kotoran hasil ekskresi (proses pembuangan sisa metabolisme) ikan dan sisa pakan merupakan salah satu hal yang memicu timbulnya penyakit pada ikan.
Hingga saat ini teknologi kian berkembang untuk menangani masalah tersebut, dari mulai konstruksi kolam hingga saat ini penerapan teknologi Resirculating Aquaculture System (RAS) terus dikembangkan. Kembali lagi tujuannya adalah agar endapan kotoran tersebut bisa terbuang dan ikan sehat serta tumbuh maksimal.
Hal tersebut diungkapkan oleh Helmy Taufik S selaku pemilik usaha Jabbar Farm yang mengaplikasikan sistem RAS dalam budidaya ikannya. “Apabila endapan kotoran memumpuk pada media budidaya berjam-jam, dampaknya kualitas air budidaya akan menurun dan menyebabkan timbulnya serangan penyakit,” terangnya saat diwawancarai TROBOS Aqua disela-sela waktunya.
Artikel terkait: Ikan Lele: Budidaya Lele Semakin Untung dengan Bioflok dan RAS
Aplikasi RDF
Hingga saat ini, ia katakan, penerapan sistam RAS kian digemari oleh para pelaku usaha perikanan. Pasalnya, dengan penerapan sistem pengelolaan air yang terkontrol ini bisa memaksimalkan jumlah tebaran ikan dalam media pemeliharaan serta menjaga kualitas air lebih optimal. Sehingga ikan dapat tumbuh lebih cepat dan biaya operasional bisa ditekan, dan berujung pada profit yang diperoleh.
Seperti yang disampaikan sebelumnya, dimana endapan kotoran ikan jika tidak dibuang akan berakibat fatal, terlebih lagi pada sistem RAS yang masih menggunakan filter mekanis berupa busa-busa untuk menyaring kotoran berat. Sama saja menimbun racun dan seolah-olah menyalakan bom waktu yang kapan saja bisa meledak dan kemudian penyakit datang menyerang ikan.
Saat ini sedang dikembangkan, Lanjutnya, dan diaplikasikan penggunaan Rotary Drum Filter (RDF) pada budidaya ikan konsumsi seperti lele baik pembenihan maupun pembesaran. “RDF adalah mesin filter pemisah antara kotoran yang kasar atau memiliki massa jenis besar dengan yang lebih halus,” jelasnya.
Lanjutnya, dan penerapan RDF ini pada umumnya sudah banyak diaplikasikan oleh para hobiis ikan koi dengan mengimpor RDF negara tetangga seperti China, Malaysia, dan Jerman.
Penggunaan RDF ini, sambungnya, sudah banyak diterapkan oleh pelaku usaha ikan di luar negeri. Namun untuk di dalam negeri sendiri penggunaan RDF masih asing, terlebih lagi penggunaan RDF hanya dipandang sebagian orang sebelah mata. Karena nilainya yang cukup merogoh kocek lebih dalam, banyak beranggapan bahwa penerapan RDF ini kurang bermanfaat.
Tak main-main, Ia lanjutkan, harga RDF yang diimpor harganya bisa mencapai puluhan juta rupiah per unit, atau bahkan bisa mencapai ratusan juta untuk yang ukurannya besar. Hal inilah yang mendasari dan menginspirasi bahwa sebenarnya RDF ini bisa dirakit dan dibuat di dalam negeri. Maka dari itu mulailah berbagai uji coba dan pembuatannya.
Baca juga: Tips Menjaga Kualitas Air pada Budidaya Ikan Lele dengan Probiotik Unggulan Agar Hasil Panen Meningkat
Cara Kerja RDF
RDF ini akan memudahkan pelaku usaha ataupun hobiis dalam mengontrol air dan membuang kotoran dasar. Secara teknis kerjanya, air media budidaya dialirkan dan disaring melalui RDF kemudian dialirkan kembali ke bak filter biologis. Setelah itu air didistribusikan kembali ke kolam-kolam budidaya dalam keadaan yang lebih bersih.
“Hingga saat ini sudah sampai ke generasi ke tiga. Jadi jadi generasi RDF yang pernah dibuat pertama kalinya dilakukan evaluasi dan perbaikan-perbaikan. Hingga pada akirnya generasi ketiga inilah yang cukup banyak diminati pasar,” beber Helmi sore itu.
Untuk RDF yang diproduksi sendiri ini, Sambungnya, memiliki berbagai kelebihan. Diantaranya daya listriknya yang rendah hanya 100 watt, dan memiliki sensor otomatis untuk membuang kotoran berat secara berkala. Dan tentunya jika dibandingkan dengan produk impor harganya jauh sekali, dimana berkisar Rp 9 – Rp 16 juta per unit tergantung kapasitasnya.
“Dengan dibanderol harga tersebut, banyak hobiis koi dan beberapa Dinas Perikanan mau membeli serta mengaplikasikannya. Karena lebih terjangkau dan fungsinya yang bermanfaat untuk menjaga kualitas air budidaya, dan juga jadi model percontohan,”ucapnya.
Namun melihat animonya, Ia katakan, untuk budidaya ikan konsumsi penggunaan RDF masih kurang diminati karena banyak beranggapan hanya dengan kolam terpal dan sistem konvesional saja sudah menghasilkan. Namun pada kenyataanya, hanya mengandalkan pola usaha konvensional maka hasil produksi para pembenih lele masih tergolong rendah.
Seputar ikan lele: Pakan Ikan Lele Cepat Besar: Jenis, Kebutuhan Nutrisi, dan Cara Pembuatan
Hasil uji coba
“Hingga saat ini aplikasi RDF pada sistem RAS pembenihan lele dirasakan banyak sekali kelebihannya, pertama adalah benih yang dihasilkan sehat, jauh dari penyakit, sehingga dapat tumbuh maksimal serta pertumbuhannya jadi lebih singkat,” beber Pria yang berasal dari Bandung, Jawa Barat (Jabar).
Helmi terangkan lebih gamblang, bahwa dengan penerapan sistem RAS dan penggunaan RDF pada pembenihan hingga pembesaran dapat mempertahankan tingkat kelangsungan hidup yang cukup tinggi.
Pada 1 Maret 2021 lalu pemijahan lele dilakukan sebanyak 5 pasang, dan setelah 10 harinya disortir dan dihitung hasilnya 260 ribuan ekor. Setelah dipelihara pada awal Juni 2021 lalu panen sekitar 30 ton lele ukuran konsumsi size (ukuran) 7 - 8 ekor per kilogram (kg).
Yang artinya, tingkat kelangsungan hidupnya (survival rate/SR) cukup tinggi. Dimana dalam 30 ton jika dikalikan 8 ekor per kg hasilnya 240 ribu ekor benih lele. Dimana ada selisih dari tebar awal sekitar 260 ribu benih lele. Sehingga nilai SR nya sekitar 95 % dari tebar awal dan angka tersebut diperoleh dari awal pembenihan hingga pembesaran.
Tak sampai disana nilai Food Convertion Ratio (FCR) diperoleh sekitar 0,8 yang berarti, untuk menghasilkan 1 kg daging lele diperlukan 0,8 kg pakan.
Selain membuang endapan kotoran dasar dan membuat ikan nyaman, kegunaan mesin RDF lainnya adalah meringankan kerja filter biologis sehingga peran bakteri dalam menekan amoniak akan lebih maksimal, dan menjaga kualitas air stabil serta jauh dari serangan bakteri.
“Jadi selama pemeliharan ikan fokus untuk makan dan tumbuh karena lingkungannya nyaman,” kata Helmi. Imbuh Helmi, harapannya semoga dengan penerapan RAS ini bisa membuka mata para pembudidaya. Dimana perkembangan teknologi tidak dapat dipungkiri, walaupun investasi awalnya memang cukup besar, namun hasil yang diperoleh pun juga menguntungkan.
Tak hanya untuk komoditas lele saja, aplikasi teknologi ini pun bisa dicoba ke beberapa komoditas yang banyak diminati masyarakat dalam negeri. Seperti nila merah, gurami dan lainnya sehingga dengan demikian pembudidaya dapat lebih meningkatkan produksinya.
Lebih daripada itu semua, dengan penerapan sistem budidaya yang bersih lokasinya tidak kotor-kotoran serta panas-panasan, akan membuat anak muda jaman sekarang berangan-angan atau memiliki cita-cita menjadi pembudidaya. Bahwa budidaya ikan merupakan usaha yang menjanjikan dan prosektif apalagi jika dikelola dengan teknologi budidaya yang mendukung.
Informasi lainnya: Jenis Penyakit Ikan Lele dan Cara Mengobatinya
Artikel ini pertama kali dipublikasikan oleh Trobos Aqua. Ketepatan informasi yang terdapat di dalamnya di luar tanggung jawab Minapoli.