Usia 39 Tahun, Esti Jadi Profesor Termuda di Unmul, Ciptakan 4 Produk Obat Ikan dari Tanaman Lokal Kaltim
| Thu, 03 Dec 2020 - 09:06
Esti Handayani Hardi, resmi menyandang gelar profesor di Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan Universitas Mulawarman ( Unmul) Samarinda, Kalimantan Timur dengan usia termuda, 39 tahun sepanjang sejarah Unmul.
Esti dikukuhkan sebagai guru besar oleh Rektor Unmul, Prof Masjaya, setelah memberikan orasi ilmiah di Lantai Empat Gedung Rektorat, Unmul, Jalan Gunung Kelua, Samarinda, Selasa (25/2/2020). Prof Esti berhasil menyelesaikan risetnya tentang "Pengembangan Akuakultur Ramah Lingkungan Berbasis Tanaman Lokal Kalimantan Timur" tahun 2019.
Baca juga: Mengenal Jamu Ikan Buatan Guru Besar Unmul, Obat Berizin KKP Pertama dari 100 Persen Bahan Alami
"Dia menjadi profesor termuda, setelah sebelumnya ada yang usia 40 tahun gelar profesor di Unmul," kata Masjaya dalam sambutannya, Selasa. Baca juga: Mengenal Rangga Sasana Sekjen Sunda Empire, Lahir di Brebes dan Dikenal Sebagai Profesor Tahun 1998-2020 Prof Esti menyelesaikan gelar strata satu di Universitas Diponegoro, Semarang, Jawa Tengah dengan konsentrasi ilmu budidaya perairan.
Kemudian, Esti melanjutkan gelar magister di Institut Pertanian Bogor tahun 2002-2003 dengan konsentrasi ilmu air dan gelar doktor program pertanian Bogor dengan konsentrasi ilmu akuakultur tahun 2008-2010.
"Saya 11 tahun di Unmul meriset penelitian saya hingga dapat gelar profesor," kata Prof Esti kepada Kompas.com usai pengukuhan di Lantai Empat Gedung Rektorat Unmul, Selasa. Esti mengatakan, semua tahapan menuju profesor telah dia jalani mulai dari penelitian, penulisan artikel, hingga mengajar.
Dapatkan produk Bioperkasa DISINI!
Sejak 2012, Esti meneliti soal produk obat ikan. Menurutnya, ada tantangan yang menarik. Di satu sisi, pemerintah memberi imbauan kepada masyarakat konsumsi ikan. Namun, sisi lain tak ada yang memberi jaminan kandungan dalam ikan sehat untuk tubuh. "Hampir tidak ada yang memastikan itu," jelas perempuan kelahiran Lampung tahun 1980 ini.
Selain itu, pemerintah juga melarang pengunaan obat kimia, namun tak ada ketersediaan obat-obatan herbal yang memadai. Alasan tersebut mendorong dirinya meneliti obat-obatan herbal berbasis tanaman lokal bagi ikan. Awalnya, Esti meneliti 21 jenis tanaman di Kaltim. Namun, hasil riset hanya tiga tanaman yang mengandung unsur memenuhi obat ikan.
Di antaranya, ekstrak temu kunci (Boesenbergia pandurata), ekstrak terung asam (Solanum ferox) dan lempuyang (Zingiber zerumbet) serta pakan tambahan berbasis terung asam untuk ikan air tawar.
Baca juga: KKP Permudah Pelayanan Perizinan Pakan dan Obat Ikan
"Dari tiga bahan baku ini sudah diolah jadi empat produk yang sudah dipatenkan dan kini telah dipasarkan di pasar dokumestik," jelas Prof Esti. Keempat produk tersebut di antaranya, bioimun dan three in one (3 in 1) merupakan obat antibakteri dan immunostimukan untuk ikan, produk Biofeed sebagai bahan pakan ikan dan Biostesi untuk mengurangi ikan stres dan lainnya. Saat ini, keempat produk ini masih di produksi dengan skala kecil di Fakultas Kelautan dan Perikanan Unmul.
Sementara pasar sudah menyebar ke Jawa Tengah, Gorontalo, dan lainnya. "Saya ingin ke depan Unmul punya pabrik sendiri yang lebih besar untuk produk ini. Jadi ada income buat Unmul," kata Prof Esti. Suaminya, Sahid Agung Riyadi (38) lulusan D3 Hiperkes dan Keselamatan Kerja, Fakultas Kedokteran di Solo.
Kini, suaminya bekerja di perusahaan swasta tambang nikel Sulawesi Tenggara, Sulawesi Tengah dan Papua. "Dia merelakan banyak waktu buat penelitian. Harus mengorbankan waktu buat anak-anak.
Tapi bagi saya, karena istri saya hobi di dunia intelektual maka saya berikan kebebasan dia berpikir supaya lebih leluasa menitih karier," ungkap Sahid. "Karena ketika kebebasan berpikirnya dibatasi maka kariernya akan berhenti. Biarlah dia bebas berpikir," sambung Sahid
Sumber: Kompas Samarinda