Udang Galah: Lebih Singkat dengan Biofloc

| Mon, 04 Jul 2022 - 09:42

Biofloc merupakan kumpulan atau akumulasi bakteri (floc = akumulasi bakteri, red) dalam bentuk gumpalan. Biofloc bukan barang baru. Sejak beberapa tahun terakhir biofloc dipakai petambak udang vannamei dan windu. Di sana biofloc mengubah amonia asal sisa pakan dan kotoran menjadi nitrat, 100 kali lipat lebih efisien daripada alga.


Menurut Ir Coco Kokarkin, MSc, PhD, kepala Balai Budidaya Air Payau Ujung Batee di Nanggroe Aceh Darussalam, biofloc penting karena tanpa itu bakteri memiliki daya rombak kecil dan mudah terbuang. “Bila bergerombol kemampuan kerja bakteri lebih kuat,” kata Coco.


Biofloc juga dapat menjadi sumber pakan udang selain pelet. Pakan yang cukup itu membuat pertumbuhan udang cepat dan seragam dengan tingkat kelulusan hidup tinggi. Itu pula yang tersaji dari riset Dasu. Berselang 72 hari sejak penebaran bibit ia dapat menjaring 510 – 540 tokolan berbobot 5 g/ekor dari kolam berukuran 5 m x 3 m berkedalaman 1 m. Jumlah itu diperoleh dari penebaran awal 600 bibit berbobot masing-masing 1 g. Di sini tingkat kelulusan hidup mencapai 85 – 90%; normal 77,22 – 80% (98 hari).


Baca juga: High Technology and High Density in Semi-biofloc Shrimp Farming


Bakteri fotosintesis

Bakteri biofloc dipilih khusus. Rahmat memakai bakteri fotoheterotrop atau bakteri fotosintesis sebagai populasi utama biofloc, yakni sebesar 75%. Sisanya terdiri dari organisme kemoheterotrop seperti protozoa, fungi, dan kelompok bakteri lain seperti azotobacter, azomonas, azotococcus, clostridium, enterobacter, escherichia, dan bacillus.


Bakteri heterotrop terdiri atas keluarga fotorodobacterium seperti Rhodovulum sulfidophilum, Rhodopseudomonas palutris, R. acidophila, dan R. rhenobacensis. Masing-masing bakteri itu tersedia di perairan tawar di tanahair dengan kadar protein tinggi. Rhodovulum sulfidophilum, misalnya, mengandung 62,30% protein kasar dari bobot kering. Pun R. palutris segar berkadar protein 40% dari bobot kering atau 5,82% dari bobot basah.


Berdasarkan penelitian Dasu, udang galah hanya mampu menyerap 25% protein dari pakan pelet. Sisanya terbuang menjadi limbah. “Protein yang tinggi akan menghasilkan amonia yang tinggi sebagai hasil sekresi udang dan mineralisasi bakteri,” kata alumnus Akuakultur dari Institut Pertanian Bogor itu.


Organisme lain dalam biofloc dapat berperan sebagai pembunuh bakteri patogen. Menurut Dasu bakteri yang masuk ke dalam saluran pencernaan dapat meningkatkan mikroflora sehingga memperlancar metabolisme. Namun, “Bakteri itu harus tahan hidup pada kondisi asam di lambung udang dengan pH 2,” ucap Dasu. Meskipun tersedia di perairan biofloc dapat dibuat dengan cara lain. Dasu, misalnya, mengambil bakteri dari produk probiotik di pasaran. Pada kasus ini perlu dicermati kandungan bakteri yang ada. “Intinya harus terdapat bakteri heterotrop,” kata Dasu.


Baca juga: Penggunaan Probiotik dalam Budidaya Udang

Sumber karbon

Selain jenis bakteri, ada beberapa syarat yang perlu dipenuhi agar tercipta biofloc. Syarat itu antara lain kebersihan kolam, ketersediaan silikat, sumber karbon, dan aerasi. Agar bakteri patogen tidak menumpang dalam biofloc, kolam terlebih dulu disterilisasi memakai kaporit CaOCl sebanyak 30 g/ton air. Pada ruang terbuka kaporit menjadi netral dalam waktu sepekan. Di ruang tertutup kaporit dapat hilang setelah air kolam diberi tiosulfat Na2S2O3 sebanyak 1/3 dari dosis kaporit. Saat bau kaporit hilang, udang siap dibenamkan ke dalam kolam.


Padat tebar tokolan perlu diatur: 40 ekor/m2. Pakan diberikan 3 kali sehari setiap pukul 07.00, 12.00, dan 17.00 WIB. Selama ini ketersediaan nutrisi bagi bakteri hanya mengandalkan nitrogen dari amonia. Padahal nitrogen tidak cukup mendorong tumbuh dan berkembang biaknya bakteri. “Bakteri perlu juga karbon untuk tumbuh dan berlipat ganda setiap 2 jam,” ucap Dasu.


Sejatinya perbandingan C/N di lingkungan sekitar 0 – 1. Namun, bakteri heterotrop membutuhkan perbandingan C/N sekitar 10. Sebab itu ketersediaan karbon yang dapat menaikkan nilai C/N dipenuhi dengan pemberian molase atau tepung tapioka setiap pukul 09.00 WIB. Dosis molase sama dengan jumlah total pakan per hari, yakni 100 g; tapioka sebanyak 75 g yang diencerkan dalam 10 l air. Setelah tersedia nitrogen dan sumber karbon, bakteri dimasukkan sebanyak 10 – 20 ml/ton air.


Penambahan sumber karbon tidak serta-merta membuat bakteri membentuk floc. “Butuh ion-ion positif untuk mengikat bakteri itu seperti silikat dan kalsium,” ucap Dasu. Silikat, misalnya, diberikan sebanyak 1 ppm untuk volume kolam 20 ton air. Penambahan silikat diabaikan bila air kolam telah mengandung ion-ion positif. Kolam yang mengandung ion positif biasanya terletak di dekat gunung kapur seperti di Pelabuhan Ratu, Sukabumi, Jawa Barat. Selang seminggu setelah diberi tambahan ion positif biasanya biofloc dapat terbentuk. Meski bergerombol biofloc tidak kasat mata sehingga perlu mikroskop untuk melihatnya.


Baca juga: Peran Genetik dalam Mendukung Peningkatan Produksi Udang Nasional


Aerasi

Kelangsungan hidup biofloc itu dipengaruhi ketersediaan oksigen terlarut. Maklum, tanpa aerasi bakteri hanya mengendap di pinggiran kolam dan lama kelamaan mati. Idealnya ketersediaan oksigen terlarut di atas 3 ppm. Untuk mencapai angka itu mutlak dilakukan aerasi. Untuk kolam seluas 15 m2 Rahmat memakai pipa berlubang yang tersambung pada blower berkekuatan 85 w. Kekuatan aerasi diatur 1 – 10 w/m3


Ketinggian air kolam diatur 1 m supaya cahaya matahari dapat menembus sampai ke dasar. Maklum, cahaya dibutuhkan bakteri sebagai sumber energi saat mengambil karbon dari senyawa organik. “Suhu dipertahankan 27 – 31o0C supaya pertumbuhan keduanya baik udang dan biofloc maksimal,” kata Dasu yang kini tengah menyiapkan biofloc pada pembesaran tokolan hingga ukuran konsumsi, bobot 30 g/ekor itu.


 

Artikel ini pertama kali dipublikasikan oleh Trubus Online. Ketepatan informasi dan efektivitas metode budidaya yang terdapat di dalamnya di luar tanggung jawab Minapoli.



Artikel lainnya