Pentingnya Biosekuriti Tambak Udang
| Wed, 27 Mar 2019 - 07:02
Mencegah lebih baik dari pada mengobati. Peribahasa lama ini tampaknya selalu relevan digunakan dalam segala hal. Tidak terkecuali dalam bertambak udang. Pencegahan merupakan cara terbaik untuk meminimalkan risiko selama produksi.
Perkembangan penelitian untuk udang berfokus pada 3 aspek, yakni penyakit, substitusi pakan, dan genetik. Yang paling mendesak diantara ketiganya adalah mengenai penyakit. Salah satu pencegahan penyebaran penyakit udang dapat dilakukan dengan menerapkan sistem biosekuriti.
Pada dasarnya, biosekuriti merupakan serangkaian proses dan tindakan untuk mencegah introduksi penyakit ke dalam suatu tempat. Cakupannya sendiri sangat beragam, mulai dari farm, kolam atau tambak, hamparan wilayah, hingga teritorial suatu negara.
Dalam konteks tambak, biosekuriti dapat diartikan sebagai upaya pencegahan masuknya penyakit ke dalam tambak. Atau pencegahan kontaminasi dari satu lokasi tambak yang terinfeksi ke lokasi yang masih free(bebas) penyakit.
Penerapan biosekuriti di tambak merupakan suatu keharusan bagi petambak jika ingin memitigasi risiko kegagalan dalam berbudiya. Baik untuk tambak skala tradisional apalagi tambak intensif wajib menerapkan biosekuriti.
Penerapan biosekuriti di tambak menyesuaikan dengan kondisi dan skala yang ada di tambak, semakin sederhana atau skalanya semakin kecil biosekuriti yang diaplikasikan juga semakin sederhana. Sebaliknya dalam budidaya udang yang intensif penerapan biosekuriti lebih ketat.
Baca juga: FAO Pilih Indonesia Sebagai Lokasi Percontohan Perbaikan Tata Kelola Biosekuriti Perikanan Budidaya
Menambah Biaya
Penerapan biosekuriti di tambak tidak lepas dari aspek komponen biaya yang harus ditambahkan dalam proses produksi budidaya udang. Untuk tambak dengan skala tradisional tentu tidak biaya yang diperlukan untuk aplikasi di tambak jauh lebih kecil ketimbang tambak intensif. Tapi sebisa mungkin petambak di berbagai level baik tradisional, semi intensif, dan intensif menerapkan biosekuriti di tambak.
Hitungan minimalnya komponen biaya yang perlu ditambahkan untuk aplikasi biosekuriti sekitar Rp 4.000 per kg udang yang diproduksi. Hitungan biaya yang dikeluarkan tersebut untuk treatment (perlakuan) air di tambak. Diantaranya untuk pembelian probiotik atau bahan-bahan kimia lainnya untuk pengelolaan air di tambak. Angka ini sebetulnya masih masuk untuk margin budidaya udang yang mencapai 100 %.
Kalau dikalkulasikan ke dalam komponen Harga Pokok Produksi (HPP) udang yang rata-rata sekitar Rp 35 - 45 ribu per kg, dengan harga jual sekitar Rp 80 - 90 ribu per kg tergantung size (ukuran). Penambahan biaya untuk treatment air dalam hal ini bagian dari pengaplikasian biosekuriti sebesar Rp 4.000 per kg udang, masih masuk dalam hitungan. Sekalipun penambahan biaya ini mengurangi margin petambak namun dari sisi proteksi kegagalan tentu nilai ini tidak sebanding.
Ketimbang harus mengambil risiko kegagalan dan menghilangkan margin yang sangat besar, tentu akan lebih bijak jika petambak mengurangi marginnya untuk meningkatkan potensi kegagalan melalui aplikasi biosekuriti di tambak. Membangun pagar masuknya penyakit di tambak dengan aplikais biosekuriti ini memang tidak murah, tapi paling tidak ini adalah cara yang paling baik untuk mencegah kegagalan produksi udang di tambak.
Sekaligus upaya untuk menjaga sustainability (keberlanjutan) usaha budidaya udang di tambak. Istilahnya mengurangi sedikit keuntungan untuk memperoleh keuntungan terus menerus dengan keberlanjutan usaha budidaya udang.
Baca juga: Cegah Penyakit, KKP Larang Penggunaan Induk Udang Asal Tambak
Aplikasi Biosekuriti
Ada beberapa aspek yang perlu menjadi perhatian dalam penerapan biosekuriti ditambak. Antara lain pada bagian input yang meliputi benur, pakan, air, probiotik dan input lainnya. Dalam hal ini penggunaan benur yang SPF (Specific Pathogen Free) menjadi sangat penting untuk menjadi perhatian, dengan penggunaan benur yang berkualitas menjadi benteng awal upaya pencegahan udang terinfeksi penyakit.
Air juga menjadi aspek yang sangat penting untuk diperhatikan, kondisi kualitas air di tambak harus betul-betul diperhatikan antara lain dengan melakukan pengecekan parameter kualitas air secara berkala. Termasuk juga dengan penggunaan probiotik untuk meningkatkan kuliatas air sekaligus daya tahan udang. Semua komponen input produksi tersebut menjadi bagian dari aplikasi biosekuriti di tambak yang wajib diperhatikan.
Selain input produksi budidaya yang harus diperhatikan pada biosekuriti adalah aksesibilitas tambak. Seperti keluar masuk kendaraan, manusia, dan hewan lainnya. Keterbukaan tambak seperti pada umumnya di Indonesia membuat carrier penyakit bisa dibawa oleh siapa saja ke dalam lokasi buidaya. Dari sisi aksesibilitas penerapan biosekuriti dilakukan juga dengan pemasangan alat penghalau burung atau waring agar tidak ada burung yang masuk ke tambak, karena dikhawatirkan dapat menjadi pembawa penyakit dari luar.
Selain burung, kepiting juga dibatasi agar tidak sampai masuk ke tambak diantaranya dengan pemasangan crab fanbs. Aksesibilitas keluar masuk orang di tambak juga harus diperhatikan dengan penggunaan disinfektan terlebih dahulu sebelum masuk ke tambak. Karena bisa saja patogen dibawa berbarengan dengan masuknya orang, kendaraan, atau hewan ke tambak, karena itu sebisa mungkin aplikasi biosekuriti yang ketat mampu menanggulangi introduksi penyakit ke tambak.
Baca juga: Pengelolan Air di Tambak
Pengelolaan Air
Pengelolaan air merupakan bagian dari aspek biosekuriti yang amat penting, karena sesungguhnya berbudidaya merupakan seni mengelola air. Kalau kualitas airnya sudah baik tentu budidayanya akan berjalan dengan lancar dan tentunya udang juga aman dari penyakit. Bagian dari biosekuriti di tambak, pengelolaan air yang masuk dan keluar di tambak menjadi hal yang wajib. Baik untuk petambak skala tardisional, semi intensif, intensif atau bahkan supra intensif.
Pengelolaan air yang umumnya dilakukan petambak yakni dengan menyediakan tandon. Pengendapan adalah proses fisik yang harus dilakukan sebelum air dimasukan media budidaya. Pada treatment air, selain dengan metode fisikal, perlu juga dengan menggunakan metode chemical seperti penggunaan chlorine, untuk mematikan bakteri dan patogen yang ada di air. Treatment air dengan metodi biologis menggunakan ikan dan tanaman air juga dapat dilakukan untuk memastikan kualitas air yang digunakan sebagai media budidaya dalam kondisi yang baik.
Selain mengelola air yang masuk, petambak juga wajib mengelola buangan air yang keluar dari tambak. Karena selama ini bungan air yang keluar dari tambak tidak terlalu diperhatikan, padahal ini penting untuk menjaga kondisi lingkungan. Jika buangan air yang dikeluarkan sangat buruk, lama kelamaan beban pencemar yang dibuang tidak mampu lagi di recovery, dan mampu menyebabkan outbreak penyakit di tambak, karena air yang digunakan kembali di tambak sudah terkontaminasi.
Efek jangka panjangnya pada suistanibility tambak, jika lingkungan budidaya sudah tercemar maka petambak tidak bisa lagi berbudidaya di areal tersebut. Hal ini yang belakangan ini banyak terjadi, tambak yang sudah tidak layak ditinggalkan begitu saja dan menjadi mangkrak di beberapa daerah sentra produksi budidaya udang.
Baca juga: KKP Intensifkan Sosialisasi Pencegahan Penyakit EMS
Penyakit di Tambak
Salah satu penyakit yang kini marak ditambak yakni WFD (White Feces Disease), jika ternyata bisoekuriti tak mampu menangkal masuknya penyakit di tambak, mau tidak mau pengobatan menjadi langkah selanjutnya. Untuk penelitian terbaru saat ini tengah dikembangkan, pemanfaatan potensial herbal untuk mengatasi WFD di tambak. Karena hingga saat ini belum diketahui secara pasti agen pembawa penyakitnya belum diketahui apakah bakteri, protozoa, atau kombinasi keduanya.
Treatment untuk mengatasi WFD di tambak dengan penggunaan herbal dapat juga diaplikasikan. Namun jika penyebaran WFD tak dapat ditangani lagi dan telah membuat FCR (Feeding Convertion Rate) bengkak, maka langkah yang harus dilakukan diantaranya dengan panen dini.
Lain lagi dengan white spot untuk penyakit ini biasa dapat ditanggulangi dengan pemberian probiotik. Tapi lagi-lagi prinsipnya adalah lebih baik mencegah daripada mengobati. Jadi terapkanlah biosekuriti yang baik di tambsk dan hadang penyakit masuk.
Oleh : Dr. Sukenda, Pakar Kesehatan Ikan
Depertemen Budidaya Perairan
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
Institut Pertanian Bogor
Tentang Minapoli
Minapoli merupakan marketplace++ akuakultur no. 1 di Indonesia dan juga sebagai platform jaringan informasi dan bisnis perikanan budidaya terintegrasi, sehingga pembudidaya dapat menemukan seluruh kebutuhan budidaya disini. Platform ini hadir untuk berkontribusi dan menjadi salah satu solusi dalam perkembangan industri perikanan budidaya. Bentuk dukungan Minapoli untuk industri akuakultur adalah dengan menghadirkan tiga fitur utama yang dapat digunakan oleh seluruh pelaku budidaya yaitu Pasarmina, Infomina, dan Eventmina.