Pengembangan Marikultur Berbasis Masyarakat

| Mon, 14 Mar 2022 - 15:23

Agar menjadi industri yang kuat didukung kebijakan pemerintah, investasi dari pelaku usaha dan sentuhan iptek dari akademisi (perguruan tinggi)

 

Penulis berpandangan ada beberapa langkah penting yang harus dieksekusi oleh Pemerintah Indonesia untuk membangun marikultur Indonesia yang berdaya saing. Pertama, pengembangan inovasi berbasis iptek (ilmu pengetahuan dan teknologi) guna membangun marikultur Indonesia agar berdaya saing harus memperhatikan dari segi kualitas, kuantitas (jumlah), food safety dan bisnis marikultur yang berkelanjutan. 


Kualitas sangat dibutuhkan produk marikultur agar dapat bersaing dengan produk negara lain di pasar dunia. Sementara, tanpa kuantitas produksi yang meningkat dari tahun ke tahun, industri marikultur Indonesia tidak akan dapat memaksimalkan potensi yang dimilikinya, yaitu sebesar 100 juta ton/tahun. Ketika industri marikultur Indonesia mampu memaksimalkan potensi marikultur yang dimilikinya sudah dipastikan dapat bersaing di pasar dunia sebagai penyuplai pangan seiring pertambahan jumlah penduduk dunia di masa depan. 


Baca juga: Budidaya Ikan Kakap di Keramba Jaring Apung (KJA)


Populasi penduduk dunia pada 2050 diperkirakan mencapai 9 miliar (Norwegian Seafood Federation, 2011) tentunya kebutuhan akan pangan yang aman (food safety) bergizi, sehat dan mencerdaskan akan meningkat. Sehingga, produk marikultur Indonesia dituntut mampu menghadirkan pangan yang sehat, bergizi dan memiliki lisensi keamanan pangan (food safety) yang diakui dunia. 

 

Di sisi lain, pemerintah sudah harus mampu menyediakan areal potensial untuk kegiatan marikultur. Tentunya hal tersebut dapat terwujud jika pemerintah telah memiliki rencana tata ruang terkait areal marikultur Indonesia yang seluas 12,12 juta hektar. Rencana tata ruang memiliki peran penting agar kegiatan marikultur dapat berlangsung sepanjang tahun, kerusakan lingkungan dapat diminimalisir serta menghindari konflik pemanfaatan ruang yang dapat terjadi dikemudian hari.

 

Oleh karena itu, pengembangan marikultur di Indonesia haruslah berwawasan lingkungan yang berkelanjutan. Sehingga kebijakan pengembangan marikultur Indonesia harus dibagi ke dalam tiga aspek, yaitu aspek sosial, aspek finansial dan aspek lingkungan. 

  

Kedua, pemerintah harus dapat mengkolaborasikan segala bentuk kepentingan stakeholders yang terdiri dari kementerian terkait, akademisi (perguruan tinggi), industri dan masyarakat. Yakni, dalam satu tujuan yang sama (visi) dan dituangkan ke dalam kerangka kerja yang berkelanjutan dengan menghilangkan egos sentris masing-masing. Artinya membangun marikultur tidak hanya untuk 5 atau 10 tahun mendatang, namun untuk seterusnya sampai kiamat datang. 


Baca juga: Tahap Pembesaran untuk Ikan Kerapu Macan di KJA

 

 Ketiga, disamping memiliki potensi sumberdaya alam di bidang marikultur, Indonesia juga memiliki potensi sumber daya manusia (SDM) yang dapat dimaksimalkan guna mendukung kegiatan marikultur sebagai sebuah industri besar di masa depan. Namun kenyataannya SDM marikultur Indonesia saat ini sangat tertinggal jauh dengan negara lain, dimana sebagian besar masih menggunakan teknologi sangat tradisional. 

 

Keempat, peningkatan sarana dan prasarana serta infrastruktur pendukung kegiatan marikultur menjadi pekerjaan rumah berikutnya yang harus diselesaikan saat ini juga. Diantaranya, wadah budidaya berupa keramba jaring apung (KJA) HDPE terbilang masih sangat mahal (1 unit KJA yang terdiri 4 lubang senilai Rp 100 juta). Sehingga, saat ini kebanyakan pembudidaya di Indonesia masih menggunakan KJA dari bahan kayu ataupun bambu dan masih sedikit menggunakan bahan HDPE. Tentu pemerintah harus mampu menjalin kerjasama dengan pengusaha agar KJA HDPE dapat diakses masyarakat dengan harga yang lebih terjangkau. 

  

Kemudian, harga pakan ikan terbilang masih mahal sekali. Pemerintah harus dapat mengembangkan inovasi pembuatan pakan ikan yang berkualitas di dalam negeri agar harga pakan ikan dapat ditekan. Ketiga, infrastruktur wilayah/lokasi pengembangan marikultur harus menjadi perhatian pemerintah. Karena jika infrastruktur wilayah tidak mendukung seperti buruknya kondisi dan kualitas jalan, jembatan dan pelabuhan tentu berdampak terhadap biaya input produksi, seperti biaya pakan, benih dan BBM, akan menjadi mahal.

  

Kelima, pengembangan hatchery ikan laut yang terintegrasi. Sebelum membangun fasilitas hatchery ikan laut, pemerintah terlebih dahulu menentukan wilayah-wilayah mana di Indonesia yang dapat dijadikan areal pengembangan marikultur di masa depan. Tentu harus berdasarkan kajian akademik yang mendalam. Selanjutnya wilayah yang akan dijadikan pusat pengembangan marikultur harus sudah jelas terkait tata ruangnya agar tidak terjadi konflik di kemudian hari. Tahap berikutnya adalah komoditas apa yang akan dikembangkan dan dijadikan brand komoditas marikultur Indonesia di pasar dunia. 

 

Penulis: Muhammad Qustam Sahibuddin (Peneliti PKSPL-LPPM IPB University)


Sumber: TROBOS Aqua

Artikel lainnya