• Home
  • Infomina
  • Inovasi Polikultur Kakap Putih dan Udang Windu Sumber Pendapatan Baru Petambak Tradisional di Kabupaten Pinrang

Inovasi Polikultur Kakap Putih dan Udang Windu Sumber Pendapatan Baru Petambak Tradisional di Kabupaten Pinrang

| Thu, 21 Oct 2021 - 11:07

Ikan kakap putih biasanya menjadi hama pemangsa (predator) bagi berbagai jenis organisme budidaya di tambak termasuk udang windu. Namun jika dikelola dengan rekayasa manajemen budidaya yang baik akan menjadi sumber pendapatan baru bagi pembudidaya tambak tradisional.


Ikan Kakap putih (Lates calcarifer, Bloch) merupakan salah satu jenis ikan yang mempunyai nilai ekonomis penting. Ikan laut ini potensial untuk dibudidayakan karena pertumbuhannya cepat dan toleran terhadap ruang terbatas serta perubahan lingkungan. Saat ini kakap putih tidak hanya dibudidayakan di keramba apung di laut tetapi juga dapat dibudidayakan di tambak air payau. Usaha budidaya kakap putih di tambak sudah bukan merupakan hal baru. 


Budidaya polikultur kakap putih dan udang windu sangat menguntungkan pembudidaya karena keduanya merupakan komoditas ekspor dengan tingkat harga yang cukup tinggi. Di pasar lokal Pinrang saja ikan kakap putih ukuran 250 gram laku Rp.40.000-50.000 per kilogram. Demikian juga udang windu pasar utamanya ke Jepang, harga di tingkat pembudidaya kecamatan Lanrisang kabupaten Pinrang berkisar Rp.59.000-115.000 per kilogram.   




Abd. Waris Mawardi,SE  ketua Pokdakan Cempae, salah seorang pembudidaya binaan penyuluh perikanan di desa Waetuoe kecamatan Lanrisang kabupaten Pinrang sudah tiga tahun mengembangkan budidaya polikultur udang windu dan kakap putih di tambak. Selama ini Abd. Waris dan pembudidaya tambak lainnya di kabupaten Pinrang sebagian besar mengelola tambaknya secara tradisional dengan sistem polikultur (campuran) antara udang windu dengan ikan bandeng.


Setelah dipelihara sekitar 3-4 bulan dilakukan panen. Selain udang windu dan bandeng yang dipanen juga ada beberapa jenis ikan lain sebagai hasil ikutan seperti kakap putih. Ikan kakap yang ditangkap di tambak benihnya berasal dari alam (laut) lolos masuk ke tambak bersamaan dengan air pasang. Benih itulah yang tumbuh menjadi besar bersama udang windu yang dibudidayakan. 


Yuk, ikuti juga: Kompetisi LensaMina, Membuka Cakrawala Akuakultur Indonesia


Inilah Inovasi

Berawal pengalaman Abd. Waris Mawardi tersebut, munculah inovasi kakap putih dapat dibudidayakan sistem polikultur tanpa  mengurangi produksi udang windu. Bisakah? ya bisa. Tentu dengan rekayasa manajemen budidaya yang baik. Jika tidak, maka kakap putih akan menjadi predator berbagai jenis organisme budidaya di tambak termasuk udang windu.


Udang windu yang dipanen hasil polikultur kakap putih biasanya ukuran size dan tingkat kelangsungan hidupnya lebih besar dibanding tanpa ada kakap putihnya. Sebab kakap putih berperan sebagai predator bagi berbagai jenis ikan lain sebagai penyaring udang windu di tambak. Budidaya polikultur kakap putih dan udang windu sangat menguntungkan pembudidaya karena keduanya merupakan komoditas ekspor dengan tingkat harga yang cukup tinggi.      


Keberhasilan usaha budidaya polikultur kakap putih dan udang windu di tambak sangat ditentukan manajemen budidaya yang baik antara lain penentuan lokasi, persiapan lahan, pemilihan benih, ukuran dan padat penebaran. 


Persiapan Lahan 

Kegiatan persiapan tambak untuk polikultur udang windu dan kakap putih tidak beda dengan persiapan tambak untuk polikultur bandeng dan udang windu, meliputi pengeringan petakan, pemberantasan hama, pemupukan, pengapuran dasar tambak untuk membuat pH tanah stabil (pH tanah usahakan 6-7). Pemupukan dasar mutlak dilakukan untuk menumbuhkan makanan alami bagi udang dan kakap putih. Jenis pupuk yang digunakan adalah pupuk organik dan pupuk anorganik.


Tebar Benih 

Budidaya polikultur kakap putih dan udang windu  di tambak akan berhasil dengan baik dalam arti tumbuh cepat dan kelangsungan hidup tinggi bila pemilihan ukuran benih yang ditebar cukup dan kepadatan penebaran sesuai. Pemilihan jenis ikan kakap putih yang akan ditebarkan dalam petakan tambak sangat mempengaruhi keberhasilan usaha pembesaran yang dilakukan. Kesalahan dalam memilih benih ikan bisa mengakibatkan kerugian yang besar. 


Benih ikan kakap putih ukuran panjang 2,0 – 4,0 cm baik dari hasil tangkapan di alam maupun dari hasil pembenihan (hatchery) sebaiknya digelondongkan terlebih dahulu dalam kolam beton, kolam tanah atau petak gelondongan yang dilengkapi waring nilon sampai mencapai ukuran gelondongan (5,0 – 10,0 cm) untuk kemudian ditransfer ke petakan tambak pembesaran sampai mencapai ukuran konsumsi. Sedangkan benih udang windu yang ditebar adalah benur yang telah digelondongkan selama 15 hari di kolam/tambak pentokolan (penggelondongan).  


Penebaran benih dilakukan setelah makanan alami berupa Phronima sp dan plankton mulai tumbuh. Agar kakap putih tidak  menjadi hama bagi udang windu maka lebih awal ditebar adalah tokolan udang windu sebanyak 35.000 ekor/ha. Tebar susulan I sebanyak 20.000 ekor dilakukan 30 hari sejak tebar pertama. Tebar susulan II sebanyak 33.000 ekor setelah 60 hari dari tebar susulan I. Jadi total jumlah benur yang telah ditebar 88.000 ekor selama 1 siklus budidaya (4 bulan). 


Setelah satu bulan dari tebar benur susulan II kemudian dilakukan penebaran benih ikan kakap sebanyak 3.500 ekor/ha. Memasuki umur 2 bulan udang windu dari penebaran awal,  mulai dilakukan panen selektif. Pada saat ikan kakap umur 2 bulan sudah bisa memakan benih-benih ikan penyaing seperti mujair sebagai makanan alaminya.


Pakan

Pada awal pemeliharaan, ikan kakap putih biasanya tidak menyukai pakan mati yang diberikan, karena biasanya di alam pakannya berupa ikan-ikan kecil yang berada disekitarnya. Meskipun demikian bukan berarti ikan kakap putih tidak bisa dilatih untuk makan pakan mati. Biasanya dalam waktu satu bulan  ikan kakap putih sudah mau untuk memakan pakan mati. Pakan yang biasa diberikan dalam pembesaran ikan kakap putih adalah ikan rucah (trash fish) dan ikan mujair. Ikan mujair sebagai hama dan pesaing udang windu banyak ditemukan di petak tambak yang lain. 


Pemberian pakan sebaiknya diusahakan selalu di satu tempat tertentu. Pemberian pakan cukup dilakukan dua kali sehari, pagi hari jam 06.30 dan sore hari 16.30. Pemberian pakan dapat dilakukan dengan memberikan sedikit demi sedikit sampai habis. Sedangkan makanan untuk udang windu sejak tebar hingga panen adalah makanan alami yang tersedia di tambak berupa Phronima sp., tumbuhan air  dan hewan air kecil lainnya. 


Produksi

Setelah udang windu yang ditebar pertama sudah memasuki umur dua bulan di petak pembesaran maka dapat dilakukan panen selektif. Panen selektif dilakukan dua kali sebulan setiap  musim pasang air laut menggunakan bagang (perangkap). Demikian juga udang yang ditebar susulan juga dapat panen setelah umur dua bulan di petak pembesaran.


Jumlah total udang windu yang dipanen dari tebar pertama sampai tebar susulan II sebanyak 383,9 kg ukuran size rata-rata 45 ekor/kg harga Rp.83.000/kg. Sehingga omzet dari udang windu sebesar Rp. 31.863.000. Sedangkan kakap putih dapat panen setelah umur lebih dari empat bulan masa pemeliharaan. Jumlah total kakap putih yang dipanen 360 kg, size rata-rata 6 ekor per kilogram, harga rata-rata Rp. 32.500. Jumlah total hasil penjualan kakap putih sebesar Rp. 11.700.000.    


Dukungan Benih Kakap dari BPBL Ambon

Awalnya kakap putih yang ditangkap di tambak benihnya berasal dari alam (laut) lolos masuk ke tambak bersamaan dengan air pasang. Benih itulah yang tumbuh menjadi besar bersama udang windu yang dibudidayakan. Permintaan pasar ikan kakap putih makin meningkat dari tahun ke tahun. Pembudidaya tambak semakin tergiur melakukan budidaya polikultur kakap dan udang windu namun terkendala benih yang selama ini dipasok dari alam.


Untuk memenuhi kebutuhan benih kakap putih bagi pembudidaya di Pokdakan kecamatan Lanrisang maka Balai Perikanan Budidaya Laut (BPBL) Ambon ikut mendukung dengan menyalurkan benih bantuan pemerintah sejak tahun 2019 hingga tahun 2021 sebanyak 250.000 ekor.


Inovasi polikultur udang windu dan ikan kakap putih semakin memberi semangat kepada pembudidaya untuk terus mengembangkan udang windu dan mendukung keberhasilan kecamatan Lanrisang sebagai percontohan Kawasan Pengembangan Budidaya Udang Windu Ramah Lingkungan pada kawasan 1.000 hektare (Pandawa 1.000).  Selain itu juga meningkatkan produksi udang windu dan ikan kakap putih serta mengoptimalisasi sumber pendapatan baru bagi pembudidaya tambak. 

---


Penulis: Abd. Salam

Profesi: Penyuluh Perikanan 

Instansi: Satminkal BRPBAPPP Maros

Artikel lainnya