Cupang, Ikan Sawah yang Naik Panggung Kontes
| Mon, 11 May 2020 - 08:37
Selama di rumah ini, salah satu kegiatan yang asyik dilakukan, salah satunya memelihara ikan cupang (Betta sp). Ini adalah salah satu jenis ikan hias dengan penampilan menawan. Cupang hidup di air tawar dan cukup populer di Asia Tenggara, semisal di Indonesia, Malaysia, Thailand, dan Vietnam.
Para penggemar cupang tentu telah mengenal seluk-beluk ikan ini secara mendalam. Namun, bagi orang awam, ada beberapa keunikan yang perlu dikenal dari ikan ini. Berikut ini, beberapa keunikan itu, dirangkum dari sejumlah sumber.
Tiga jenis
Selain bentuknya yang unik, utamanya bagian ekor dan sirip, cupang berperilaku agresif untuk mempertahankan wilayahnya. Perangainya yang garang membuat cupang dikategorikan dalam tiga jenis, yaitu cupang aduan, cupang hias, dan cupang liar. Indonesia diketahui memiliki spesies cupang endemik, yakni Betta channoides yang hidup di Pampang, Kalimantan Timur.
Daya tahan
Daya tahan cupang cukup mengagumkan. Ikan mampu bertahan hidup dalam wadah dengan sedikit air dan tanpa peralatan sirkulasi udara. Wajar jika kemudian, para penggemar atau pedagang cupang, memelihara ikan ini dalam botol-botol kecil. Dalam kondisi lingkungan yang liar, cupang memangsa jentik-jentik nyamuk, anak ikan, atau cacing berukuran kecil.
Ikan sawah
Masyarakat Indonesia mengenal cupang sejak 1960-an. Saat itu, cupang masih dikenal sebagai ikan sawah yang hanya disenangi anak-anak. Selain itu, jenis cupang yang ada masih sederhana. Belum banyak orang yang memelihara cupang dengan penampilan indah. Sekarang, cupang hias dengan bentuk atraktif telah menjadi salah satu ikan andalan ekspor Indonesia.
Kawin silang
Cupang hias mulai dikenalkan pada pasar Indonesia sekitar 1970 oleh importir. Kala itu, cupang yang beredar di pasaran adalah jenis cupang aduan dan cupang ekor panjang (cupang slayer). Cupang slayer inilah yang menjadi cupang hias yang ada saat itu, jenisnya ekor lilin.
Cupang ekor lilin ini naik daun dan mampu mempertahankan pamornya cukup lama, yakni hingga era 1990-an. Pada masa ini, para penggemar cupang mulai bereksperimen mengawinsilangkan cupang lilin dengan cupang lainnya. Hasilnya cukup menarik, yakni cupang hias dengan ekor dan warna yang lebih mentereng.
Tulang ekor menonjol
Tak hanya itu, perkawinan silang ini juga menghadirkan cupang hias dengan tulang-tulang ekor yang lebih menonjol keluar. Ada yang bentuknya mirip duri panjang, ada pula yang seperti sisir—biasa disebut cupang serit. Sementara itu, cupang yang memiliki ekor menggelembung dijuluki half moon.
Tulang ekor menonjol
Tak hanya itu, perkawinan silang ini juga menghadirkan cupang hias dengan tulang-tulang ekor yang lebih menonjol keluar. Ada yang bentuknya mirip duri panjang, ada pula yang seperti sisir—biasa disebut cupang serit. Sementara itu, cupang yang memiliki ekor menggelembung dijuluki half moon.
Cupang impor
Selepas 1990, cupang hias impor semakin banyak yang masuk ke Indonesia. Penggemar cupang dalam negeri disuguhi beragam jenis cupang dengan harga ribuan sampai jutaan rupiah.
Mulai kontes
Saking populernya ikan cupang ditambah bentuk dan warna yang beragam, pada pertengahan era 1990, ikan cupang mulai naik panggung kontes. Di sini, cupang diadu dalam hal keindahan fisiknya, mulai dari kemewahan warna, bentuk sirip, dan rupa ekor.
Komunitas
Kontes cupang yang digelar di berbagai tempat, cukup memengaruhi stigma ikan ini. Sebab, cupang tak lagi dianggap sebagai ikan aduan, melainkan lebih sebagai ikan hias yang layak dipelihara, dikoleksi, dan dibudidayakan. Bahkan, sejumlah penggemar dan kolektor cupang membentuk wadah sebagai ajang bertukar informasi seputar cupang, namanya Komunitas Indo Betta Splendens (INBS).
Cupang alam
Ada begitu banyak pembudidaya cupang di seluruh penjuru Nusantara, membuat Indonesia menjadi negara penghasil ikan cupang terbesar kedua di dunia. Adapun negara yang paling banyak membudidayakan cupang adalah Thailand. Namun, Indonesia unggul dalam spesies cupang alam, setidaknya ada sekitar 40 jenis cupang alam yang sudah diketahui
Sumber: Klasika Kompas