Mengembalikan Kejayaan Budidaya Perikanan

| Thu, 04 Nov 2021 - 10:06

Tamiang adalah nama Kabupaten di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) yang pada tahun 1980-an dikenal pusat budidaya udang yang sangat diperhitungkan, yakni Budidaya udang Windu dan terakhir Udang Vaname, bahkan dikenal juga sebagai pusat Induk Udang terbaik di Asia.  Begitulah sekilas nostalgia, dan masih banyak pusat-pusat budidaya yang sempat Berjaya pada eranya, seperti Pantai Utara Jawa (Pantura) dari Barat ke Timur, adanya Balai Layanan Usaha Layanan Produksi Perikanan Budidaya yang dulu dikenal dengan PP-TIR  (Proyek Pandu-Tambak Inti Rakyat) di Karawang Jawa Barat, bahkan daerah-daerah pantai  di Sulawesi Selatan dan beberapa daerah lainnya.


Jadi apabila berkaca dari keberhasilan Indonesia dalam bidang Akuakultur mungkin tidak ada salahnya nostalgia indah tersebut kita ingat, dikaji bahkan dipertimbnagkan sebagai sentra-sentra seperti yang sempat berkembang pada jamannya, Suatu langkah yang cerdas, apabila di tahun 2021  telah dilakukan MOU antara Kabupaten Tamiang dengan Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya dalam rangka pengembangan Tamiang sebagai sentra Budidaya.  Artinya gayung bersambut antara pemangku wilayah yang melibatkan KKP sebagai penanggung jawab perikanan dan kelautan di Indonesia.


Hal ini dimaksudkan guna membangkitkan rasionalisasi pengembangan usaha yang memiliki tingkat kepastian lebih besar karena pendekatan perhitungan usaha yang bisa direncanakan bahkan diprediksi kesinambungan usahanya.  Disamping adanya peluang yang masih terbuka cukup besar, sebagaimana diketahui bahwa potensi lahan budidaya laut mencapai 12,1 juta He, dan baru dimanfaatkan sekitar 285, ribu He atau sekitar 2,36 %, sedangkan potensi budidaya perikanan Air Payau dengan luasan lahan 2,36 Juta He, baru termanfaatkan 715,8 Ribu He atau sekitar 24,15 %. 




Di satu sisi Kenaikan nilai ekspor Januari-April produk Kelautan dan perikanan sebesar 4,15 % atau senilai USD 1,75 Miliar menunjukkan tren positif dan dalam kurun waktu yang sama dibandingkan tahun sebelumnya neraca perdagangan sektor perikanan dan kelautan meningkat sebesar USD 1,59 miliar atau naik 3,26% dibanding periode yang sama tahun lalu.


Kenyataan ini menunjukan peran positif masing-masing subsektor seperti Budidaya, baik budidaya laut, payau maupun air tawar serta sub sektor lain seperti pasca panen dan penangkapan ikan.  Budidaya yang memiliki historis kejayaan yang  mendukung ekspor sektor kelautan dan perikanan sangat mungkin dibangkitkan kembali melebihi apa yang telah dialami di waktu lalu, dengan tetap memperhatikan berbagai faktor penghambat.   Dalam Undang Undang Nomor 45/2009 Pasal 6 ayat (1) bahwa pada prinsipnya pengelolaan perikanan ditujukan untuk tercapainya manfaat yang optimal dan berkelanjutan serta terjaminnya kelestarian sumber daya ikan.


Yuk, ikut juga: Kompetisi LensaMina, Membuka Cakrawala Akuakultur Indonesia


Namun demikian ada beberapa hal yang patut diperhitungkan sebagai kendala, pertama kebutuhan pakan yang masih ketergantungan impor, kedua masih sedikit yang menerapkan Good Aquaculture Practice yang dampaknya pada degradasi lingkungan, timbulnya penyakit, kematian masal, pencemaran baik dari limbah pakan dan obat, ketiga sering terjadinya konversi lahan yang menjadi ancaman kesinambungan usaha perikanan budidaya, dan kelima ketersediaan induk Ikan dan Udang Unggulan yang terbatas.

Oleh sebab itulah langkah sinergitas pemerintah daerah sebagai pemangku kedaulatan di wilayahnya dengan Kementerian Kelautan dalam mewujudkan Usaha budidaya yang berkesinambungan sangat perlu diapresiasi sebesar-besarnya, seperti Kabupaten Tamiang, karena keberpihakan pemerintah daerah mendukung kegiatan Usaha Budidaya sangat besar pengaruhnya dalam mendukung kesinambungan usaha budidaya. 


Di waktu mendatang diharapkan munculnya “Tamiang-Tamiang” baru sesuai unggulan dan klaster masing-masing daerah, karena   pengembangan budidaya Perikanan berbasis Desa akan lebih efektif  dengan pendekatan klaster, seperti Klaster Udang Vaname dan Udang Windu atau Klaster Budidaya Kerapu, Rumput Laut  dan lain-lain.


Kalau TNI AL mempelopori adanya Desa Bahari, maka substansi utama yang ada didalamnya adalah kehidupan masyarakat kelautan dan perikanan, yakni klaster-klaster yang menjadi unggulan wilayah  guna mendukung kehidupan ekonomi masyarakat pelaku usahanya. Artinya dengan terjaminnya keamanan teritorial, dan dukungan keberpihakan pemerintah daerah maka usaha budidaya akan semakin mapan pada fungsi dan peran masing masing termasuk kesinambungannya. 


Langkah yang tidak kalah penting adalah Akses pasar dan kemudahan permodalan usaha, oleh sebab itulah akan sangat berarti kalau bantuan dari Kementerian Kelautan dan Perikanan berupa stimulan pengembangan ekonomi produktif terutama bagi stakeholder pelaku klaster dalam desa inovasi, sehingga bangkit kembali kejayaan Akuakultur dalam mendukung perekonomian sektor kelautan dan perikanan di Indonesia.

---


Penulis: Sugiono

Profesi: Dosen

Instansi: Politeknik Kelautan dan Perikanan Kupang NTT

Artikel lainnya