Kemudahan Tambak Milenial untuk Pemula

| Wed, 07 Dec 2022 - 09:26

Budidaya udang vaname senantiasa berkembang pesat di industri perikanan tanah air. Permintaan pasar lokal maupun internasional yang tak pernah sepi membuat teknologi terus berevolusi untuk meningkatkan produksi. Metode budidaya yang sebelumnya berpegangan pada insting dan ilmu mengira-ngira dianggap tidak lagi menunjang besarnya beban target produksi. Kini pembudidaya berlomba-lomba menggunakan teknologi yang lebih canggih dengan harapan produksinya dapat ikut meningkat pesat.


Dengan mengalihkan sebagian besar tugas manusia dalam mengurus kolam, bantuan teknologi bisa mempermudah kegiatan budidaya. Penerapan teknologi dan digitalisasi meningkatkan keakuratan pemberian jumlah perlakuan serta pengukuran kondisi air budidaya, juga menyimpan data agar lebih efektif dan mudah dianalisis untuk penentuan langkah pemeliharaan selanjutnya.


Tambak Milenial, sebutan yang diberikan untuk mendeskripsikan model konstruksi budidaya udang vaname berbentuk kolam bundar serta memanfaatkan teknologi digitalisasi terkini. Kata milenial digunakan untuk melambangkan teknologi digital karena erat kaitannya dengan generasi ini. Anak muda yang identik dengan pola pikir efisien dan tidak mau ribet cocok untuk mencoba model budidaya satu ini dengan berbagai kemudahan yang ditawarkan.


Cari tahu lebih lanjut: Trik Manajemen Pakan Udang yang Baik


Efisien waktu dan tenaga

Keberhasilan panen dan produktivitas yang terus meningkat setiap siklusnya dirasakan tambak milenial di Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Payau (BBPBAP) Jepara. Terhitung sejak awal tahun 2021, budidaya MSF atau Millenial Shrimp Farming telah berjalan 4 siklus dari 29 kolam bundar yang eksis dengan diameter 20 m.


“Harapan kita MSF ini diperuntukkan bagi petambak pemula seperti anak-anak muda yang baru lulus dan minim modal. Makanya kita desain tambak yang berukuran kecil dan bisa dikelola bahkan oleh satu orang untuk 6-7 kolam tanpa bantuan tenaga kerja lain,” ujar Iwan Sumantri selaku Manajer Teknisi di program Tambak Milenial BBPBAP Jepara ketika diwawancarai Aqua Indonesia melalui zoom, Minggu (4/9).


Selama periode pembangunan 29 kolam, memakan waktu kurang lebih 1 tahun—awal tahun hingga Desember 2020—Iwan turut serta sejak awal pembuatannya. Sepanjang kariernya bertambak yang sudah dimulai dari tahun 2005, Iwan berhasil menerapkan rancangan produksinya kepada tambak milenial dan terus meningkatkan hasil budidaya.


Berbeda dengan kolam budidaya intensif yang umumnya berbentuk kotak luasan 2500 m2, penggunaan model tambak milenial memiliki peluang keberhasilan yang lebih besar karena hanya ada satu titik mati yaitu di tengah kolam sekaligus mengurangi risiko kegagalan akibat serangan virus patogen.


“Kita bayangkan apabila mempunyai lahan seluas 1 hektare, jika dibuat menjadi kolam luasan 2000 m2 hanya bisa menjadi 4-5 kolam. Tetapi untuk membuat kolam milenial bisa mencapai 20 kolam bulat. Apabila kolam yang hanya ada 4 jumlahnya terserang penyakit, itu sudah terkena 25% dari total budidaya. Sedangkan dari 20 kolam tambak milenial apabila 1 atau 2 kolam terserang penyakit masih memungkinkan untuk mendapat keuntungan karena penularannya bisa terputus agak tidak menyebar ke kolam lain,” lanjut Iwan.


Profit yang didapatkan pun tidak main-main. Dengan luasan kolam yang kecil, tambak milenial fokus pada memaksimalkan kapasitas kolamnya. Dengan titik mati hanya di tengah kolam sudah menjadi keuntungan dari model tambak ini, sehingga terlihat dari kecepatan pertumbuhan dan penjagaan kualitas airnya yang lebih mudah dikendalikan dibandingkan dengan tambak kotak yang lebih besar.


Budidaya udang intensif yang biasanya berisi sekitar 150-250 ekor benur per meternya jika ditambah jumlahnya lebih dari itu akan mencapai carrying capacity—kemampuan tambak menampung beban diatasnya—dan dapat menyebabkan kontrol kualitas air dan pertumbuhan lebih sulit.


Hal tersebut bisa diatasi di kolam milenial karena mengelola air lebih mudah dengan membuang kotoran di satu titik pusat saja, sirkulasi air juga lebih baik dan kondisi air tidak mudah berubah. Dengan berbagai kondisi menguntungkan itu, sehingga padat tebar benur mampu dinaikkan hingga 380 ekor/m2 di tambak milenial Jepara karena kolam lebih mampu menanggung kapasitas budidayanya.


“Di siklus pertama kita manargetkan profitnya sekitar 30-40 jutaan rupiah dari satu kolam yang diisi benur 250 ekor dan ternyata kita dapat memaksimalkan profit hingga 60-an juta per kolamnya selama 115 hari pemeliharaan dengan catatan jika dikelola sendiri dan telah memiliki lahan. Jika ingin profitnya naik lagi harus meningkatkan kepadatan lagi,” kata Iwan.


Baca Juga: Tips Singkat Bertambak Udang di Musim Hujan


Dalam budidaya siklus ke-4 yang sedang dijalankan Iwan sekarang ini, kepadatan ia coba naikkan menjadi 380 ekor/m2 dengan perhitungan profit yang bisa didapatkan mencapai 100 juta lebih. Lebih jelas lagi, Iwan menandai bahwa budidaya tidak selalu berhasil. Udang merupakan makhluk hidup dan selama budidaya akan menghadapi beberapa kendala seperti adanya penyakit atau hambatan pertumbuhan lain.


“Tapi secara umum, penanganan kolam kecil lebih mudah dibanding dengan kolam besar. Peluang keberhasilannya juga lebih besar, karena dalam pengamatan, tindakan setelah ada penurunan kualitas air hingga recovery kolamnya lebih cepat daripada kolam besar sehingga probabilitas keberhasilan bisa lebih tinggi,” terusnya.


Iwan juga melanjutkan, pembersihan tambak milenial tidak memerlukan waktu yang lama. Cukup 3-4 hari pembersihan kolam pasca dipanen sudah bisa digunakan kembali untuk budidaya selanjutnya. Alasannya, pengeringan hanya dibutuhkan oleh lahan yang berbahan dasar tanah untuk mengoksidasi bahan organik dan racun yang terperangkap dalam pori-pori tanah.


Teknologi yang diterapkan di kolam juga terhitung lumayan canggih dari yang pernah ada sebelumnya, namun menurutnya belum mampu melakukan pemantauan kualitas air secara real-time dan pelaporan otomatis apabila adanya perubahan kualitas air.


“Realitas di lapangan, alat seperti itu belum ada yang punya. Teknologi yang kita gunakan hanya untuk pengecekan kualitas air (DO, suhu, salinitas, pH) secara manual dicelupkan satu per satu tapi dari segi pendataannya sudah langsung input ke komputer dengan menggesek kartu. Jadi masih semi manual,” lanjutnya.


Dari sisi kekurangannya lebih membutuhkan banyak tenaga kerja dan peralatan untuk mengisi 20 kolam. Sipon, kincir dan auto feeder harus cukup untuk mengurus 20 kolam.


“Meski tidak bisa dipukul rata, tapi produktivitasnya meningkat setelah beberapa siklus budidaya. Terdapat beberapa kolam yang menghasilkan 2,9 ton dengan tebar 380 ekor/m2. Ada juga yang panen total sebanyak 2,4 ton. Jika dilihat dari produksi kolam terbaik, produktivitas kita yang awalnya di siklus pertama 70 ton/ha saat ini menjadi kisaran 92 ton/ha dengan size terbesar 25,” tutup Iwan. 

--


Artikel ini pertama kali dipublikasikan oleh Aqua Indonesia. Ketepatan informasi dan efektivitas metode budidaya yang terdapat di dalamnya di luar tanggung jawab Minapoli.

Artikel lainnya

Udang 

8 Langkah Persiapan Tambak Udang yang Baik dan Benar

Indah Sari Windu (ISW)

1628 hari lalu

  • verified icon11784
Udang 

Waspadai Kematian Dini Udang

Trobos Aqua

1531 hari lalu

  • verified icon5078