• Home
  • Infomina
  • Keberlanjutan dan Pengurangan Emisi Karbon Pada Industri Udang

Keberlanjutan dan Pengurangan Emisi Karbon Pada Industri Udang

| Mon, 22 Apr 2024 - 16:42

Pentingnya masalah pengurangan emisi karbon pada industri udang nasional dari hulu ke hilir mulai menjadi perhatian serius para pemangku kepentingan industri udang di Indonesia.  Kita semua saat ini sudah merasakan dampak  “climate change”  dalam beberapa tahun ini diantaranya suhu yang sangat panas terjadi di seluruh dunia. 


Oleh karena itu semua pihak termasuk Industri udang di Indonesia harus ikut andil dalam upaya mengurangi emisi karbon tersebut.   Demikian yang disampaikan oleh Budhi Wibowo ketua umum Forum udang Indonesia (FUI) dalam diskusi  yang diselenggarakan oleh FUI bersama USSEC (U.S. Soybean Export Council)  tentang  “Development of Sustainable Shrimp Farming in Indonesia” di Surabaya, Rabu (3/4/2024).


Budhi wibowo menjelaskan bahwa berbagai upaya telah dan akan terus dilakukan oleh industri  udang di Indonesia berkaitan dengan keberlanjutan dan upaya pengurangan emisi karbon.  Upaya untuk meningkatkan survival rate (SR) diantaranya  melalui pemuliaan induk udang,  penerapan SOP budidaya udang  dan penerapan budidaya udang melalui “nursery” akan terus dilakukan.   


Upaya melakukan efisiensi energy  juga akan terus dilakukan diantara dengan memanfaatkan  “IOT/AI” untuk mengelola pengoperasian kincir,  pemanfaatan solar panel untuk areasi dan perubahan penggunaan BBM ke LPG untuk aerasi.  Selain itu penerapan sistem IMTA (Integrated Multi Tropic Aquaculture) yang berupa penanaman mangrove dan rumput laut  di outlet dan area sekitar tambak bisa bermanfaat untuk menyerap emisi karbon.


Pamudi, Technical Manager of Aquaculture USSEC pada diskusi  tersebut menegaskan bahwa  “carbon foot print” pada industri udang di Indonesia sangatlah penting untuk diperhatikan karena dunia internasional sangat memperhatikan hal  tersebut.  Pamudi menyatakan bahwa salah satu pembeli utama udang Indonesia  “WALL MART – USA” telah berkomitemen akan mengurangi emisi karbon mereka sebesar  1 Milliar Ton CO2 pada tahun 2030.   Pamudi juga menyampaikan bahwa  cara menghitung “carbon foot print” pada budidaya udang  bukanlah hal yang mudah, tetapi upaya tersebut harus sudah mulai dilakukan.  


Southeast Asia Technical Director (Aquaculture) USSEC Lukas Manomaitis menyatakan bahwa USSEC akan terus mendukung upaya pengembangan formulasi pakan sehingga akan meningkatkan kualitas dari pakan yang digunakan untuk budidaya perikanan.   Peningkatan kualitas pakan tersebut selain untuk meningkatkan produksi budidaya perikanan tentunya akan berdampak positif pada keberlanjutan dan sejalan dengan upaya mengurangi emisi karbon.


Dalam penutupan presentasinya, Budhi Wibowo menyampaikan bahwa saat ini FUI fokus untuk pengembangan tambak udang tradisional plus di seluruh Indonesia. FUI bekerja sama denganUNIDO, pabrik pakan dan berbagai institusi pemerintah dan swasta lainnya  akan segera memulai percontohan tambak tradsional plus pada berbagai profinsi di Indonesia  diantara di Jawa Timur, Jawa Tengah, Sulawesi Selatan,  Sulawesi tengah, Lampung, Aceh dan akan menyusul berbagai profinsi lainnya. 


Melalui revitalisasi sekitar 2500 000 Ha  tambak tradisional menjadi tambak tradisional plus yang ramah lingkungan dan biaya pokok produksi yang lebih rendah, diharapkan produksi udang Indonesia bisa meningkat secara signifikan dan lebih mempunyai daya saing di pasar internasional terhadap negara-negara kompetetor udang Indonesia.


Gunakan layanan Event Akuakultur dari  Minapoli secara mudah dengan menghubungi marketing@minapoli.com. Konsultasikan juga strategi marketing perusahaan Anda dengan Minapoli disini!


Artikel lainnya