• Home
  • Infomina
  • Jejak Bisnis Ikan Nila Merah (Oreochromis niloticus) di Kalimantan Barat

Jejak Bisnis Ikan Nila Merah (Oreochromis niloticus) di Kalimantan Barat

| Tue, 16 Nov 2021 - 11:00

Sungai Kapuas di Kalimantan Barat dengan panjang 1.086 km melalui beberapa kabupaten/kota yaitu Kabupaten Kapuas Hulu, Sintang, Sekadau, Sanggau, Kayong Utara dan Kota Pontianak.  Beberapa Kabupaten memiliki sungai yang juga sangat panjang seperti Sungai Melawi di Melawi, Sungai Sambas di Sambas, Sungai Pawan dan Sungai Kendawangan di Ketapang, Sungai Sekayam di Sanggau dan Sungai Landak di Mempawah.  Selain sungai, Kalbar juga memiliki danau yang relatif besar yaitu  Danau Sentarum dan Danau Luar di Kapuas Hulu.  Jenis ikan air  tawar di danau Kalbar antara lain ikan Arowana, Gabus, Toman, Jelawat, Belidak, Betutu, Tambakan, Lais, Patin, Baung, Semah, dan Tapah.  


Dari ketersediaan sumberdaya ikan di atas, potensi ini sangatlah berpengaruh terhadap budaya makan ikan masyarakat Kalbar di mana rata-rata masyarakat pesisir lebih dominan mengkonsumsi ikan laut karena ketersediaannya melimpah terutama ikan kembung yang distribusinya lancar sampai ke wilayah pedalaman/perhuluan. Pola konsumsi air tawar lebih dominan dikonsumsi oleh masyarakat pedalaman dan  distribusi ikan segarnya tidak selancar distribusi ikan laut ke wilayah pedalaman, hanya ikan olahan seperti ikan asin tawar.


Seiring dengan perkembangan teknologi budidaya ikan, perkembangan budidaya ikan introduksi di Kalbar dimulai dengan berkembangnya budidaya ikan mas di kolam, diawali dengan dibangunnya  Balai Benih Ikan (BBI) Anjungan dengan produksi benih ikan mas, sedangkan pembesarannya dilakukan di kolam dengan produksi terbatas. Lambat laun geliat budidaya ikan air tawar ini meningkat dengan keberadaan keramba ikan di perairan umum.




Di awal tahun 2000-an, terjadi wabah Koi Herpes Virus (KHV)  ikan mas  di wilayah Indonesia, termasuk Kalbar  menjadi endemik KHV, sehingga terjadi gagal panen.  Pembudidaya ikan merugi karena kesulitan mendapatkan benih ikan mas akibat ada  pelarangan pengiriman induk/calon induk ikan mas dari Jawa. Kondisi ini memprihatinkan dan jika dibiarkan banyak aset budidaya masyarakat terbengkalai seperti keramba dan kolam. Menyikapi kondisi tersebut pihak pengambil kebijakan Dinas Kelautan dan Perikanan Kalbar mengambil langkah melakukan diversifikasi komoditas ikan budidaya agar investasi masyarakat seperti keramba dan kolam dapat dimanfaatkan maksimal.


Yuk, ikuti juga: Kompetisi LensaMina, Membuka Cakrawala Akuakultur Indonesia


Pilihan komoditas pengganti ikan mas saat itu dilematik, karena masyarakat terbiasa  mengkonsumsi ikan air tawar berupa ikan mas, dimana dari segi harga sangat jauh bedanya.  Melalui berbagai pertimbangan oleh pihak Dinas Kelautan dan Perikanan memilih komoditas pengganti komoditas ikan Mas saat itu adalah ikan Nila merah dengan pertimbangan:


1. Ikan Nila merah relatif tahan terhadap perubahan kondisi perairan sungai Kapuas yang pada masa kemarau salinitas air menjadi payau dengan kadar garam mencapai 5 ppt dan tawar pada musim hujan.

2. Tampilan ikan Nila merah ikan mirip ikan Kakap Merah yang dihasilkan diharapkan dapat menimbulkan minat masyarakat pesisir yang terbiasa konsumsi ikan laut untuk mengkonsumsi ikan air tawar Nila merah.


Pengembangan ikan Nila merah melalui program Nilanisasi oleh Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Kalbar awalnya mendapat penolakan dari pembudidaya ikan, karena mereka berharap tetap membudidayakan ikan Mas, berhubungan harga ikannya dua kali lipat dari harga ikan Nila.  Selain itu juga menjadi pertanyaan  dari Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya Kementerian Kelautan dan Perikanan,  mengapa ikan Nila merah tidak ikan Nila hitam, karena dari mutu ketersediaan strain ikan Nila hitam unggul lebih banyak, seperti Nila JICA, Nila Nirwana, Nila GIH dan lain-lain. 


Tetapi dengan alasan merebut pasar konsumsi ikan laut Kalbar, ikan Nila merah diharapkan dapat menarik minat masyarakat Kalimantan Barat untuk mengkonsumsi ikan Nila merah karena ikan ini mirip dengan ikan Kakap merah.


Hampir dua dekade ini jika dilihat fakta di lapangan, ikan Nila merah  menjadi komoditas utama sebagai ikan budidaya di keramba dan kolam air tawar bahkan di tambak air payau Kalimantan Barat karena ikan nila merah mampu beradaptasi di air payau dengan salinitas mencapai 10 ppt dan dari segi harga juga sudah  setara dengan harga ikan Mas yang bervariasi sekitar Rp 25.000,- Rp 30.000,- per kilogram di lokasi pembudidaya.



Permasalahan budidaya ikan Nila merah saat ini adalah :

1. Kualitas benih menurun sehingga pertumbuhan ikan Nila merah di karamba dan kolam mencapai ukuran konsumsi (2-4 ekor/kg) memerlukan 6 – 8 bulan masa pemeliharaan.

2. Angka mortalitas benih tebar (5-8 cm) di karamba cukup tinggi mencapai 60 – 70 %.


Dari kondisi di atas, solusi yang disarankan untuk mengatasi  masalah tersebut adalah :

1. Penyediaan induk unggul ikan Nila merah oleh Balai Induk milik Pemerintah maupun Perguruan Tinggi.

2. Segmentasi usaha  meliputi :  Tahap I (Budidaya Pembesaran ikan Nila merah di kolam/tambak) dari ukuran 5 – 8 cm sampai ukuran 70 – 100 gram/kg (10 – 15 ekor/kg) dan Tahap II (Budidaya Pembesaran ikan Nila merah di karamba atau Perairan Umum) dari ukuran 10 - 15 ekor /kg sampai ukuran konsumsi 2 - 4 ekor/kg. 


Dengan adanya solusi  di atas terlihat hasil yang menggembirakan dari ketersediaan stok ikan Nila merah di pasaran selalu tersedia dalam ukuran konsumsi sehingga rantai pemasaran untuk ikan ini tidak putus dan bisnis ikan ini diharapkan tetap tumbuh berkelanjutan

----


Penulis:  Isnawati Murni

Profesi: ASN

Instansi: SUPM Pontianak


Artikel lainnya