• Home
  • Infomina
  • Tantangan Mengembalikan Daya Dukung (Carrying Capacity) Lahan Tambak

Tantangan Mengembalikan Daya Dukung (Carrying Capacity) Lahan Tambak

| Tue, 10 Sep 2019 - 08:32

Potensi Lahan Tambak yang ada saat ini yaitu 2.963.717 ha, sedangkan pemanfaatannya baru berkisar 657.346 ha. Komoditas prioritas dalam pengembangan budidaya tambak yang ada saat ini terdiri dari udang windu dan vaname. Industri hulu hingga hilir sudah cukup berkembang, permintaan pasar ekspor yang tinggi, bernilai ekonomis tinggi dan menjadi usaha yg mnguntungkan, serta menyerap tenaga kerja yang besar.

Bahkan proyeksi produksi udang (KKP 2018) Pada tahun 2018, target produksi perikanan budidaya sebesar 24,08 juta ton yang terdiri dari rumput laut 16,17 juta ton dan ikan (7,91 juta ton). Target Produksi udang nasional 2018 sebesar 800 ribu ton terdiri dari udang vaname, udang windu dan udang lainnya.

Dengan konsistennya serta adanya petambak udang baru tentunya akan mampu memenuhi target target pemenuhan pasar global maupun domestik. Petambak tersebut berasal dari berbagai daerah di Indonesia serta terbagi menjadi beberapa kategori yaitu petambak dengan teknologi intensif sebanyak 2%, semi intensif 6% dan masih tradisional atau ekstensif 92%. Dari beragamnya pembudidaya serta tersebarnya lahan di Indonesia maupun di Dunia,  para pembudidaya udang sebaiknya terus meningkatkan kewaspadaan terhadap serangan berbagai penyait yang timbul, salah satunya perlu sangat waspada dengan aspek dukungan lahan tambak.

Daya dukung perairan meliputi beberapa hal, bukan hanya kualitas air untuk kebutuhan udang, namun juga jumlah dan kualitas air yang dibutuhkan untuk menunjang berbagai kehidupan mahluk hidup lainnya di perairan, bahkan juga masyarakat yang bersentuhan langsung dengan air sisa pembuangan tambak.

Sehingga yang dimaksud daya dukung merupakan kemampuan perairan untuk menunjang berbagai aktivitas mahluk hidup didalamnya dalam jangka waktu yang lama dan tidak merusak lingkungan. Dalam hal ini adalah mempertahankan daya dukung lahan tambak sehingga kualitas perairan udang yang ditambak kan oleh masyarakat tetap terjaga. Karena jika sudah terdapat penyakit baru atau pencemaran maka akan mudah dengan cepat menyebar di seluruh perairan.

Sebagai gambaran kejadian kematian massal di air tawar yang terjadi karena daya dukung lahan tidak mencukupi yaitu pada 2018 lalu terjadi beberapa kali. Khususnya di Danau Toba yang terjadi sangat ekstrim, karena menyebabkan angka kematian mencapai 180 ton ikan dengan estimasi kerugian berkisar Rp. 2,7 M. Kematian massal ini biasa disebut up-welling, yaitu tidak mampu terdegradasinya zat zat berbahaya di perairan akibat melebihi daya dukung lahan (over carrying capacity), sehingga zat tersebut akan naik ke permukaan dan akan mencemari air. Biasanya hal ini terjadi pada pergantian musim.

Zat berbahaya tersebut berasal dari limbah budidaya yang tidak mampu terdegradasi secara alami, seperti terlalu banyaknya kotoran ikan karena populasi yang sangat padat dan sisa pakan ikan yang tidak dimanfaatkan oleh ikan sehingga mencemari perairan.

Tentunya hal semacam ini tidak diharapkan oleh para petambak udang dimanapun. Sehingga dalam budidaya perudangan perlu dilakukan proses pengistirahatan kolam setelah pemanenan dan apabila dikelola secara semi intensif atau intensif maka perlu penanganan tambahan pada perairan nya. Penanganan limbah kotoran udang yang tidak mampu terdegradasi secara alami serta sisa pakan udang yang tidak dimakan oleh udang perlu didegradasi oleh tambahan teknologi yang ada.

Teknologi yang dimanfaatkan sejauh ini yaitu dengan tambahan probiotik dan pupuk yang dapat mengikat logam logam berat berbahaya dalam kolam tambak. Jika tidak dilakukan maka akan timbul berbagai macam penyakit akibat lahan tidak mampu mendukung kehidupan udang, udang akan lemah dan penyakit mudah masuk. Belum lagi jika terserang oleh penyakit penyakit udang global lainnya, yang dapat mematikan udang dalam waktu singkat. Umumnya serangan serangan seperti ini ditemukan pada tambak yang mempunyai kepadatan tebar tinggi.

Probiotik yang digunakan harus betul betul berisi bakteri yang Tangguh, sehingga dapat mendegradasi limbah hasil budidaya maupun pakan sisa. Sudah banyak produk yang beredar dipasaran, baik probiotik untuk lahan maupun untuk pakan nya.

Probiotik dapat berfungsi sebagai kompetitor bakteri jahat sehingga akan melawan dan membunuh bakteri bakteri jahat penyebab penyakit, baik bakteri di perairan maupun di dalam tubuh udang dengan cara dicampurkan dalam pakan. Selain itu, juga ada pupuk organik yang diberikan di fase persiapan kolam sehingga  akan mengikat logam berat sisa budidaya dan membantu menjaga kualitas air sehingga plankton sebagai pakan alami dapat tumbuh.

Kecendrungan adanya lahan yang dipaksa terus berproduksi tanpa diselangi dengan jarak antara dalam setiap musimnya (lahan tidak sempat istirahat) serta pengolahan lahan tambak yang jelek, khususnya pada saat persiapan lahan seperti pengeringan, pengangkutan lumpur hitam, pengapuran dan pembajakan tidak dilakukan.

Jika hal tersebut dilakukan secara terus menerus pada setiap musim budidaya maka  sama dengan kita membiarkan anak cucu atau generasi setelah kita hanya menikmati sisa-sisa dari sumber daya alam tambak, bahkan untuk menikmati udangnya tidak semudah yang kita temui saat saat ini.


Sumber : Info Akuakultur

Artikel lainnya