Sintasan dan Pertumbuhan Larva Ikan Patin yang Diberi Artemia Mengandung Vitamin C
| Wed, 09 Sep 2020 - 10:06
Pendahuluan
Sampai saat ini larva ikan patin (Pangasionodon sp.) produktivitasnya masih perlu ditingkatkan. Berdasarkan data KKP (2012) kebutuhan ikan patin konsumsi di Indonesia mencapai 155.000 ton/tahun, sedangkan produksi ikan patin konsumsi di Indonesia masih 145.000 ton/tahun. Peningkatan produksi ikan patin konsumsi ini perlu didukung oleh ketersediaan benih patin yang baik. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian untuk meningkatkan kelangsungan hidup larva ikan patin agar didapatkan benih berkualitas dan kontinuitas sehingga produksi di tingkat pembenihan meningkat.
Pakan yang biasa digunakan pada saat stadia larva hingga larva menjadi benih yang berukuran 19,05 mm adalah Artemia (Artemia salina) dan tubifex (Tubifex sp.). Menurut Gammanpila et al. (2007) vitamin C diperlukan ikan untuk perkembangan larva, proses kematangan gonad, serta kualitas gamet. Walaupun artemia telah mengandung vitamin C , diduga masih perlu ditambahkan, sehingga perlu penelitian untuk mengetahui dosis yang tepat sehingga dapat memenuhi kebutuhan vitamin C pada larva ikan patin.
Peningkatan kelangsungan hidup pada stadia larva dapat dilakukan dengan menambahkan nutrien pada pakan alami dengan pengayaan (Stottrup et al. 2003). Salah satu yang dapat dilakukan yaitu penambahan vitamin C dalam pakan alami. Penelitian ini bertujuan mengetahui pengaruh pemberian vitamin C dengan dosis berbeda, yaitu 50, 100, dan 150 mgL pada media pengayaan artemia yang digunakan sebagai pakan alami terhadap kelangsungan hidup dan pertumbuhan larva ikan patin.
Baca juga: Cara Mudah Supaya Larva Ikan Mas Cepat Tumbuh
Bahan dan Metode
Penelitian ini diawali dengan pembuatan emulsi vitamin C dosis 50, 100, dan 150 mg/L, kemudian emulsi tersebut dimasukkan ke dalam media pemeliharaan artemia yang baru ditetaskan selama 24 jam sesuai dengan dosis perlakuan. Artemia yang telah diperkaya kemudian diberikan pada larva ikan patin selama tujuh hari pemeliharaan.
Pembuatan emulsi vitamin C
Sebelum dilakukan pembuatan emulsi, vitamin C murni digerus dengan mortar, kemudian ditimbang sesuai dengan perlakuan yaitu dosis 50, 100, dan 150 mg/L. Bahan-bahan yang ditambahkan untuk pembuatan emulsi vitamin C disajikan pada Tabel 1.
Langkah pertama yang dilakakuan adalah kuning telur dicampur dengan minyak ikan, kemudian dihomogenkan dengan vorteks selama satu menit. Setelah homogen, vitamin C dimasukkan ke dalam campuran kuning telur dan minyak ikan sebagai bahan pengemulsi, kemudian dihomogenkan kembali selama satu menit hingga terbentuk emulsi berwarna putih.
Terakhir emulsi ditambahkan dengan akuades 10 mL dan dihomogenkan selama 0,5 menit sehingga terbentuk larutan sebagai bahan untuk dicampurkan pada media pengayaan artemia. Hasil pembuatan emulsi dapat segera digunakn dan sisanya dapat disimpan di dalam lemari pendingin. Emulsi yang telah dibuat dapat digunakan untuk empat kali perlakuan pengayaan. Penggunaan minyak ikan juga digunakan sebagai sumber nutrien lain.
Baca juga: Teknologi Artemia INVE Terbaru dan Optimalisasi Penetasan Artemia
Proses penetasan artemia
Artemia ditetaskan dalam wadah plastic dengan volume 1,5 L yang telah dilubangi bagian bawahnya dan pada bagian tutup disambung dengan selang aerasi dan pengatur air dan udara. Wadah diletakkan secara terbalik dan dilapisi dengan plastik hitam yang dapat dilihat pada Gambar 1.
Wadah penetasan diisi dengan 1 L air tawar kemudian ditambahkan garam sebanyak 30 gram. Penambahan garam dilakukan agar salinitas air meningkat menjadi 30 ppt. Setelah itu, 1 g siste artemia dimasukkan ke dalam wadah penetas dan diberi aerasi keras selama 24 jam sehingga siste artemia dapat teraduk dengan baik
Setelah 24 jam, dilakukan pemanenan artemia dengan cara aerasi dimatikan (sebelumnya aliran udara pada selang ditutup dengan pengatur aliran udara) dan selang diarahkan pada saringan artemia dengan membuka secara perlahan pengatur aliran air pada selang
Pemanenan dilakukan setelah cangkang siste terpisah dan mengapung sampai air berada hingga tutup botol wadah penetasan. Hal ini dilakukan agar cangkang siste tidak ikut tersaring dan terbawa pada hasil panen. Artemia yang telah dipanen kemudian dibilas dengan air tawar dan dimasukkan ke dalam wadah pengayaan. Pada saat penelitian proses kultur dan panen artemia dilakukan sebanyak empat kali sehari.
Proses pengayaan artemia
Wadah pengayaan artemia yang digunakan adalah wadah plastik 300 mL yang telah dilubangi bagian bawahnya dan pada tutupnya disambung dengan selang aerasi dan pengatur aliran air dan udara. Kemudian wadah diletakkan terbalik yang dapat dilihat pada Gambar 2.
Wadah pengayaan diisi dengan 200 mL air tawar dan ditambah dengan 6 g garam. Kemudian pada media pengayaan ditambah dengan 0,5 m emulsi vitamin C sesuai perlakuan. Nauplii artemia yang telah dipanen dengan kepadatan 1 naupli/mL dimasukkan ke dalam media pengayaan dan dipanen setelah 10, 12, dan 14 jam untuk tiga kali pemberian pakan larva. Pada penelitian di digunakan tiga wadah pengayaan dan satu wadah untuk artemia tanpa pengayaan pada setiap perlakuan sehingga pada pemanenan dilakukan panen secara total.
Artemia yang telah dipanen kemudian dibilas dengan air tawar dan langsung diberikan pada larva ikan patin. Proses pengayaan artemia dilakukan empat kali sehari, sedangkan pemanenan artemia dilakukan 12 kali sehari sesaat sebelum pemberian pakan pada larva ikan patin.
Baca juga: Manajemen Pakan Pada Pemeliharaan Larva Udang Vaname
Pemeliharaan larva ikan
Larva ikan patin dipelihara pada akuarium berukuran 15x15x20 cm3 yang diletakkan pada akuarium besar yang berukuran 40x50x60 cm3 . Pada masing-masing akuarium besar diisi dengan lima akuarium kecil, thermostat, dan thermometer yang dapat dilihat pada Gambar 3. Thermostat dipasang pada akuarium besar untuk menjaga agar suhu air tetap stabil antara 29-30 ⁰C.
Pemasangan instalasi aerasi dilakukan dengan cara menghubungkan selang aerasi ke titik aerasi yang terdapat pada pipa yang telah dihubungkan dengan blower. Pada setiap akuarium dipasang satu titik aerasi dengan selang yang diberi pengatur aliran udara untuk mengatur besar kecilnya gelembung udara aerasi.
Setelah itu dilakukan, pengisian air pada akuarium kecil sebanyak 3 L dan akuarium besar sebanyak 120 L dengan kualitas air suhu 28-32 ⁰C, pH 7-8, kandungan oksigen terlarut 6,2-6,7 mg/L, alkalinitas 32-36 mg/L, kesadahan 31,39 – 35,88 mg/L, dan total amonia nitrogen dalam air 0,16-0,17 mg/L.
Larva ikan patin yang digunakan adalah larva yang baru menetas dengan ukuran bobot awal 0,7±0,1 mg/ekor dan panjang 39,04±2,62 mm, yang masih mengandung kuning telur (cadangan makanan pada larva). Sebelum ditebar larva dalam wadah plastik diapungkan di akuarium besar selama 15 menit agar suhu air yang berada di wadah plastik sama dengan suhu air yang berada di dalam akurium. Larva ikan patin ditebar pada masing-masing akuarium kecil dengan padat tebar 40 ekor/L.
Larva kemudian diberi pakan artemia yang telah diperkaya dengan vitamin C dosis 0, 50, 100, dan 150 mg/L dengan kepadatan artemia 1 indvidu/mL, dan frekuensi pemberian artemia 12 kali sehari setiap dua jam hingga tujuh hari masa pemeliharaan.
Pemberian pakan larva dilakukan dengan cara artemia yang berada pada wadah pengayaan dipanen secara total, kemudian artemia dibilas dengan air tawar dan dimasukkan ke dalam mangkuk yang sebelumnya telah diisi dengan air tawar sebanyak 250 mL. Setelah itu, 250 mL air tawar yang telah berisi artemia dengan kepadatan 1 individu/mL dibagi lima untuk pakan larva pada lima akuarium kecil sebagai ulangan pada setiap perlakuan. Jadwal kegiatan pemeliharaan dapat dilihat pada Tabel 2.
Parameter uji
Parameter uji yang diamati adalah kadar vitamin C pada artemia yang sudah diperkaya selama 10-14 jam, kelangsungan hidup dan pertumbuhan larva ikan patin selama tujuh hari. Kelangsungan hidup adalah jumlah larva yang hidup selama penelitian dibandingakan dengan jumlah larva pada awal pemeliharaan dan dinyatakan dalam persen. Parameter pertumbuhan yang diamati adalah panjang total dan bobot individu larva di akhir penelitian.
Analisis statistik
Analisis statistik dilakukan menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) dengan lima ulangan. Parameter dianilisis menggunakan analisis sidik ragam (ANOVA) dengan uji lanjutan Duncan.
Analisis kimia
Analisis kimia yang dilakukan pada penelitian adalah analisis kadar vitamin C dalam tubuh artemia dengan teknik titrasi metode Rasanu et al. (2005). Pengukuran kadar protein dengan metodel Kjeldahl dan lemak dalam tubuh artemia dengan metode folch, serta dilakukan analisis kualitas air
Analisis biologi
Di akhir penelitian 30 ekor ikan pada setiap akuarium diukur biomassa akhir menggunakan timbangan digital ketelitian 0,00001 mg, kemudian dihitung bobot rata-rata individu ikan. Panjang larva di akhir penelitian diukur menggunakan kertas milimeter blok ketelitian 1 mm.
Hasil dan Pembahasan
Pengkayaan artemia
Pengaruh pengayaan artemia dengan vitamin C dosis berbeda terhadap kadar vitamin C, kadar lemak, dan kadar protein artemia pada setiap perlakuan disajikan pada Tabel 3.
Penambahan vitamin C hanya berpengaruh pada kadar vitamin C dalam tubuh artemia, sedangkan untuk kadar lemak dan protein dalam tubuh artemia tidak terpengaruhi.
Semakin tinggi dosis vitamin C yang diberikan maka semakin tinggi kandungan vitamin C yang terdapat pada tubuh artemia. Menurut Ahn et al. (2009) faktor penting yang harus diperhatikan pada saat pemilihan pakan artemia adalah ukuran partikel pakan yang kurang dari 50 µm, daya cerna makanan, nilai nutrisi, dan kelarutan dalam media kultur yang dianjurkan, yaitu yang kelarutannya minimal.
Kadar lemak artemia berkisar antara 21,14-24,43% dan kadar protein berkisar antara 43,55-48,52%. Akbary et al. (2011) menyatakan bahwa nauplii artemia yang baru menetas mengandung 11,44% kadar lemak dan 61,7% kadar protein.
Baca juga: Maggot, Pakan Alternatif Berprotein Tinggi untuk Ikan
Kinerja pertumbuhan larva
Pada akhir penelitian dilakukan penghitungan jumlah dan pengukuran bobot serta panjang larva untuk mengetahui pengaruh pemberian artemia yang diperkaya vitamin C terhadap kelangsung hidup dan pertumbuhan larva ikan patin yang dapat dilihat pada Tabel 4.
Pemberian vitamin C dengan dosis 100 mg/L memiliki tingkat kelangsungan hidup dan penambahan bobot tertitinggi, namun tidak berpengaruh pada panjang total larva. Sedangkan pada dosis vitamin C 150 mg/L menghasilkan tingkat kelangsungan hidup terendah dan menurunkan panjang total larva.
Vitamin C adalah mikronutrien yang hanya sedikit dibutuhkan oleh tubuh dan akan berdampak buruk bila dikonsumsi secara berlebihan. Vitamin C diabsorbsi secara akitf di dalam tubuh dan secara difusi pada bagian atas usus halus, lalu masuk ke peredaran darah melalui vena porta yang didistribusi ke seluruh tubuh.
Vitamin C berperan dalam proses pemeliharaan terhadap membran mukaosa yang dapat berpengaruh terhadap fungsi kekebalan dan peningkatan daya tahan terhadap infeksi. Selan itu juga vitamin C membantu dalam pertumbuhan serta penyembuhan luka dan perdarahan di bawah kulit.
Vitamin C berfungsi untuk pertumbuhan, kebutuhan metabolisme basal tubuh, dan reproduksi ikan (NRC, 2011; Bae et al. 2012). Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian vitamin C pada pakan dapat meningkatkan kelangsungan hidup dan pertumbuhan ikan dan udang. Penggunaan vitamin C dengan dosis 50 mg/L media pengayaan rotifer dapat meningkatkan kelangsungan hidup larva udang vaname (Darvishpour et al., 2012). Penambahan vitamin C dengan dosis 40,3 mg/kg pakan menghasilkan kelangsungna hidup ikan golden shiner tertinggi (Chen et al., 2003; Chen et al., 2004)
Nilai minimal kebutuhan vitamin C bagi pertumbuhan normal ikan secara umum antara 30-1500 mg/kg pakan (Halver & Hardy, 2003). Defisiensi vitamin C dapat menyebabkan pertumbuhan menurun, perubahan warna kulit, erosi sirip dan kulit, dan kerusakan filament insang yang dapat menyebabkan tingkat kematian tinggi (Wang et al, 2003).
Menurut Halver & Hardy (200) hipervitaminosis vitamin C dapat menyebabkan overload Fe yang berpengaruh pada kerusakan hati, jantung, dan pancreas yang dapat menyebabkan kematian. Keracunan vitamin C juga disebabkan karena larva ikan gagal menskresikan kelebihan vitamin C dalam tubuhnya.
Penambahan vitamin C pada artemia dapat memberikan asupan vitamin C sehingga larva ikan patin tidak mengalami defisiensi, tetapi kadar vitamin C-nya masih kurang sehingga penambahan vitamin C dapat diberikan sampai dengan dosis 100 mg/L.
Kesimpulan
Pemberian artemia diperkaya vitamin C dosis 100 mg/L sebagai pakan alami selama tujuh hari memberikan kelangsungan hidup dan pertumbuhan larva ikan patin terbaik. Sebaliknya, pemberian Artemia yang diperkaya vitamin C 150 mg/L memberikan kinerja pertumbuhan yang rendah.
Setiawati M, Putri D, Jusadi D. 2013. Sintasan dan pertumbuhan larva ikan patin yang diberi artemia mengandung vitamin C. Jurnal Akuakultur Indonesia. 12(2): 136-143
Tentang Minapoli
Minapoli merupakan marketplace++ akuakultur no. 1 di Indonesia dan juga sebagai platform jaringan informasi dan bisnis akuakultur terintegrasi. Dengan memanfaatkan teknologi, pembudidaya dapat menemukan produk akuakultur dengan mudah dan menghemat waktu di Minapoli. Platform ini menyediakan produk-produk akuakultur dengan penawaran harga terbaik dari supplier yang terpercaya. Selain itu, bentuk dukungan Minapoli untuk industri akuakultur adalah dengan menghadirkan tiga fitur utama yang dapat digunakan oleh seluruh pembudidaya yaitu Pasarmina, Infomina, dan Eventmina.