Pakan Mandiri, Solusi Bertahan di Era Pandemi
| Mon, 09 Aug 2021 - 13:49
Rendahnya harga jual lele konsumsi memaksa pembudidaya memutar otak guna menurunkan biaya produksi dengan menekan biaya pakan
Dengan sepenuhnya menggunakan pakan pabrikan yang harganya terus naik, maka keuntungan pembudidaya kian tergerus. Apalagi dengan harga jual lele yang berfluktuasi maka bukan untung yang diperoleh, bisa buntung yang diterima.
Menghadapi kondisi tersebut, Pamil Wanto, pembudidaya lele di kawasan Tanjungsenang, Kota Bandarlampung-Lampung nyaris putus asa dan berniat menutup usahanya. Alasannya, tipisnya keuntungan dan sering merugi ketika harga jual lele sedang turun. Sebaliknya, harga pakan lele dari pabrikan terus naik sehingga biaya produksi meningkat.
Selama ini Wanto yang juga pengasuh Panti Asuhan Haji Abdoel Malik M Aliun menggunakan pakan pabrikan sepenuhnya. Ia menjalankan budidaya lele pada 6 unit kolam tanah lele dan 2 petak kolam beton yang diisi dengan bibit ukuran 5-7 cm rata-rata 5 ribu ekor per kolam. “Total kebutuhan pakan saya sekitar 3 ton per bulan,” lanjut Wanto di lokasi usaha pakan Datam Feed (Darul Aitam) Feed yang dibangunnya di samping panti asuhan tersebutt, baru-baru ini.
Baca juga: KKP Yakin Dapat Tingkatkan Produksi Pakan Mandiri
Produksi Sendiri Pakan Mandiri
Setelah mendapat masukan dari Omo Kusnadi, kenalan lamanya di usaha peternakan, diputuskan untuk memproduksi pakan ikan mandiri di Panti Asuhan M Aliun. Untuk memproduksi pakan, pihaknya membeli genset guna memutar mesin cetak pakan, mesin cetak pakan dan mesin giling bahan pakan yang nilai keseluruhannya sekitar Rp 20 juta.
Produksi pakan tersebut digunakan ruangan selasar di antara bangunan panti dengan ruangan kelas dan diatap spandek. Ruangan itu cukup memadai karena selain agak terbuka. Juga, dekat dengan halaman yang digunakan untuk mencampur bahan-bahan baku pakan dan mengangin-anginkan pakan yang sudah digiling. Setelah mesin-mesin tersebut dipasang, baru dimulai produksi pakan pada 1 Januari 2021.
Komponen makro pakan ikan berupa tepung ikan produksi lokal, SBM impor, dedak halus, gaplek dan tepung jagung. Sementara bahan tambahan (mikro) pakan berupa premix dan enzim serta mineral. Setelah dikalkulasi, maka diketahui bahwa biaya produksi pakan mandiri sebesar Rp 6.800 per kg (kilogram), sudah termasuk biaya tenaga kerja.
Baca juga: Efisiensi Pakan dengan Fermentasi dan Penggunaan Pupuk Organik Cair
Dijelaskan Wanto, proses pembuatan pakan diawali dengan pencampuran bahan baku di atas tikar plastik secara manual menggunakan tangan. Setelah campuran dinilai sempurna baru bahan baku dicetak dengan mesin dengan kapasitas 150 hingga 200 kg per jam yang digerakkan genset. Selanjutnya butir-butiran pakan tenggelam yang mirip mie terpotong-potong pendek tersebut diangin-anginkan pada tikar plastik, sebelum disaring guna memisahkan pakan yang bagus dengan ampas atau abu guna meminimalisasi abunya.
Menurut Omo Kusnadi yang meramu formulasi pakan ikan tersebut, pakan tenggelam ini tidak perlu dikeringkan dengan sinar matahari, tetapi cukup diangin-anginkan di ruang terbuka selama 15 menit karena di dalam proses pembuatannya sudah berlangsung pengeringan dengan suhu sekitar 70 derajat Celsius.
Mengenai kadar protein pakan yang diproduksi Datam Feed, menurut Omo, sudah memenuhi kebutuhan lele yakni 28 %. Bahkan jika pakan ini diberikan untuk patin sudah di atas kebutuhan protein ikan patin yakni 25 hingga 26 %. Sumber protein hewaninya dari tepung ikan dan protein nabatinya bersumber dari SBM. “Untuk menentukan perbandingan masing-masing komponen baku pakan dalam pencampurannya sudah ada panduannya sehingga kadar protein, lemak, karbohidrat dan lain-lain sudah terpenuhi,” jelas Omo Kusnadi .
Baca juga: APMN Uji Coba Biji Karet untuk Pakan Ikan
Pada awalnya, Wanto hanya menargetkan pembuatan pakan tersebut guna memenuhi kebutuhan sendiri. Tetapi setelah dilakukan uji laboratorium di Badan Pengujian Pakan Ternak Bekasi dan laboratorium Balai Besar Perikanan Budidaya Laut (BBPBL) Lampung hasilnya cukup bagus. Yakni kadar proteinnya mencapai 28 %, hampir mendekati pakan pabrikan yang sekitar 30 %.
“Lalu kami coba tawarkan kepada pembudidaya lele lainnya untuk diuji coba. Bahkan juga diuji coba pada ikan laut dan ternyata cocok. Selanjutnya kami pasarkan ke kawan-kawan saja dulu karena belum dilengkapi izin edar untuk dipasarkan secara massal,” sambungnya.
Dijelaskan Wanto, pakan ikan Datam Feed dijual dengan harga Rp 8 ribu per kg. Pertimbangannya dengan harga tersebut imbang dengan harga pakan pabrik karena kadar proteinnya selisih sedikit.
“Pemasaran untuk ikan tawar di sekitar Bandarlampung, dan Padang Cermin, Kabupaten Pesawaran. Lalu untuk ikan laut di sekitar Hanura, Kabupaten Pesawaran. Untuk ikan laut baru jenis bawal bintang yang sudah dicoba dan cocok,” ungkap Wanto.
Kini pihak Datam Feed sedang mengurus izin edar ke Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP). “Kami sedang menyiapkan berbagai persyaratan, setelah semua persyaratannya lengkap baru diajukan ke KKP,” janjinya.
Sumber: TROBOS Aqua