Lele Bersih, Profit Tak Berhenti

| Fri, 20 May 2022 - 10:40

Manfaatkan lahan sempit untuk berbudidaya lele higienis, usaha lele dijalankan dengan hasil produksinya bisa diolah lebih lanjut

 

Di tengah padatnya pemukiman komplek perumahan seputaran Bogor-Jawa Barat (Jabar), tak disangka dijumpai kolam-kolam budidaya lele. Yang herannya lagi, tidak sama sekali tercium bau atau aroma khas dari limbah budidaya di tempat tersebut. 

 

Berbekal hanya di lahan seluas 120 meter persegi (m2) tersebut, telah dibangun belasan kolam pendederan dan pembesaran, sekaligus untuk olahan ikan lele. “Alhamdulillah tidak ada komplain dari tetangga dengan adanya usaha budidaya lele yang sudah 10 tahun saya jalankan,” sebut pemilik lokasi usaha budidaya lele, Arika Bachtiar.

 

Modifikasi Sistem Budidaya

Dia pun menyebut awalnya mengelola budidaya lele untuk berproduksi lebih higienis. “Saya lihat dari usaha budidaya lele yang dijalankan orang lain di belakang komplek perumahan. Nampaknya jorok sekali. Pakan yang diberikan adalah limbah ayam, dan sebagainya. Dari sanalah inisiasi saya untuk menghasilkan produk lele higienis,” ungkap laki-laki yang akrab disapa Arika itu. 


Baca juga: Inovasi Budidaya Lele Bersih untuk Pangan Sehat

 

Setelah memutuskan untuk berfokus di budidaya lele ini, Arika pun berhenti dari tempat kerjanya di satu perusahaan swasta di Jakarta. Setelah itu, ia mengikuti satu pelatihan budidaya di daerah Depok-Jabar. 

 

Yakin dengan bekal ilmunya, ia kemudian memberanikan diri memulai usaha budidaya lele higienis. Dengan harapan bagaimana memperkenalkan budidaya lele sekaligus mengubah mindset (pola pikir) masyarakat bahwa lele itu bersih. 

 

Penerapan sistem bioflok yang ramai digunakan saat itu adalah pilihan utama, karena tidak memiliki latar pendidikan perikanan. Seiring berjalannya waktu, ia merasa perlu modifikasi sistem budidaya yang lebih sederhana tanpa menggunakan bahan seperti molase dan probiotik.

 

“Mengingat harga molase dan probiotik yang merangkak naik. Belum lagi kadang keberadaan di pasaran hilang. Dan juga proses pembuatan probiotik serta ritme pemberian rutinnya harus disiplin. Hal tersebut dirasa cukup membuat bengkak biaya operasional, maka pada akhirnya saya memutuskan berhenti menggunakannya,” ungkap Arika siang itu kepada tim TROBOS Aqua. 


Baca juga: Manfaat Green Water System untuk Tekan Amonia pada Budidaya Lele

 

Ia pun berinisiatif mengambil beberapa konsep sistem budidaya sebelumnya. Misalnya, dari pemberian airas (suplai udara dengan mesin), hingga pembuangan kotoran dasar secara rutin. “Jadi saat ini, sistem budidaya yang digunakan hanya disiplin membuang kotoran dasar. Ketika pagi hari setiap kolam dibuang air sebanyak 10-15 centimeter (cm). Setelah itu, kolam diisi kembali dengan debit air kecil yang berasal dari mesin air langsung,” terangnya.

 

Air ini kemudian mengalir ke kolam-kolam melalui pipa, dan kran air. Setelah sore hari baru dimatikan, dan begitu terus setiap harinya. Walaupun terdengarnya boros listrik, pada kenyataanya tidak. Karena selama ini penggunaan secara rutin ditambah mesin airator sebanyak 2 buah biaya listrik per bulannya hanya sekitar Rp 200-250 ribu.

 

“Jadi tak perlu repot-repot buat probiotik, biayanya pun tidak jauh berbeda. Fungsinya sama, air bersih, ikan sehat, dan nafsu makan serta pertumbuhan optimal,” beber laki-laki kelahiran Sukabumi-Jabar ini.

 —


Artikel ini pertama kali dipublikasikan oleh TROBOS Aqua. Ketepatan informasi dan efektivitas metode budidaya yang terdapat di dalamnya di luar tanggung jawab Minapoli.



Artikel lainnya