• Home
  • Infomina
  • Kawasan Ekonomi Khusus Pangan Berbasis Vaname Penting Bagi Keberlanjutan

Kawasan Ekonomi Khusus Pangan Berbasis Vaname Penting Bagi Keberlanjutan

| Thu, 01 Dec 2022 - 10:12

Sabtu, 19 November tahun 2022 didaulat menjadi salah satu nara sumber memperingati Harkannas (Hari Ikan Nasional) ke 9, bertempat di Pantai Mousing Kec. Sinei, Kab. Parigi Moutong, Prov. Sulawesi Tengah 


Topik yang didiskusikan antara lain terkait ide KEK (Kawasan Ekonomi Khusus) Pangan Tomini yang berbasis udang Vaname. Dan hal ini mendapat respon kuat dari floor yang hadir secara off dan online, meminta agar didorong sesegera mungkin untuk direalisasikan. 


Pada saat ini di Indonesia terdapat 15 KEK yang telah dibangun. Dan berdasarkan evaluasi dewan KEK nasional bahwa hanya ada empat KEK yang dinilai beroperasi sesuai harapan. Persoalan utama dari 11 KEK lainnya, termasuk KEK Palu di Sulteng adalah kepastian jaminan suply chain, utamanya bahan baku


ITTAP, “ Indonesian Teluk Tomini Agroindustrial Park”, Salah satu luaran dari seminar sehari tersebut. Kalau di kab. Morowali dikenal IMIP, Indonesia Morowali Industrial Park, maka di Kab. Parigi Moutong akan ada ITTAP. Ini menurut sejumlah kalangan relevan dengan konsep pembangunan ekonomi kawasan atau clusterisasi. 


Sejumlah alasan yang mendorong ITTAP segera terwujud antara lain: Pertama, daya saing pangan Teluk Tomini masih lemah, karena belum diolah menjadi produk setengah jadi dan jadi. Umumnya masih raw material, sehingga nilai tambahnya kecil dan berada di tempat lain. 


Lebih ironi lagi, bahwa komponen input produksi harus didatangkan dari luar. Contoh budidaya udang vaname, mulai benih, pakan dan komponen input lainnya di impor dari Jawa dan pasar udangnya juga ke Jawa dalam bentuk segar. 


Danpaknya, harga udang vaname yang diterima petambak udang di Parigi Moutong dan kab. sekitarnya lebih murah hingga 10 ribu rupiah per kg. Selain itu mutu udang akan menurun saat tiba di tujuan, karena butuh waktu hingga 7 hari akibat perjalanan panjang. 


Benur harus dibayar lebih mahal hingga 60 rupiah per ekor karena harus diangkut. dengan pesawat udara. Harga pakan lebih mahal hingga 2000 ribu rupiah per kg, dikarenakan biaya logistik kapal laut maupun angkutan darat yang tinggi. Demikian pula halnya ketika dipasarkan. 


Kedua, Teluk Tomini memilik garis pantai 1.350 km, separuh negara Ekuador di Amerika Latin yang kini menjadi produsen terbesar dunia dengan produksi udang vaname 1,1 juta ton di tahun 2021. Indonesia hanya 500.000 ton (FAO, 2021), meskipun bergaris pantai kurang lebih 100.000 km, terpanjang ke dua dunia.


Bila menggunakan referensi yang ada, maka diprediksi kemampuan produksi udang di kawasan teluk Tomini bisa mencapai 300 ribu ton per tahunnya. Belum lagi produksi udang dari selat Makassar dan Laut Sulawesi yang cukup besar. 


Ketiga, bahwa saat ini sejumlah investasi budidaya udang vaname oleh masyarakat dan pengusaha di Teluk Tomini dan Selat Makassar-laut Sulawesi berlangsung sangat masif, karena harga lahan relatif lebih murah dan mutu lingkungan perairan lebih baik.  


Melihat cost logistik yang semakin tidak kompetitif, maka diperkirakan laju investasi akan seret. Bahkan, boleh jadi usaha yang sudah ada bisa saja tutup aoabila perbaikan efisiensi tidak segera dilakukan pembenahan.


Ditambah lagi akhir akhir ini harga udang di pasar global cenderung turun karena daya beli masyarakat di sejunlah negara menurun akibat inflasi yang tinggi karena konflik Rusia dan Ukrania berkepanjangan mengganggu suply chain pangan dan energi. 


Alasan alasan yang disebutkan di atas tentunya dapat memberikan pertimbangan bahwa kehadiran KEK pangan berbasis vaname di Teluk Tomini menjadi strategis dan mendesak di realisasikan agar bisa meningkatkan daya saing menuju keberlanjutan. 


Teluk Tomini, diarahkan menjadi sentra produksi utama bahan baku udang dan pusat industri prosesing yang menghasilkan produk pangan ready to eat dan ready to cooke yang saat ini telah menjadi trend permintaan.


Kebutuhan makanan ready to eat, siap saji trendnya meningkat tajam. Jutaan jemah haji maupun umroh, pekerja industri tambang maupun industri lainnya, dan peran gender emansipasi yang meningkat dalam pembangunan, menuntut shifting penyediaan makanan ke cepat saji. 


Selat Makassar dan Laut Sulawesi bisa menjadi pusat produksi input produksi seperti benur, pakan dan sapras lainnya, sekaligus menjadi pelabuhan ekspor atau pintu keluar Selain itu kawasan selat Makassar dan laut Sulawesi bisa berperan sebagai buffer bahan baku untuk industri prosesing di teluk Tomini. 


Untuk kelancaran konektifitas dan efisiensi dibutuhkan infrastruktur berupa jalan bebas hambatan atau TOLdarat yang menghubungkan teluk Tomini dan Selat Makassar yang jaraknya sekitar 30 km, yaitu dari desa Kasimbar di kab. Parigi Moutong teluk Tomini menuju ke desa Tambu, kab. Donggala, Selat Makassar. 


Ini juga sekaligus menjadi jembatan penghubung antara ALKI III dan ALKI II, menghubungkan kawasan Timur ke IKN dan kawasan Barat.  Tidak menutup kemungkjinan ke depan keterhubgan itu bisa melalui terusan yang pernah digagas di era Gubernur B. Paliudju yang bernama “Terusan Khatulistiwa”. 


Sleain itu dibutuhkan Infrasruktur lainnya antara lain  pembangunan pelabuhan laut di kedua wilayah tersebut , pasokan listrik air bersih, ketersediaan lahan dan SDM yang kompetitif dan sering nenimbulkan masalah di saat akan operasional. 


Terakhir, bahwa secara umum telah dikemukakan alasan dibutuhkan clusterisasi pembangunan industri pangan. Namun semua berpulang kepada respon dan kreatifitas dari pemerintah daerah, karena harus digagas dan termuat didalam satu dokumen perencanaan terintegrasi pusat dan daerah. SEMOGA.


Oleh Hasanuddin Atjo, Dewan Pakar Ispikani dan SCI. 



Artikel lainnya