• Home
  • Infomina
  • Fisheriespedia 2025: Tingkatkan Branding Produk Perikanan Indonesia untuk Gapai Pangsa Pasar Global

Fisheriespedia 2025: Tingkatkan Branding Produk Perikanan Indonesia untuk Gapai Pangsa Pasar Global

| Thu, 03 Jul 2025 - 19:07

Surabaya (3/7) - Dalam rangka meningkatkan pangsa pasar internasional untuk berbagai produk perikanan ekspor Indonesia, salah satu langkah yang dapat dilakukan adalah melakukan branding.


Strategi membangun identitas produk perikanan ini dapat meningkatkan daya saing produk dengan cara membentuk citra positif serta meningkatkan kepercayaan konsumen.


Topik ini secara khusus diangkat dan dikupas tuntas pada seminar Fisheriespedia 2025 yang bertajuk “Dari Laut Nusantara ke Pasar Dunia” yang diadakan secara luring di Grand City Convex, Surabaya.


Fisheriespedia ini sendiri adalah bagian dari rangkaian acara Indo Fisheries Expo & Forum 2025, salah satu pameran dan forum kelautan dan perikanan terbesar di Indonesia.


Seminar tersebut mendatangkan berbagai tokoh asosiasi, pemerintahan, dan pelaku usaha perikanan Indonesia antara lain:

- Erwin Dwiyana selaku Direktur Pemasaran Direktorat Jenderal Penguatan Daya Saing Produk Kelautan dan Perikanan (PDSPKP) Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia

- Nelia Suhaimi selaku Ketua Umum Asosiasi Budidaya Mutiara Indonesia (ASBUMI)

- Janti Djuari selaku Ketua Asosiasi Perikanan Pole & Line dan Handline Indonesia (AP2HI)

- Liris Maduningtyas selaku Ketua Komisi IV Shrimp Club Indonesia (SCI) sekaligus CEO JALA 

- Budhi Wibowo selaku Asosiasi Pengusaha Pengolahan Dan Pemasaran Produk Perikanan Indonesia (AP5I)


Jalannya diskusi pada seminar kali ini dibawakan oleh CEO Minapoli, Rully Setya Purnama,  sebagai moderator.




Strategi Branding Produk Perikanan Nasional

Erwin menjadi pemateri pertama dan menyampaikan mengenai strategi memperkuat branding produk perikanan Indonesia agar dapat mendorong peningkatan ekspor.


Sebelum itu, Erwin menjelaskan analisis mengenai tantangan ekspor produk perikanan Indonesia antara lain yaitu:

- Ketergantungan pada negara tujuan yang kinerjanya sangat bergantung pada kebijakan internasional, contohnya yaitu Amerika Serikat

- Adanya peningkatan regulasi impor dari berbagai negara tujuan seperit uji residu, sertifikasi keberlanjutan, dan tuduhan dumping

- Ketergantungan ekspor terhadap beberapa produk tertentu


Erwin kemudian menjelaskan mengenai strategi-strategi yang telah ia jalankan dalam meningkatkan branding produk perikanan Indonesia, yakni:

- Penguatan branding dan promosi berbasis elektronik

- Pengelolaan website platform informasi branding produk perikanan

- Peningkatan kapasitas strategi promosi dan pameran domestik serta internasional

- Fasilitasi dan kolaborasi keikutsertaan pameran bersama KBRI, KJRI, ITPC, dan asosiasi perikanan

- Promosi produk perikanan indonesia pada pameran perikanan internasional


Ia juga turut mengenalkan logo branding produk perikanan Indonesia dengan nama Indonesian Seafood dengan Tagline “Naturally Diverse, Safe & Sustainable”.


“Branding ini menunjukkan bahwa produk perikanan Indonesia itu aman dikonsumsi serta diperoleh dari kegiatan yang sustainable,” ujar Erwin.


Ia juga mengenalkan website indonesiaseafood.id yang menjadi platform informasi produk perikanan Indonesia beserta perusahaan-perusahaan yang terdapat di industrinya.


“Platform Indonesia Seafood juga memiliki informasi dan direktori yang mengacu ke perusahaan-perusahaan produk perikanan negeri.”


Mengenal Industri Mutiara Indonesia

Pada pemaparannya, Nelia Suhaimi turut menjelaskan mengenai kondisi pasar dari industri budidaya kerang mutiara di Indonesia.


Ia menegaskan bahwa Indonesia pada tahun 2024 lalu telah mencatatkan prestasi sebagai produsen mutiara yang terbesar di dunia dari wilayah laut selatan.


“Indonesia kini behasil menjadi produsen mutiara di laut selatan yang terbesar dan berhasil melampaui Australia, Filipina, dan Myanmar,” jelasnya.


Lebih lengkapnya, Indonesia telah mengekspor mutiara sebanyak 11.050 kilogram ke berbagai negara dengan tujuan utama yaitu Jepang, Hong Kong, Australia, Cina, dan negara kawasan ASEAN.


Selain itu, permintaan pasar mutiara dari Cina juga mengalami pertumbuhan signifikan sehingga peluang untuk industri mutiara ini masih tinggi.


Pada akhir sesi, Nelia juga menegaskan bahwa ia untuk mengembangkan industri budidaya mutiara Indonesia menjadi produk ekspor perikanan unggulan.


“Kami dari Asosiasi Budidaya Mutiara Indonesia siap bersinergi dan berinovasi untuk menjadikan mutiara Indonesia semakin bersinar di pasar global dan di rumah kita sendiri.”


Pentingnya Sertifikasi untuk Ikan Tangkapan

Sertifikasi menjadi salah satu kredensial penting untuk meningkatkan branding produk perikanan. Aspek ini menjadi topik utama yang disampaikan oleh Janti Djuari.


Ia mengungkapkan bahwa AP2HI telah berdiri sejak 2014 dengan latar belakang membantu nelayan dengan sistem pole & line dan handline untuk menjual hasil tangkapannya.


Oleh karena itu, Janti bersama rekan-rekan AP2HI berinisiatif untuk mendapatkan sertifikasi agar dapat meningkatkan daya saing produk tersebut.


Salah satu sertifikasi yang berhasil didapatkan yaitu Marine Stewardship Council (MSC) pada tahun 2021. MSC adalah sertifikasi yang dikeluarkan oleh organisasi nirlaba internasional dengan nama yang sama dan bertujuan untuk menjaga keberlanjutan sumber daya laut.


Selain itu, Janti juga berhasil mendapatkan sertifikasi Fair Trade pada tahun 2024 lalu. Kalau MSC menitikberatkan pada asas keberlanjutan, Fair Trade sendiri lebih bertumpu pada prinsip keadilan sosial, ekonomi, dan lingkungan.


“Sertifikasi Fair Trade ini memastikan bahwa pada setiap kaleng ikan yang terjual, maka dipastikan terdapat profit yang disalurkan kepada para nelayan,” ujarnya.


Janti menegaskan bahwa sertifikasi menjadi langkah yang baik untuk mendukung keberlanjutan sekaligus menunjukkan sustainability dari produk perikanan.




Langkah Peningkatan Ekspor Produk Indonesia 

Pada awal pemaparannya, Liris menjelaskan mengenai kinerja produksi dan ekspor produk udang Indonesia.


Produksi udang Indonesia pada tahun 2024 mencapai +- 400.000 ton dengan total ekspor udang mencapai estimasi 202.464 ton.


Liris juga menjabarkan bahwa sekitar 60-70% pasar ekspor udang Indonesia mayoritas bertujuan ke Amerika Serikat sekitar 135.407 ton.


“Kita sangat bergantung pada market Amerika Serikat, tapi kita juga lihat bahwa tahun lalu ada perkembangan market ekspor ke Eropa, Kanada, dan juga ASEAN,” ujar Liris.


Lebih detailnya, perkembangan market ekspor udang ke Eropa sebesar 39% dan ke Kanada sebesar 62% (YoY).


Ia juga menjelaskan mengenai survei yang dilakukan oleh JALA pada para petambak udang di Indonesia mengenai kendala budidaya. Hasilnya menunjukkan bahwa penyakit udang masih menjadi tantangan utama (40,3%) diikuti oleh harga udang (39,5%), harga pakan (11,6%), biaya operasional (6,2%), dan tantangan untuk menjual hasil panen (2,3%).


Selanjutnya, Liris menyebutkan beberapa poin fokus yang akan dikawal oleh SCI, yakni:

- Advokasi penyederhanaan perizinan tambak serta kebijakan lain yang merugikan petambak

- Memberikan pelatihan dan pendampingan teknis

- Melakukan kampanye dan branding udang Indonesia untuk pasar lokal dan global

- Bekerja sama untuk peningkatan produksi udang nasional




Pengembangan Pangsa Pasar Produk Perikanan Internasional 

Terakhir, Budhi Wibowo memaparkan mengenai kondisi pasar di lapangan, konsekuensi perubahan kebijakan, serta strategi pengembangan pangsa pasar di Cina.


Budhi menyambung materi Liris dengan menjelaskan kondisi pasar udang di Amerika serta dampak dari kebijakan Presiden Trump.


“Saat ini tarif ekspor kami kena 10%, ditambah untuk udang (tarif) antidumping 3,9%. Di lain pihak, margin ekspor produk perikanan Indonesia di bawah 5%.”


Namun, ia juga menyebutkan bahwa kebijakan tarif tersebut turut bergantung pada tarif yang dikenakan presiden Trump pada negara pengekspor lainnya.


Kenaikan tarif itu sendiri juga akan berdampak pada terjadinya inflasi di Amerika Serikat. Budhi menyebutkan bahwa saat ini inflasi di AS telah meningkat sebanyak 5%.


Hal tersebut diduga akan menurunkan permintaan untuk produk perikanan dari negeri Paman Sam itu sendiri.


Oleh karena itu, Budhi bersama rekan-rekan AP5I sedang berusaha untuk membuka peluang ekspor produk perikanan ke negara lain, khususnya Cina, ASEAN, dan Timur Tengah.


Budhi menyebutkan bahwa Cina adalah importir udang terbesar di dunia dengan estimasi mencapai 1 juta ton. Namun, pangsa ekspor Indonesia ke Cina hanya sebesar 12.000 ton atau sekitar 1,5% dari total angka tersebut.


Salah satu strategi yang ingin dicoba adalah mencari importir yang menjual langsung ke retail, termasuk marketplace. Ia juga menyebutkan mengenai permintaan produk udang di marketplace lokal di negara tersebut yang berkembang pesat.


Selain itu, strategi lain yang ia sebutkan yaitu:

- Meningkatkan produk value added

- Meningkatkan kualitas produk udang kupas untuk udang berukuran 100-200 per kilogram

- Meningkatkan kualitas produk udang cooked on untuk udang berukuran besar (40 per kilogram)


Artikel lainnya

Terkini 

Manfaat Super Mengonsumsi Ikan

Minapoli

956 hari lalu

  • verified icon2230
Terkini 

Cara Budidaya Ikan Bandeng di Air Tawar

Minapoli

1033 hari lalu

  • verified icon10964
Terkini 

The Carbon On Your Plate: Mangrove and Aquaculture

Minapoli

1801 hari lalu

  • verified icon2816