• Home
  • Infomina
  • Silvofishery, Alternatif Pelestarian Hutan Mangrove

Silvofishery, Alternatif Pelestarian Hutan Mangrove

| Thu, 20 May 2021 - 14:20

Hutan mangrove merupakan hutan yang sering kita lihat di muara sungai, daerah pasang surut, serta tepi laut. Tanaman mangrove ini unik, karena merupakan perpaduan karakter tumbuhan yang hidup di darat dan laut.


Secara umum, mangrove berperan sangat penting sebagai peredam angin dan gelombang laut, serta pelindung abrasi di pantai.


Mangrove mempunyai sistem perakaran yang menonjol ke permukaan tanah [pasir] atau biasa disebut sebagai akar napas. Sistem ini merupakan suatu cara adaptasi terhadap keadaan tanah yang miskin oksigen.


Baca juga: Ayo Lestarikan Ekosistem Mangrove Pada Tahun 2021 Yang Akan Datang


  Satwa juga memanfaatkan hutan mangrove sebagai habitat hidupnya. Foto: Ridzki R Sigit/Mongabay Indonesia


Arti penting mangrove bagi wilayah pesisir adalah kemampuannya menjaga keberlangsungan populasi ikan, kerang, udang dan lainnya. Bukan itu saja, mengrove merupakan tempat menyenangkan untuk perkembangbiakan dan pembesaran beberapa spesies hewan khususnya udang dan nener.


Selain itu, hutan mangrove merupakan habitatnya bekantan [Nasalis lavartus], burung bluwok/wilwo [Mycteria cinerea], juga bangau tongtong [Leptoptilus javanicus].


Ekosistem mangrove secara fisik maupun biologi berperan menjaga ekosistem lain di sekitarnya, seperti padang lamun dan terumbu karang dengan menghasilkan zat-zat nutrien [organik dan anorganik] yang mampu menyuburkan perairan laut.


Baca juga: Pemberian Pakan Ikan Belanak saat Monokultur ataupun Polikultur

Ekosistem mangrove juga berperan sangat penting dalam siklus karbon, nitrogen, dan sulfur.

 

Abdul Latief menunjukkan bibit mangrove di pelataran Rumah Berdikari di Desa Pabean Udik, Kecamatan Indramayu, Kabupaten Indramayu, Jawa Barat. Mangrove dengan sejumlah manfaat telah dirasakan Abdul Latief bersama kelompoknya Jaka Kencana. Foto: Donny Iqbal/Mongabay Indonesia

 
Silvofishery

Silvofishery merupakan salah satu program alternatif untuk menjaga pelestarian hutan mangrove. Tepatnya, sebuah program budidaya di kawasan pertambakan tradisional yang bermuara untuk kepentingan pelestarian lingkungan hutan bakau.


Silvofishery adalah penghijauan sekaligus budidaya bandeng, udang windu, dan kerang hijau yang dilakukan di kawasan mangrove, tanpa harus mengkonversi, terlebih mengancam fungsi ekologi mangrove.


Yudha Miasto, dalam tesisnya di Institut Pertanian Bogor [IPB] tahun 2010 bertajuk “Kajian Potensi dalam Pengembangan Silvofishery di Kabupaten Tulang Bawang, Provinsi Lampung” menjelaskan, silvofishery atau sering disebut wanamina adalah bentuk kegiatan terintegrasi [terpadu] antara budidaya air payau dengan pengembangan mangrove, pada lokasi yang sama.


Konsep ini dikembangkan sebagai bentuk budidaya perikanan tradisional berkelanjutan, dengan input yang rendah.


Menurut Yudha, pendekatan antara konservasi dan pemanfaatan kawasan mangrove memungkinkan untuk mempertahankan keberadaan mangrove yang secara ekologi memiliki produktivitas relatif tinggi. Tentu saja dengan keuntungan ekonomi dari kegiatan budidaya perikanan.


Wilayah pesisir timur Provinsi Lampung, khususnya Kabupaten Tulang Bawang, merupakan aset pembangunan kawasan pesisir yang sangat diandalkan sebagai pendapatan asli daerah.


“Kawasan ini telah sejak lama dimanfaatkan untuk sektor perikanan budidaya, khususnya tambak udang. Kegiatan tersebut secara langsung maupun tidak, dapat menyebabkan perubahan sistem ekologi kawasan setempat,” jelasnya.


Baca: Polikultur Udang Galah dengan Bandeng


Hutan mangrove Register 15 ini dikelola kelompok masyarakat Desa Purworejo, Lampung Timur, Lampung. Foto: Eni Muslihah/Mongabay Indonesia


Berkaitan hal tersebut, lanjut Yudha, untuk tetap mengoptimalkan pemanfaatan pesisir sebagai areal budidaya udang tanpa mengesampingkan penurunan kualitas lingkungan, diperlukan suatu upaya produktif. Salah satu caranya adalah dengan mengkombinasikan areal budidaya dengan penanaman mangrove.


Berdasarkan hasil penelitian Yudha di Desa Sungai Burung, Kabupaten Tulang Bawang, pesisir timur Lampung, disimpulkan bahwa pengelolaan ekosistem mangrove di wilayah ini melalui kombinasi pemanfaatan lahan pesisir dengan silvofishery, memiliki fungsi cukup besar baik dari segi manfaat maupun ekonomi. Penelitian ini dilakukan melalui tinjauan karakteristik fisika kimia perairan, produktifitas serasah mangrove, dekomposisi dan kandungan unsur hara serasah, serta pakan alami dan valuasi ekonomi.



Mangrove yang snagat penting bagi kehidupan satwa dan manusia harus dikelola dengan baik. Mangrove ini dimanfaatkan untuk pertambakan dan pembibitan udang windu. Foto: Christian Heru Cahyo Saputro

 

Dalam pertambakan tradisional, jika luas tambak lima hektar, tidak semua area tersebut digunakan untuk budidaya. Tetapi, hanya pinggiran saja, sedangkan tengahnya kosong.


Lahan kosong inilah yang ditanami pohon bakau [mangrove]. Dengan demikian, dalam konsep budidaya silvofishery dua tujuan dapat dicapai sekaligus, yakni budidaya dan kelestarian lingkungan.


Dengan begitu, pola budidaya tambak diharapkan menjadi ramah terhadap lingkungan juga sebagai penyangga kawasan konservasi yang terintegrasi.


Program ini, berpotensi dapat dikembangkan lebih luas, bila bermitra dengan petambak-petambak tradisional. Sementara pemerintah dan pihak lainnya melalui kegiatan pengelolaan lingkungan bisa melakukan penghijauan hutan mangrove di sepanjang pantai.


Aktivitas ini merupakan perwujudan menjaga hutan mangrove sebagai benteng abrasi, sekaligus mengambil peran dalam konservasi yang tujuannya untuk kebaikan kita semua.


Sumber: Mongabay.com




Artikel lainnya