Memilih Benur Vaname dengan Keunggulan Genetik yang Tepat
| Wed, 09 Mar 2022 - 11:47
Meski tantangan penyakit dalam budidaya udang vaname seolah tak kunjung surut, namun industri budidaya udang vaname sendiri masih tetap menarik dan prospektif. Sebab selain pasarnya masih terbuka lebar, terutama pasar ekspor, harga jualnya pun cukup baik jika dibandingkan dengan komoditas akuakultur lainnya. Pemerintah melalui Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) juga telah menjadikan udang sebagai komoditas unggulan dan menargetkan pertumbuhan nilai ekspornya sebesar 250 persen selama 2020-2024.
Untuk menjawab tantangan penyakit sekaligus mengoptimalkan potensi tersebut, berbagai upaya terus dilakukan oleh para stakeholders perudangan, termasuk salah satunya melalui perbaikan genetik induk. Para produsen broodstock terus mengembangkan induk berkualitas melalui perbaikan genetik. Karena selain sistem budidaya yang baik, genetik juga menjadi faktor penting dalam keberhasilan budidaya udang vaname.
Menurut Sekjen Forum Udang Indonesia (FUI) Coco Kokarkin, Pertambakan di Indonesia memiliki karakteristik dan tantangan yang berbeda-beda. Mulai dari daya dukung tiap tambak, kualitas air, hingga tantangan penyakitnya. Tantangan-tantangan yang spesifik di setiap tambak tersebut menurutnya bisa diatasi, salah satunya dengan perbaikan genetik udang.
Baca juga: Performa Induk Udang Vaname Tahan Penyakit
“Semua masalah ini dapat diatasi dengan perbaikan genetik. Melalui seleksi induk yang masih kaya keragaman genetiknya,” ungkap Coco dalam acara webinar BincangUdang #1 yang diadakan oleh FUI dan FKPUI (Forum Komunikasi Pembenih Udang Indonesia) yang bekerja sama dengan Minapoli, Selasa (8/3).
Webinar BincangUdang #1 diikuti oleh lebih dari 700 peserta dari berbagai kalangan di industri perudangan
Perbaikan genetik pada induk udang juga dinilai sangat penting oleh Sekjen FKPUI Waiso, untuk menghasilkan benur berkualitas. Menurutnya, pihak pembenih udang atau hatchery kerap menjadi kambing hitam kegagalan produksi udang di tambak. Terutama seperti pada kasus AHPND yang menyerang udang di usia budidaya kurang dari 30 hari yang akhir-akhir ini sering terjadi.
Menurut Waiso, perbaikan genetik udang bisa dilakukan berdasarkan aspek pertumbuhannya maupun aspek ketahanannya. Keduanya sama-sama dibutuhkan oleh para petambak di Indonesia. Sebab dalam pengamatannya, pertambakan di Indonesia terbagi ke dalam tiga zona berdasarkan kondisi lingkungannya. Berturut-turut dari yang paling ideal menuju yang paling buruk antara lain zona hijau, merah, dan hitam.
Benur dengan genetik pertumbuhan yang cepat sangat cocok digunakan di pertambakan zona hijau. Sementara benur dengan genetik ketahanan yang bagus, cocok digunakan di pertambakan zona merah dan hitam. Menurut Waiso, kedua keunggulan genetik tersebut sama-sama dibutuhkan oleh para petambak Indonesia agar semua zona bisa sama-sama panen udang vaname.
Baca juga: Genjot Produksi Benih dan Stok Induk Udang
Memilih Kualitas Genetik Sesuai Kebutuhan
Karena karakter pertambakan yang berbeda-beda tersebut, pendekatan produsen induk dalam menjawab tantangan yang ada pun berbeda-beda.
Salah satu produsen induk vaname asal Amerika, American Penaid Inc. (API), memproduksi induk dengan keunggulan genetik ketahanannya (survival). Menurut Indonesian Representative API Barry Amru Emirza, pertumbuhan udang vaname meningkat 2-3 kali lipat dalam 30 tahun terakhir berkat perbaikan genetik untuk pertumbuhan. Namun bersamaan dengan itu, ketahanannya justru menurun sebesar 2-3 kalinya juga. Sehingga tidak mengherankan jika budidaya udang terus dihantui penyakit.
Menurutnya, penyakit udang tidak ada yang baru. Penyakit baru yang muncul sebetulnya sudah ada sejak lama, namun karena ketahanan udang yang menurun tersebut, akhirnya “penyakit baru” tersebut bisa menyerang udang. Oleh sebab itu, alih-alih memngembangkan udang dengan pertumbuhan yang cepat, API memilih untuk memproduksi udang yang unggul ketahanannya.
Barry menambahkan bahwa udang dengan genetik ketahanan yang bagus, cocok digunakan pada pertambakan dengan kondisi lingkungan yang tidak menentu. Sebaliknya, udang dengan genetik pertumbuhan yang cepat lebih cocok digunakan pada lingkungan yang ideal dan stabil.
Baca juga: Cegah Penyakit, KKP Larang Penggunaan Induk Udang Asal Tambak
Pengembangan genetik untuk induk yang berkualitas juga dilakukan oleh perusahaan asal Norwegia, Benchmarks Genetics. Menurut Commercial and Technical Manager Benchmarks Genetics Dedy Safari, perbaikan genetik pada induk vaname perlu terus dikembangkan karena menjadi landasan penting untuk efisiensi produksi. Karena itu, pihaknya telah mengembangkan 3 jenis induk vaname dengan keunggulan genetik yang berbeda-beda. Antara lain induk dengan keunggulan pertumbuhan, ketahanan terhadap penyakit seperti WSSV dan AHPND, serta genetik yang toleran terhadap salinitas rendah.
Selain dari perusahaan swasta, KKP melalaui Balai Produksi Induk Udang Unggul dan Kekerangan (BPIU2K) Karangasem-Bali juga turut mengembangkan induk unggul vanname. Kepala BPIU2K Wendy Tri Prabowo dalam kesempatan yang sama menyampaikan bahwa induk vaname yang balainya kembangkan ditujukan untuk mendukung para petambak tradisional. Menurutnya, para petambak tradisional dan tradisional-plus jumlahnya sangat banyak dan sering kurang mendapat perhatian. Padahal mereka juga perlu mendapatkan akses benur berkualitas agar bisa menghasilkan produksi yang optimal, sehingga bisa turut mendukung program peningkatan produksi dari pemerintah.
Perbedaan genetik yang ada pada udang vaname penting diketahui oleh para petambak agar bisa memilih benur yang tepat sesuai kebutuhan dan kondisi tambak. Petambak sekaligus pembenih udang Frans Antony dalam sesi diskusi webinar tersebut mengatakan bahwa genetik benur yang berbeda mempunyai respon berbeda juga terhadap kondisi lingkungan. Serangan penyakit yang sama dalam waktu yang relatif sama bisa direspon secara berbeda oleh udang. Udang dengan genetik pertahanan yang unggul cenderung mampu lebih bertahan dengan risiko kegagalan yang lebih rendah.
“Pengetahuan tentang perbedaan genetik pada udang ini penting diketahui oleh para petambak, sebab selama ini banyak petambak yang tahunya setiap benur itu sama saja. Padahal memiliki genetik berbeda-beda” ungkap Frans.
—
Webinar BincangUdang #1 selengkapnya dapat disimak ulang di sini.