Korelasi Akuakultur dan Ekosistem Mangrove
| Thu, 08 Dec 2022 - 10:05
Studi Kasus Budidaya Udang dan Hubungannya dengan Mangrove
Hingga tahun ini, kegiatan perikanan budidaya misalnya budidaya udang vaname (Litopenaeus vannmei) masih sangat digemari dan digeluti oleh masyarakat, khususnya para pelaku usaha. Seiring berjalannya waktu, kegiatan ini semakin berkembang di seluruh wilayah Indonesia, bukan hanya dalam skala ekstentif akan tetapi juga secara semi-intensif dan intensif.
Semakin banyaknya usaha budidaya secara intensif hal tersebut juga menambah permasalahan di negeri ini, permasalahan diantaranya adalah limbah. Limbah tersebut adalah limbah cair saat pergantian media dan panen.
Salah satu studi kasus pada sistem BUSMETIK (Budidaya Udang Skala Mini Empang Plastik) yang budidaya ini akan menimbulkan tumpukan limbah (sisa pakan yang tidak dimakan ikan, jasad renik, dan angka ammonia yang meningkat). Hal ini disebabkan karena pemberian pakan tergantung kepda pakan buatan.
Studi ini didukung oleh pendapat Buwono (1993), Kegiatan budidaya yang dilakukan secara intensif yang mana pada tebar yang berbanding lurus dengan pakan yang diberikanan akan menimbulkan penimbunan sisa pakan, begitu dengan cepatnya dari sisa jasad renik yang berjumlah banyak didasar tambak. Selain itu, jumlah ammonia di dalam tambak akan bertambah sejalan dengan tingginya suhu dan aktivitas perombakan (Soetomo, 2002).
Di satu sisi, kualitas air pada budidaya udang harus tetap dijaga, agar kondisi udang tetap stabil. Untuk menjaga dan mendapatkan kualitas air, maka perlu dikendalikan serta dilestarikan. Menurut Dewa (2016), Kegiatan memelihara air agar tetap terjaga kualitasnya adalah suatu kegiatan melestarikan kualiatas air sedangkan pengelolaan air adalah kegiatan dalam pengendalian pencemaran air, salah satunya dengan menanam mangrove. Walaupun pada kenyataannya, tumbuhan mangrove terkena dampak secara langsung dari pencemaran tersebut.
Artikel terkait: Silvofishery, Alternatif Pelestarian Hutan Mangrove
Menurut Darpi (2017), mangrove di muara sungai sering menjadi tempat penumpukan limbah yang terbawa oleh aliran air sungai. Tumbuhan ini daya serap bahan-bahan organik dan non organik yang masuk melalui membrane sel ke tubuh.
Pada studi kasus yang lain, istilah tambak empang parit silvofishery, tambak tumpangsari, hutan tambak, atau minawana adalah suatu kegiatan pengelolaan mangrove dan budidaya ikan yang dilakukan secara terintegrasi (Primavera, 2020). Kegiatan yang memperhatikan aspek ekosistem dalam pengelolaan mangrove dan pemanfaatannya di kenal dengan istilah Silvofishery.
Pendekatan yang dilakukan secara terpadu antara pemanfaatan mangrove dan konservasi relatif mampu dalam pelestarian hutan serta memberikan keuntungan ekonomis dari kegiatan budidaya di tambak. Terdapat beberapa macam model dalam konsep ini tergantung pada keadaan mangrove beserta tujuan dari pengelolaannya.
Analisis Status Ekologis Mangrove & Udang
Dalam skala riset, analisis ragam rancangan acak lengkap (RAL) biasanya digunakan untuk melihat hubungan antara hasil tangkapan udang harian atau penutupan mangrove dan keberadaan udang melalui analisis status ekologis. Analisis berfungsi mengetahui apakah perbedaan dari nilai tengah contoh dan antar gabungan nilai tengah sebagaimana pendapat Mattjik & Jaya (2006).
Lebih lanjut, Boer (2005) dalam teorinya menyampaikan bahwa hasil uji analisis raham akan diuji lanjut dengan Uji Beda Nyata Terkecil (BNT). Selain analisis ragam, analisis kualitas air juga dapat dilakukan untuk melihat kondiri air sebagaimana peruntukannya dalam pengembangan budidaya baik ikan maupun udang di kawasan mangrove. Selain itu, juga untuk menganalisis kualiatas air yang masuk ditambak serta kualitas tambak esksisting perairan laut sebagai sumber pemasukan air bagi tambak yang menjadi kajian dalam perhitungan data dukung kawasan dalam mengembangkan tambak.
Hubungan Luas Tutupan Mangrove Terhadap Produksi Budidaya
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Rangkuti et al. (2015), hubungan mangrove dengan keberadaan udang menunjukan keberadaan udang semakin tinggi/banyak diiringi dengan semakin tingginya penutupan mangrove (rasio mangrove dan tambak). Hal tersebut sejalan dengan riset sebelumnya pada tahun 1995 oleh Saladin, udang tangkapan harian yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan penutupan yang lebih rendah dihasilkan dari tangkapan udang pada tambak dengan penutupan tinggi (80%) menghasilkan.
Menurut Robertson & Blaber (1992) menjelaskan bahwa ada tiga hubungan produksi udang dan tutupan mangrove yaitu: (1) Makan dan habitat bagi juvenile udang disediakan pada detritus organic pada mangrove; (2) tingginya produktivitas dapat mendukung populasi udang yang berada di saluran dan kawasan mangrove yang mendukung populasi udang pada saluran; (3) selain itu, salinitas memengaruhi hasil produksi.
Studi kasus yang lain pada budidaya udang windu, yang menunjukan bahwa salinitas memengaruhi hasil udang windu yan diproduksi. Tingginya salinitas yang dihasilkan, maka hasil produksinya juga akan tinggi walaupun pada luas tutupan mangrove tersebut sama. Salinitas 19-35% adalah salinitas yang ideal untuk pertumbuhan udang menurut (Suyanto & Mujiman, 2004).
Salinitas yang tinggi akan mempengaruhi pertumbuhan udang karena energy banyak terserap untuk proses osmoregulasi jika dibanding dengan kebutuhan untuk pertumbuhan. Salinitas yang berubah akan mempegaruhi perubahan tekanan osmotik. Menurut (Varnberg & Vernberg, 1972) Tekanan osmotik akan rendah jika salinitas rendah
Baca juga: Technology of Intercropping Tiger Shrimp - Crab - Mullet in Mangrove Forests
Terkait salinitas, riset Rangkuti et al. (2015) menunjukan produksi udang tertinggi berada pada kisaran salinitas 16-20% yaitu senilai 23,56 kg/ha/musim. Sedangkan hasil produksi terendah pada tambak dengan tutupan mangrove sedang, jarang, dan tinggi yaitu senilai 20,85 kg/ha/musim. Adapun tutupan mangrove optimal bagi pertumbuhan udang berkisar 30-60% dari luas tambak sedangkan semakin tinggi tutupan mangrove maka hasil produksi menurun (Primavera, 2000). Sedangkan pada riset bandeng, produksi tertingginya berada pada kisaran salinitas 21-25 ppt.
Berdasarkan kajian Pradana (2012) & Maifitri (2012), hasil produksi juga tergantung luasan mangrove dari tempat budidaya. Hasil budidaya tidak secara langsung terlihat dengan pengaruh tutupan mangrove tetapi akan terlihat melalui siklus bahan organik hali ini akan meningkatkan populasi plankton sebagai bahan makanan pada ikan.
Ikan yang bersifat euryhaline adalah ikan bandeng maka habitat hidupnya sangat luas, yang meliputi muara sungai, laut dan perairan payau. Ikan Bandeng juga dikenal tahan terhadap perubahan kondisi lingkungan yang ekstrim (Mansyur & Tonnek 2003) pengaruh pasang dan surut sehingga ikan bandeng dapat tumbuh optimal. Lebih lanjut, hasil produksi ikan bandeng paling tinggi di tambak dengan luas tutupan mangrove sedang, senilai 101,75 kg/ha/musim.
Luas tutupan mangrove sedang yaitu sekitar 30 – 60% dari luasan tambak adalah luas tutupan mangrove yang paling cocok untuk kelangsungan hidup pada ikan bandeng. Sistem silvofishery adalah 40% mangrove dan 60% tambak berdaskan hasil kajian Nur (2002) & Hastuti (2010). Kesejahteraan masyarakat pada umumnya dan penggarap pada khususnnya akan meningkat yang menandakan revitalisasi pada system ini. Gunawan et al. (2007) menjelaskan bahwa tambak silvofishery memberikan penambahan ekonomi untuk petani rata-rata 72,16% dan bagi selain petani rata-rata 69,89%.
Selanjutnya, beberapa sumber menyebutkan bahwa dalam daun Rizhopora terdapat kandungan asam tannic. Kandungan tersebut bisa berpotensi sebagi racun bagi organisme akuatik sehingga sistem silvofishery tidak ada untungnya jika ditanam di dalam tambak ada Rizhopora karena mengurangi ketahanan hidup udang maupun ikan bandeng. Di satu sisi, terdapat jenis mangrove yang dapat memberikan kesuburan tambak dan membantu dalam regulasi pH pada musin hujan, yakni Avicennia. Ranting jenis ini juga dapat dimanfaatkan untuk kayu bakar sehingga perairan tambak juga tidak dikotori oleh ranting tersebut.
--
Artikel ini pertama kali dipublikasikan oleh Info Akuakultur. Ketepatan informasi dan efektivitas metode budidaya yang terdapat di dalamnya di luar tanggung jawab Minapoli.