Genetically Modified Fish (GMF), Ikan Transgenik dalam Perspektif Akuakultur dan Ekologi
| Thu, 23 Sep 2021 - 10:19
Pangan merupakan bagian vital dalam menunjang kehidupan manusia dan menjadi sangat penting karena berkaitan dengan kelangsungan hidup. Populasi manusia yang terus meningkat berdampak pada kebutuhan pangan yang semakin tinggi. Sektor agrikultur menjadi yang paling disibukkan dalam hal ini, teknologi pangan terus dikembangkan dalam upaya mencukupi penyediaan bahan pangan. Genetically Modified Organism (GMO) merupakan salah satu output dari pengembangan teknologi pangan demi meningkatkan produktivitas pada sektor pertanian, peternakan & perikanan. Dalam penerapannya organisme transgenik ditujukan untuk penyediaan varietas bibit/benih unggul.
Ikan menjadi salah satu komoditas yang paling efektif dalam memenuhi kebutuhan pangan terutama kebutuhan akan protein, diantara hewan ternak lainnya Ikan lebih unggul dalam efisiensi pakan, waktu & ruang. Untuk memaksimalkan produktivitas, sektor akuakultur juga melakukan penerapan GMO pada beberapa komoditas Ikan yang dibudidayakan.
Ikan transgenik pertama kali diperkenalkan pada tahun 1984, dan hingga kini tercatat telah lebih dari 30 spesies yang telah mengalami rekayasa genetik (Darmawan, 2013). Dalam rekayasa genetik pada Ikan, diharapkan membawa sifat genetik yang sesuai dengan tuntutan permasalahan dalam kegiatan budidaya seperti pertumbuhan, daya tahan terhadap penyakit, warna dan lain-lain.
Yang tak kalah penting adalah penerapan rekayasa genetik dapat mengurangi ketergantungan antibiotik pada kegiatan budidaya, ketergantungan antibiotik tak ubahnya seperti bom waktu yang membayangi kegiatan budidaya, jika dilakukan terus menerus akan menimbulkan resistensi pada virus & bakteri sebagai sumber penyakit Ikan.
Dalam hal ini pembudidaya adalah salah satu pihak yang diuntungkan, karena berdampak pada hasil panen yang maksimal serta efisiensi ongkos produksi. Namun dalam penerapan di lapangan banyak fakta ditemukan bahwa pembudidaya juga yang seringkali melakukan kekeliruan dalam pemanfaatan Ikan transgenik, sebagai contoh sebagian besar pelaku pembenihan memanfaatkan kembali keturunan dari induk yang telah mengalami rekayasa genetik, padahal hal tersebut merupakan sebuah kesalahan yang harus dihindari para pelaku pembenihan, karena secara alami organisme hasil rekayasa genetik akan mengalami penurunan kualitas genetik pada setiap keturunan berikutnya atau biasa disebut efek gen kuda trojan.
Yuk, ikuti juga: Kompetisi LensaMina, Membuka Cakrawala Akuakultur Indonesia
Kemudian seringkali pelaku pembenih melakukan Inter Breeding pada hasil keturunan Induk GMF, hal tersebut semakin memperburuk kualitas benih yang akan digunakan dalam kegiatan budidaya. Disamping banyaknya manfaat yang bisa dirasakan dari GMF, ada pertimbangan ekologis yang tidak bisa kita tolak, dimana kekhawatiran dalam pelepasliaran GMF ke alam liar akan menyebabkan polusi genetik pada ekosistem alami secara berangsur ancaman kepunahan pada spesies tersebut akan menjadi masalah serius di kemudian hari.
GMF merupakan upaya manusia dalam memenuhi kebutuhan pangan, dimana dalam pengembangannya memerlukan data empiris untuk terus melakukan evaluasi, pemikiran konservatif terkait dampak ekologis juga harus menjadi pertimbangan karna aspek keberlanjutan merupakan point penting dalam setiap pemanfaatan sumberdaya. Pemerintah sebagai regulator serta pembudidaya sebagai aplikator diharapkan dapat bersinergi secara bijak dalam perwujudan pengembangan akuakultur masa depan yang efisien dan ramah lingkungan.
Penulis: Sofi Hanief Amirulloh
Profesi: Pembudidaya
Instansi: Warung Benih