Daya Tarik Budidaya Udang Intensif

| Wed, 23 Nov 2022 - 09:09

Intensifikasi merupakan salah satu cara untuk meningkatkan produksi, yaitu dengan menambah kepadatan ikan/udang dalam wadah.  Jika kepadatan ikan/udang ditambah maka jumlah biomasa dalam kolam otomatis meningkat.


Meningkatnya biomasa akan meningkatkan kebutuhan oksigen, makanan, ruang gerak dan meningkatkan produksi limbah.  Untuk itu diperlukan suatu sistem budidaya yang terpadu dengan menggunakan beberapa produk teknologi agar ikan/udang dalam kolam dapat hidup nyaman dan tumbuh dengan cepat.


Faktor pembatas pertama adalah oksigen, sehingga intensifikasi budidaya selalu membutuhkan aerasi untuk menjaga kadar oksigen tetap optimal.  Seperti telah dijelaskan sebelumnya bahwa pembudidaya perlu memilih mesin aerasi dengan cermat.


Faktor yang perlu dipertimbangkan diantaranya adalah (1) Kemampuan mesin menghasilkan oksigen, (2) Daya listrik yang dibutuhkan per jam (3) Durabilitas mesin atau ketahanan masa pakai mesin (4) Biaya dan tingkat kesulitan perawatan mesin dan (5) Harga mesin dan sarana penunjangnya.


Baca juga: Mengintip Tambak Udang Intensif di Sukamara - Kalteng


Selanjutnya adalah pemilihan jenis pakan, diperlukan pakan dengan tingkat kecernaan yang tinggi agar limbah yang dihasilkan tidak banyak.  Pakan juga harus mengandung atraktan yang menarik bagi ikan/udang agar cepat dimakan sehingga tidak merusak air kolam.


Pakan juga harus mengandung nutrisi yang tinggi untuk memenuhi kebutuhan ikan/udang yang dipelihara dengan kepadatan tinggi. Intensifikasi membutuhkan pakan yang lebih banyak sebab ikan/udang yang dipelihara lebih banyak.  Dalam hal ini teknik pemberikan pakan harus diperhatikan agar pemberian pakan jadi efektif dan tidak banyak yang terbuang.


Selain jumlah pakan maka frekuensi pemberian pakan juga kadang perlu ditingkatkan.  Pada saat jumlah dan frekuensi pemberian pakan sudah meningkat signifikan maka perlu dipertimbangkan penggunaan automatic feeder.


Mesin ini akan lebih efektif dibanding pemberian secara manual dengan menggunakan tenaga manusia, terutama jika jumlah pakan yang diberikan cukup banyak dan frekuensi pemberian pakan lebih dari 3 kali sehari.


Intensifikasi juga mengakibatkan bertambahnya limbah yang dihasilkan dari kegiatan budidaya. Limbah tersebut harus secepatnya dibuang dari lingkungan hidup ikan/udang, cara yang paling mudah adalah dengan membuang air dan menggantinya dengan air baru yang “segar”.


Tetapi cara ini menimbulkan guncangan kualitas air, perubahan kualitas air yang terjadi secara mendadak berakibat tidak baik bagi hewan yang kita pelihara.  Cara lain adalah dengan sistem ‘flow through’, yaitu air dibuang dan diisi lagi secara bersamaan.Cara ini biasanya diterapkan selama 4 – 6 jam perhari atau setara dengan penggantian volume air sebanyak 25-30 %.


Sistem ini juga semakin sulit diterapkan sebab untuk mendapatkan air yang ‘segar’ semakin sulit.  Kualitas air yang tersedia di alam atau di sekitar lokasi budidaya semakin kurang menunjang untuk mengganti air dalam kolam.


Salah satu sistem budidaya intensif yang sedang populer saat ini adalah penggunaan probiotik untuk mengendalikan kualitas air kolam agar tetap stabil tanpa perlu banyak melakukan penggantian air.


Penambahan probiotik dalam air bertujuan untuk merombak sisa-sisa metabolisme hewan dan sisa pakan menjadi senyawa yang tidak berbahaya bagi ikan /udang.  Bakteri probiotik umumnya merombak senyawa protein dan karbohidrat menjadi senyawa sederhana yang selanjutnya dapat dipecah lagi menjadi nitrat dan karbon.


Artikel terkait: Intensification of Penaeid Shrimp Culture: An Applied Review of Advances in Production Systems, Nutrition and Breeding


Secara teoritik aplikasi probiotik sangat sederhana, biasanya produsen probiotik menyarankan penggunaannya pada awal budidaya dan selama periode pemeliharaan dengan selang waktu 2 – 3 hari.


Tetapi pada prakteknya aplikasi probiotik harus mempehatikan keseimbangan antara unsur nitrogen dengan karbon sebagai bahan makanan dari bakteri probiotik.  Dan hal ini tidak mudah dilakukan.


Selanjutnya, pengurain bahan organik tersebut akan menghasilkan ammonia yang kemudian diubah menjadi nitrit dan nitrat.  Senyawa amonia dan nitrit bersifat toksik bagi hewan air sehingga harus secepatnya diubah jadi nitrat.


Jika amonia dan nitrit sempat terakumulasi dalam air maka kesehatan ikan/udang akan terganggu.  Seringkali sistem budidaya dengan probiotik mengalami kegagalan karena kadar amonia atau nitrit terakumulasi dalam air.  Stress yang dialami ikan atas kondisi ini dapat berlangsung beberapa hari, bahkan sering mengakibatkan kematian.


Penerapan teknologi probiotik juga membutuhkan sistem aerasi yang baik.  Aerasi dibutuhkan untuk menjamin ketersediaan oksigen bagi ikan dan bakteri probiotik.  Disamping itu aerasi dibutuhkan agar bakteri probiotik tidak mengendap dan tetap berada dalam kolom air sehingga dapat berfungsi secara optimal.


Aerasi menjadi faktor kritikal dalam sistem probiotik, jika aerasi terhenti maka supply oksigen akan menurun, menimbulkan stress bagi ikan dan mengganggu proses penguraian bahan organik.  Akibatnya keseimbangan proses kimiawi yang berjalan dalam kolam akan terganggu.


Pada saat aerasi sudah berjalan kembali dan supply oksigen sudah mencukupi, kualitas air kolam sudah berubah, akan membutuhkan usaha ekstra dan waktu yang cukup lama untuk mengembalikan kondisi kualitas air  dalam keadaan semula.


Kita perlu menyadari bahwa teknologi akuakultur yang tersedia di masyarakat dapat memberi manfaat bagi kita tetapi juga dapat merugikan jika tidak diterapkan dengan benar.  Oleh karena itu kita harus hati-hati dan bijak dalam memilih teknologi yang akan kita gunakan.


Keberhasilan di suatu tempat tidak selalu dapat memberi hasil yang sama di tempat lain.  Kunci sukses budidaya adalah jangan malu untuk bertanya dan jangan letih untuk belajar.

--


Artikel ini pertama kali dipublikasikan oleh Info Akuakultur. Ketepatan informasi dan efektivitas metode budidaya yang terdapat di dalamnya di luar tanggung jawab Minapoli.

Artikel lainnya