Sarasehan Petambak Nusantara 2024: Pulihkan Budidaya Udang melalui Pendekatan Genetik dan Pencegahan Penyakit
| Fri, 05 Apr 2024 - 10:52
Minapoli didukung oleh Shrimp Club Indonesia (SCI) telah menyelenggarakan Sarasehan Petambak Nusantara 2024 pada tanggal 30 Maret 2024 di Victory Ballroom Ciputra World Surabaya. Acara tersebut menghadirkan 4 pembicara terdiri dari ahli genetik dan penyakit udang. Acara sarasehan ini mendapatkan antusiasme luar biasa dari sekitar 200 peserta yang didominasi oleh pemilik tambak dari berbagai daerah di Indonesia.
Narasumber bersama Peserta Sarasehan Petambak Nusantara 2024
Sarasehan Petambak Nusantara 2024 mengangkat pembahasan yang menarik terkait solusi untuk kembali bangkit dalam menghadapi goncangan budidaya udang Indonesia. Serangan penyakit yang menyebabkan rendahnya produksi udang, dibicarakan solusinya dalam sarasehan ini.
Rully Setya Purnama – CEO Minapoli & Ketua Pelaksana Sarasehan Petambak Nusantara 2024
Rully Setya Purnama selaku Ketua Penyelenggara Sarasehan Petambak Nusantara 2024 menuturkan Rully Setya Purnama selaku Ketua Penyelenggara Sarasehan Petambak Nusantara 2024 menuturkan “Kami tidak menyangka, walau di tengah bulan puasa, antusiasme peserta terhadap acara hari ini tetap tinggi. Terbukti dengan peserta yang terdaftar sekitar 220 orang dan 70%nya adalah petambak, yang mayoritas adalah pemilik tambak udang. Acara ini merupakan salah satu bentuk komitmen Minapoli untuk terus mendukung perkembangan industri akuakultur Indonesia, sesuai dengan tagline kami yaitu Empowering Aquaculture.”
Bambang Nardianto – Prima Larvae
Bambang Nardianto dari perwakilan Prima Larvae, menambahkan bahwa tantangan penyakit saat ini semakin berkembang, sedangkan daya dukung lingkungan kian menurun. Namun, petambak perlu tetap optimis karena peluang untuk terus berkembang masih terbuka lebar, yaitu dengan dukungan masing-masing rantai bisnis salah satunya adalah benur yang berkualitas. “Kekuatan di setiap stakeholder menjadi kunci untuk kebangkitan bisnis ini, sehingga Prima Larvae juga berkomitmen untuk memberikan kualitas benur terbaik.” tuturnya dalam sambutannya.
Joao Rocha – Geneticist PrimaGen, Indonesia
Sesi pertama dibuka oleh Dr. Joao Rocha sebagai Geneticist PrimaGen Indonesia, ia menjelaskan mengenai kunci utama kesuksesan model budidaya di Ekuador adalah karena menggunakan padat tebar yang rendah sehingga udang tidak mudah terserang penyakit. Selain itu Ekuador juga menggunakan konsep APE (All Pathogen Exposed) sehingga udang mempunyai toleransi lebih baik terhadap lingkungan dan penyakit.
Sementara itu, di Indonesia dan Asia cenderung menggunakan padat tebar tinggi dan konsep SPF (Specific Pathogen Free), yang membuat udang lebih rentan terhadap perubahan lingkungan dan penyakit. Penetapan biosekuriti yang kurang baik, dan munculnya penyakit seperti AHPND dan EHP membuat produksi udang di Indonesia kian menurun karena serangan penyakit.
“Jika petambak di Indonesia tidak ingin mengubah padat tebarnya yang tinggi dan genetika klasik tidak menyelesaikan masalah, mari kita gunakan pendekatan lain yang disebut Epigenetika. Metode yang mulai dikembangkan hampir 2 tahun ini.” tambahnya. Epigenetika yang dimaksud yaitu efek dari lingkungan yang dapat mempengaruhi ekspresi dari genetik udang.
Berdasarkan data dari beberapa percobaan perbandingan antara genetika klasik dan Epigenetika yang ditampilkan, terlihat konsep Epigenetika mempunyai ketahanan yang lebih baik secara konsisten, walaupun ada sedikit koreksi di pertumbuhan. Harapannya, ke depan robustness akan terus dapat ditingkatkan dan tetap dapat mempertahankan pertumbuhan yang baik.
Jaime Baquerizo – Direktur Produksi Prima Larvae Indonesia
Jaime Baquerizo sebagai Direktur Produksi Prima Larvae Indonesia turut menambahkan untuk mendapatkan produksi benur yang berkelanjutan, Prima Larvae menerapkan 4 prinsip utama yaitu infrastruktur, biosekuriti, manajemen nutrisi dan genetik. Melengkapi presentasi Dr. Joao sebelumnya, Jaime menyatakan “Awalnya, line genetik dari Prima Larvae berfokus untuk mendukung pertumbuhan udang. Namun berdasarkan kondisi budidaya di Indonesia saat ini, dimana penyakit terus berkembang, kini kami juga berfokus untuk meningkatkan persentase robustness dalam genetik benur kami.”
Tak hanya itu, Jaime juga mengingatkan para petambak bahwa genetik bukanlah satu-satunya penentu kesuksesan budidaya udang. Oleh karena itu hal-hal lain yang juga tak kalah penting untuk diperhatikan adalah padat tebar yang sesuai dengan daya dukung lingkungan, penggunaan benur SPF (Specific Pathogen Free) yang berkualitas dan bersertifikat, penerapan SOP dan manajemen tambak yang baik.
Dr. Chalor Limsuwan – Ahli Budidaya & Penyakit Udang Kasetsart University Thailand
Selain melalui pencegahan penyakit dari sisi genetik benur, Dr. Chalor Limsuwan sebagai ahli budidaya dan penyakit udang dari Kasetsart University, Thailand juga mengungkapkan startegi pencegahan untuk minimalisasi penyakit di tambak melalui pendekatan yang ilmiah dan praktikal.
Pencegahan dilakukan mulai dari pemilihan benur yang berkualitas, penerapan program nursery, penerapan biosekuriti yang ketat dan benar, serta persiapan kolam dan air yang akan digunakan ketika budidaya untuk menghadapi penyakit seperti EMS/AHPND, WSSV, dan EHP. Dr. Chalor juga menjelaskan manajemen pakan dan water treatment untuk mencegah meluasnya penyebaran penyakit, serta mencegah lebih banyak kematian yang terjadi akibat serangan penyakit.
Dr. Loc Tran – Founder & Direktur ShrimpVet Laboratory, Vietnam
Dr. Loc Tran sebagai Founder dan Direktur dari ShrimpVet Laboratory, Vietnam memberikan perspektif dari perkembangan penyakit udang saat ini. Ia menyatakan bahwa Vibrio parahaemoliticus bukan merupakan masalah utama yang harus ditakuti, karena keberadaannya sudah umum di berbagai tempat, atau disebut ubiquitos. Sehingga petambak cenderung akan lebih sulit untuk menghindari keberadaannya.
Secara lebih spesifik, ia menjelaskan jenis Vibiro pembawa plasmid yang dapat memproduksi toxin PirA dan PirB lah yang perlu dihindari, karena dapat mengakibatkan AHPND pada udang. Upaya untuk memastikannya adalah dengan menggunakan PCR, karena informasi ini tidak muncul jika hanya menggunakan chrome agar.
Dr. Loc Tran juga menjelaskan penyakit baru yang saat ini sedang berkembang di China dan Vietnam adalah penyakit TPD (Translucent Postlarvae Disease) yang lebih mematikan dari AHPND. Langkah preventif untuk menghindari penyakit ini adaah dengan tidak menggunakan cacing hidup sebagai pakan untuk induk udang, karena dapat menjadi media penyeberan penyakitnya.
Bertemunya para petambak udang dengan pakar yang berpengalaman dalam sarasehan ini diharapkan dapat membantu meningkatkan optmisme para petambak. Selain itu juga mendorong untuk lebih berfokus pada solusi dalam menyelesaikan masalah yang terjadi di Indonesia, dengan mengadaptasi solusi negara lain yang dapat diaplikasikan oleh petambak.
Haris Muhtadi - Ketua Umum Shrimp Club Indonesia
Senada dengan pernyataan Haris Muhtadi selaku Ketua Umum Shrimp Club Indonesia (SCI) terkait acara ini, “Sarasehan ini penting dan mampu memberi wawasan baru kepada petambak udang Indonesia. Industri udang Indonesia bisa belajar pada sisi baik dan sisi gelap dari industri udang Ekuador. Kita tidak bisa serta merta meniru Ekuador hanya karna mereka bisa meningkatkan produksi diatas 1 juta ton/tahun. Karna banyak hal berbeda antara Indonesia dan Ekuador.” tutupnya.
Gunakan layanan Event Akuakultur dari Minapoli secara mudah dengan menghubungi marketing@minapoli.com. Konsultasikan juga strategi marketing perusahaan Anda dengan Minapoli disini!