Pemijahan Udang Windu Tanpa Ablasi

| Mon, 18 Jul 2022 - 09:49

Pemijahan induk udang windu (Penaeus monodon) di Indonesia selama ini memakai teknik konvensional dan umum digunakan yaitu ablasi(pemotongan mata). Teknik ini dilakukan untuk menghilangkan hormon yang menghambat kematangan gonad yang terdapat pada tangkai mata udang betina.


Menurut Asda Laining, peneliti dari Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Air Payau (BPPBAP) MarosSulawesi Selatan, dengan menghilangkan tangkai mata udang sangat efektif untuk proses kematangan gonad yang makin cepat. “Teknik ini masih dipakai karena belum ada aplikasilainyang bisa diadopsi unit perbenihan udang untuk memacu pematangan gonad,” jelasnya kepada TrobosAqua.


Sayangnya,ungkap Asda,teknik ini menyebabkan kerusakan permanen pada mata udang, menurunkan sintetis neurohormon secara signifikan, mengganggu sistem endokrin, serta proses fisiologis dalam tubuh udang. “Teknik inipun kurang memenuhi kaidah kesejahteraan hewan,” sesalnya.


Baca juga: Biosekuriti Instalasi Pembenihan Udang Windu


Kombinasi Hormon

Berangkat dari keadaanitu, Asda bersama timpeneliti yang terdidi dari Samuel Lante dan Usman mencoba mencari teknologi alternatif pengganti ablasi untuk pematangan gonad udang windu dengan menggunakan manipulasi hormon. “Penelitian ini menarik karena untuk kajian pemijahan udang windu dengan menggunakan hormon belum banyakdilakukandibanding dengan pemijahan ikan air tawar yang sudah banyak dilakukan secara buatan,” tuturnya.


Asda menjelaskan, hormon yang digunakan adalah gonadotropin (GTH) yang dikombinasikan dengan antidopamin (AD).Kombinasi hormon ini sudah ada dipasaran dan tinggal menggunakannya. Penggunaan hormon inipun tidak ada efek sampingnya karena waktu paruhnya pendek.


Untuk induk yang dipilih dalam penelitian yang dilakukan tahun lalu ini adalah induk alam dengan berat betina di atas 90 g dan jantan 98 g. Syarat lain, calon induk betina dapat memijahkan telur dan jantan dapat membuahi telur betina alam.


Dalam penelitian ini dilakukan perbaikan nutrisi pada calon induk karena sangat berpengaruh langsung pada proses reproduksi. Kandungan nutrisi yang diperlukan dalam proses reproduksi yaitu energi; lemak (asam lemak (EPA, DHA & ARA) dan kolesterol, fosfolipid; protein EAA; Vitamin A, D, C, dan E; Carotenoids astaxanthin; dan mineral Ca, P, dan Mn. “Nutrisi yang cukup akan berpengaruh pada vitellogenesis pada induk betina dan kualitas sperma pada induk jantan,” ujar Kepala Kelompok Peneliti Nutrisi dan Teknologi Pakan BPPBAP Maros ini.


Tidak hanya itu, faktor lingkungan seperti kualitas air, intensitas cahaya, padat tebar, serta rasio jantan dan betina juga sangat berpengaruh dalam proses reproduksi. “Tidak ketinggalan, faktor internal atau genetik dari induk sangat penting,” tegasnya.


Baca juga: Panduan Lengkap Cara Sukses Pembenihan Udang Windu Bagi Pemula dengan Mudah


Tingkat Keberhasilan

Dalam percobaan, ungkap Asda, injeksi hormon GTH dan AD pada induk betina windu alam tanpa ablasi dilakukan satu kali seminggu sebanyak 4 kali dengan dosis 0,3 mL/100 g udang. Induk udang yang diinjeksi sebanyak 17 ekor dan sebagai kontrol sebanyak 10 ekor induk udang diablasi. Udang pun diberi pakan 4 kali sehari dengan kombinasi 40 % pakan segar dan 60 % pakan pelet.


Hasil penelitian menunjukkan, dari 17 ekor induk udang yang diinjeksi dengan kombinasi hormon GTH dan AD sebanyak 14 ekor atau 82 % memijah. Sementara dari 10 ekor induk udang yang diablasi sebagai kontrol hanya memijah sebanyak 6 ekor atau 60 %.


Fekunditas(jumlah telur)yang dihasilkan dari induk yang dipijahkan menggunakan injeksi GTH dan AD sebanyak 219 ribu butir per ekorinduk. Sedangkan fekunditas yang dihasilkan dengan menggunakan teknik ablasi lebih sedikit yaitu sebanyak 182 ribu butir per ekor induk. “Tingkat fertilisasi telur menggunakan injeksi GTH dan AD sebanyak 76 %,lebih tinggi dibanding teknik ablasi yang hanya 54 %,” jelasnya.


Namun untuk tingkat penetasan telur dengan injeksi GTH dan AD sebanyak 38,7 % atau lebih rendah dibandingkan dengan teknik ablasi yang mencapai 52,2 %. “Ini belum diketahui apa penyebabnya. Logikanya, kalau banyak telur yang fertil maka banyak yang menetas tapi kenyataannya tidak seperti itu. Dengan kondisi ini bisa saja dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui penyebabnya misalnya dengan melakukan analisa hormon,” terang Asda.


 

Artikel ini pertama kali dipublikasikan oleh TROBOS Aqua. Ketepatan informasi dan efektivitas metode budidaya yang terdapat di dalamnya di luar tanggung jawab Minapoli.



 

Artikel lainnya