Nursery Pond, Seberapa Perlu?
| Mon, 02 Aug 2021 - 11:31
Pemeliharaan dalam nursery ini dilakukan agar benur lebih siap hidup pada petakan tambak pembesaran (grow out ponds), dan melakukan pencegahan/pendendalian penyakit seperti Acute Hepatopancreatic Necrosis Disease (AHPND).
Nursery pond (NP), merupakan terminal awal bagi kehidupan benur/PL (post larvae) selepas dari hatchery sebelum dibesarkan di petakan tambak pembesaran (grow out pond, GP). Grobest Group Technical Director - Olivier Decamp menyatakan tambak budidaya biasa akan menyulitkan untuk mengontrol kondisi benur/PL dan memberikan perlakuan air yang sesuai dengan kebutuhan PL pasca ditebarkan.
Dia pun membeberkan fakta bahwa kematian masal dapat terjadi hingga 100 % pada 10 hari awal penebaran, dan kejadian serupa banyak terjadi hingga 30 - 35 hari DOC (days of culture, hari pemeliharaan). “Tanda-tanda pertama AHPND sering ditemukan pada benih PL sampai dengan umur 1 bulan jika kondisi benihnya buruk,” ujarnya.
Baca juga: Tekan Biaya Produksi dengan 10 Langkah Tambak Sistem Nursery (Part 1)
Olivier pun menjelaskan, nursery pond (NP) ini juga masuk dalam risalah yang dikeluarkan oleh FAO mengenai strategi pencegahan dan penanganan AHPND. Kolam nursery dapat berwujud kolam, petakan, maupun tanki. PL dipelihara selama beberapa hari sampai dengan 45 hari. Sehingga petambak hanya akan memelihara udang di tambak pembesaran selama maksimal 60 hari sebelum kondisi air dan dasar kolam memburuk. Atau jika akan memelihara lebh lama mereka melakukan panen parsial.
Kolam NP merupakan fasilitas dengan biosekuriti tinggi untuk menumbuhkan PL dengan kepadatan tinggi dari PL 10-12, selama 1 - 4 pekan setelah keluar dari hatchery. Petakan yang jauh lebih kecil daripada tambak grow out lebih memungkinkan untuk meminimalkan risiko masuknya patogen, lebih mudah mengontrol pemberian pakan dan pengendalian akumulasi bahan organik yang menjadi pemicu pertumbuhan vibrio.
Sehingga produktivitas dan kualitas keseluruhan udang dapat ditingkatkan, seperti variabel keseragaman ukuran. Terpenting, kolam NP akan menekan risiko paparan udang tahap awal sehingga mengurangi rumitnya kontrol pada pemeliharaan tahap pembesaran.
Dia memaparkan parameter kulitas di nursery dan di kolam jelas ada perbedaan. Maka harus dipersiapkan aklimatisasi pada PL sebelum dimasukkan ke dalam grow out pond (GP). Maka perlu nursery setup yang berfungsi seakan sebagai kolam transfer bersistem indoor atau outdoor dengan shading.
Baca juga: Lebih Siap Tebar dengan Nursery
“Namun kita tidak menyarankan petambak berinvestasi besar untuk membuat kolam dengan nursery sistem di farm area. Yang penting implementasikan desain yang memudahkan pengeluaran bahan organik secara efektif, dan dilaksanakan protokol aerasi,” Olivier berpesan pada seminar online Trends of Shrimp Nursery Technology in South East Asia (10/6).
Dia memberikan gambaran, pada beberapa petambak yang menghasilkan performans tinggi, memelihara benur dalam nursery selama setidaknya 20 hari. “Tipikal problem dalam nursery adalah akumulasi sisa pakan, dan bahan organik sprt amonia. Maka pemberian palatable food dengan good digestibility bagi benur adalah sangat penting. Feed stability, palatability, dan digestibility itu parameter pakan yang baik untuk benur dalam nursery. Bisa berbahan baku marine protein atau plant protein,” dia menerangkan pada acara yang digelar oleh Forum Udang Indonesia (FUI) itu.
Manajemen Nursery Pond
Direktur PT CJ Feed and Care Indonesia - Haris Muhtadi menyatakan nursery pond sebenarnya bukan hal baru pada perudangan nasional. Tambak udang monodon pada masa keemasannya dulu sudah menerapkan nursery pond, walaupun tujuannya bukan untuk mencegah penyakit namun untuk memendekkan periode budidaya.
“Nursery pond diaplikasikan karena adanya asumsi hipotetik, dianggap bisa memecahkan masalah penyakit salahsatunya AHPND. Artinya mencegah penyakit yang menyerang umur awal, agar udang PL yang sudah lolos dari kolam nursery dan pindah ke kolam grow out atau tambak pembesaran , sudah lolos dari ancaman AHPND itu,” tutur dia.
Sumber: TROBOS Aqua