Mikroalga, Pakan Alami Budidaya Perikanan

| Thu, 09 Sep 2021 - 13:49

Penggunaan mikroalga dalam perikanan budi daya menjadi tahapan yang sangat penting dan berharga. Organisme sangat kecil tersebut menjadi sumber pakan yang biasanya digunakan untuk pakan larva ikan, udang, zooplankton, dan juga ikan herbivora.


Sebagai pakan alami, mikroalga menjadi bagian tak terpisahkan dari upaya yang sedang dilakukan subsektor perikanan budidaya sekarang. Sejak 2019, Pemerintah Indonesia menetapkan perikanan budidaya sebagai salah satu sumber utama produksi pada sektor perikanan.


Mengingat pentingnya keberadaan mikroalga, upaya untuk mendorong percepatan produksi terus dilakukan oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) dalam beberapa waktu terakhir ini. Termasuk, dengan memanfaatkan teknologi fotobioreaktor.


Direktur Jenderal Perikanan Budi daya KKP Slamet Soebjakto menjelaskan, penggunaan mikroalga saat ini menjadi metode yang sangat populer di kalangan pelaku usaha budidaya perikanan. Metode tersebut, bisa mempercepat proses produksi pada komoditas yang sedang dibudidayakan. “Sangat mengapresiasi pengembangan teknologi fotobioreaktor untuk kultur mikroalga ini,” ungkap dia belum lama ini di Jakarta.


Baca juga: 15 Jenis Pakan Ikan Bandeng Alami, Utama, Organik dan Alternatif


Teknologi fotobioreaktor sendiri adalah reaktor tembus pandang yang dilengkapi dengan instalasi suplai media dan emisi gas yang dapat digunakan untuk mengatur mikroalga. Bioreaktor memungkinkan cahaya bisa masuk, sehingga organisme mikroskopis berklorofil bisa melakukan fotosintesis. “Mikroalga dapat memanfaatkan sumber cahaya tersebut untuk melakukan fotosintesis,” jelas dia.


Dalam praktiknya, pemanfaatan teknologi fotobioreaktor pada kultur mikroalga dilakukan dengan memanfaatkan wadah transparan berbahan akrilik, dengan tujuan agar rasio luas permukaan dan volume yang menerima cahaya bisa lebih tinggi lagi.


Menurut Slamet, keberadaan mikroalga sebagai pakan alami harus terus dijaga tetap stabil, karena kebutuhan pakan dari level pembenihan hingga pembesaran akan terus meningkat jika produksi perikanan budidaya juga mengalami peningkatan.


“Pakan alami seperti halnya mikroalga ini sangat esensial dan diperlukan untuk menghasilkan benih ikan ataupun udang yang berkualitas. Mikroalga menjadi sumber penyedia nutrisi, seperti protein, karbohidrat, lemak, vitamin dan mineral serta zat nutrisi lainnya,” tutur dia.


Baca juga: Manfaat Spirulina untuk Pakan Udang


Untuk proses pengembangan mikroalga dengan memanfaatkan teknologi fotobioreaktor, itu dilakukan oleh Balai Perikanan Budidaya Air Payau (BPBAP) Ujung Batee, Aceh. Teknologi tersebut memungkinkan mikroalga bisa didorong produksi lebih banyak, karena kulturnya bisa dikendalikan dengan optimal.


 Teknologi Mikroalga

Berkat teknologi fotobioreaktor, produksi mikroalga yang dilakukan BPBAP Ujung Batee bisa mencapai jumlah yang diinginkan dan bahkan lebih. Dalam sehari, produksi mikroalga jenis Skeletonema bisa mencapai 3 juta sel, dan jenis Nannochloropsis mencapai 100 juta sel per hari.


“Seperti yang kita ketahui, kebutuhan benih berkualitas yang meningkat seiring dengan peningkatan produksi, berdampak langsung kepada kebutuhan akan pakan alami. Saya harap teknologi seperti ini akan terus berkembang, sehingga mampu mengatasi masalah impor pakan alami di Indonesia,” tegas dia.


Terpisah, Kepala BPBAP Ujung Batee M Tahang mengatakan bahwa pengembangan teknologi fotobioreaktor untuk kultur mikroalga sejauh ini baru dilakukan pada dua jenis saja, yaitu Skeletonema dan Nannochloropsis. Pengembangan jenis Skeletonema dilakukan, karena mikroalga jenis tersebut dibutuhkan untuk menjadi pakan alami budidaya udang windu dan vaname. Sementara, jenis Nannochloropsis dikembangkan karena itu bisa menjadi pakan alami untuk budidaya kakap putih.


Baca juga: Penambahan Probitotik dan Paraprobiotik dalam Pakan Dapat Meningkatkan Imun dan Pertumbuhan Ikan


Sejauh ini, pengembangan kedua jenis tersebut diklaim M Tahang sudah bisa membantu peningkatan produktivitas benih yang dihasilkan. Dengan fakta tersebut, tidak heran jika kemudian ada banyak pembudidaya yang menyatakan minatnya untuk bisa memanfaatkan teknologi tersebut pada mikroalga.


Diketahui, Skeletonema dicirikan sebagai mikroalga berbentuk silinder dengan warna coklat keemasan, dan Nannochloropsis umumnya berbentuk bulat dan berwarna hijau. Selain keduanya, ada beberapa jenis mikroalga lain yang umum digunakan dalam kegiatan budidaya perikanan. “Di antaranya adalah Dunaliella, Chlorella, Chaetoceros, Spirulina dan Thalassiosira,” pungkas dia.


Kepala Balai Bioindustri Laut Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (BBIL LIPI) Rati Pangestuti beberapa waktu lalu menjelaskan tentang jenis mikroalga yang memiliki aneka manfaat. Menurut dia, di dunia saat ini terdapat enam jenis yang bisa dikembangkan dan dimanfaatkan. Untuk kegiatan budidaya perikanan.


Pemanfaatan tersebut, dilakukan melalui kegiatan penelitian yang dilakukan oleh BBIL dan Pusat Penelitian Limnologi LIPI. Selain mikroalga, penelitian juga mencakup makroalga yang ada di di laut strain asli Indonesia (MALSAI).


Baca juga: Seribu Satu Ragam dan Manfaat Feed Additive


Bagi LIPI, kegiatan penelitian tersebut menjadi diseminasi hasil riset yang dilakukan melalui pendekatan tiga pilar, yaitu science for science, science for policy, dan science for stakeholder. Ketiganya diharapkan bisa mendukung upaya penyebarluasan ilmu pengetahuan kepada semua elemen masyarakat.


Manfaat Mikroalga

Peneliti Pusat Penelitian Oseanografi (P2O) LIPI Dedy Kurnianto pada kesempatan berbeda menyatakan bahwa mikroalga adalah alga yang memiliki ukuran mikro, dan hanya bisa dilihat melalui bantuan alat bantu seperti mikroskop. Menurut dia, mikroalga memiliki klorofil ‘a’ sebagai pigmen utama untuk melakukan fotosintesis, dan bersifat uniseluler maupun multiseluler. Keberadaan mikroalga bisa ditemukan di habitat asli mereka yang ada di perairan tawar, payau, dan laut.


Namun demikian, Dedy menerangkan kalau untuk beberapa jenis mikroalga habitatnya adalah di daerah kutub dan daerah lainnya. Dari semua jenis yang ada di dunia, sekitar enam jenis yang ada saat ini sudah biasa dimanfaatkan untuk budidaya perikanan dan lainnya. Keenam jenis mikroalga tersebut tidak lain adalah Tetraselmis sp., Chlorella sp., Navicula sp, Chaetoceros sp., Nannochloropsis sp., dan Scenedesmus sp. Selain untuk budidaya, mikroalga juga bermanfaat untuk bahan obat-obatan atau penambah daya tahan tubuh, dan kosmetik.


Baca juga: Manfaat Spirulina untuk Pakan Udang


Selain itu, mikroalga juga bermanfaat untuk menghasilkan bahan organik dari karbondioksida dan air, karena sifatnya yang mampu melakukan fotosintesis; bioremediasi, terutama untuk mengurangi kadar ‘N’ dan ‘P’ dalam suatu limbah; dan bahan dasar untuk energi terbarukan. “Bahan dasar untuk bahan bakar energi terbarukan ini sedang dicari oleh peneliti di dunia,” terang dia.


Untuk melaksanakan budidaya mikroalga, diperlukan sarana dan prasarana yang memadai, misalnya ketersediaan ruangan yang menjadi kebutuhan utama. Ruangan tersebut memiliki inkubasi, karena ada pengatur suhu udara di dalamnya, dilengkapi dengan cahaya yang menjadi sumber fotosintesis.


Kemudian, juga harus ada fasilitas rak kultur, yang terdiri dari rak, lampu, dan aerasi, yaitu proses penambahan udara/oksigen ke dalam air. Proses aerasi dilakukan dengan dengan membawa air dan udara ke dalam kontak yang dekat, dengan cara menyemprotkan air ke udara atau dengan memberikan gelembung-gelembung halus udara dan membiarkannya naik melalui air.


Selain fasilitas yang disebut di atas, Dedy Kurnianto juga menyebutkan bahwa peralatan laboratorium lain juga sangat diperlukan dalam menjalankan proses pengembangan mikroalga. Peralatan tersebut di antaranya adalah mikroskop haemocytometer untuk menghitung pertumbuhan mikroalga.


Kemudian; autoclave yang berperan sangat penting ketika akan melakukan sterilisasi; oven yang berguna untuk mengeringkan bahan-bahan setelah melakukan autoclaving; dan laminar air flow yang berperan sangat penting ketika akan melakukan subkultur.


Sumber: mongabay.co.id

Artikel lainnya