KKP Bangun Embung dengan Pola Berbasis Budidaya Perikanan
| Tue, 17 Dec 2019 - 14:36
Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) melalui Direktorat
Jenderal Perikanan Budidaya telah membangun embung di Kabupaten Pangandaran,
Jawa Barat, dengan melalui pola berbasis budidaya perikanan yang memberdayakan
warga di sekitarnya.
Siaran pers Ditjen Perikanan Budidaya KKP yang diterima di Jakarta, Senin,
menyebutkan salah satu tujuan pembangunan embung seluas 4,1 hektar di Desa
Pananjung, Kecamatan Pangandaran, adalah untuk kepentingan pemberdayaan
masyarakat melalui pola Cultured Based Fisheries (CBF).
Sebagaimana diketahui, embung adalah cekungan yang digunakan untuk mengatur dan
menampung suplai aliran air hujan serta meningkatkan kualitas air di badan air
yang terkait (sungai, danau atau waduk).
Konsep CBF pada embung yang diusung dimaksudkan untuk menambah pendapatan
masyarakat sehingga akan memberikan efek berganda khususnya bagi masyarakat dan
kepentingan daerah.
Selain itu, melalui CBF ini diharapkan akan mampu menambah peluang pekerjaan
dan bisa menjadi model untuk daerah lain, utamanya sebagai jalan keluar dalam
mengantisipasi polemik permasalahan perairan umum yang berkaitan dengan
lingkungan.
Sebagaimana diketahui konsep ini merupakan kegiatan perikanan dengan
mengandalkan komoditas hasil budidaya yang ditebar dan dipanen secara periodik
di perairan umum daratan, antara lain karena konsep ini dinilai sangat efektif
sebagai model penerapan budidaya berbasis ekosistem.
Tak hanya itu, fungsi embung sebagai CBF dapat dijadikan alternatif sumber
pendapatan dan sumber protein hewani masyarakat.
Adapun keuntungan konsep ini adalah dapat diterapkan pada perairan yang tidak
luas, kemudian efisien dalam memanfaatkan produktivitas alaminya, lalu
pengelolaannya mudah dan tidak berdampak negatif terhadap fungsi utama
perairan.
Selain itu, CBF merupakan bentuk teknologi pemulihan sumber daya ikan. CBF
berlandaskan pada penebaran benih ikan dari hasil budidaya (pembenihan) yang
dilakukan secara rutin. Ikan yang ditebar akan tumbuh dengan memanfaatkan makanan
alami di perairan embung.
Adapun tahapan CBF, antara lain pertama mengidentifikasi potensi kesesuaian
badan air untuk menentukan jenis ikan yang dapat hidup, meliputi luasan, volume
air serta kualitas air, jenis dan sumber daya pakan alami, komposisi jenis ikan
asli dan estimasi potensi produksi ikan.
Kedua, mengidentifikasi biaya yang diperlukan untuk kegiatan penebaran benih
dan peluang keberhasilannya. Lalu, ketiga yaitu mengidentifikasi kelembagaan
masyarakat di sekitar embung, seperti ketersediaan kelompok pembudidaya ikan,
kelompok pengawas serta kelompok usaha perikanan lainnya.
Selanjutnya, keempat merencanakan pengembangan pengelolaan perikanan bersama
atau dikenal dengan co-management dalam hal ini pemerintah setempat berperan
sebagai fasilitator dan regulator, sedangkan kelompok perikanan sebagai pelaksana
pengelolaan.
Tahapan terakhir yaitu monitoring dilakukan pada perencanaan, selama dan
setelah penerapan CBF dan dari hasil monitoring dilakukan evaluasi untuk
mengkaji keberhasilan dan kegagalan penerapan teknologinya.
Sebelumnya, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) telah menyiapkan unit
pembenihan rakyat di berbagai daerah guna mengembangkan potensi dan
meningkatkan kinerja budi daya perikanan Indonesia.
Saat ini, berdasarkan data KKP, produksi perikanan didominasi hasil kegiatan
budidaya dan tangkap. Negara-negara Asia masih menguasai 88 persen produksi
dunia.
Budidaya mampu menyediakan setengah dari kebutuhan ikan konsumsi dunia, dan
dengan kebutuhan ikan dunia sebesar 3,1 juta ton, Indonesia berada pada
peringkat ke-4 produsen perikanan budidaya dunia.
Sumber : Antara News