Genjot Nilai Ekspor, KKP Bidik Kenaikan Produksi Ikan Hias
| Tue, 28 Jan 2020 - 09:21
Nilai ekspor ikan hias Indonesia berpeluang untuk terus digenjot. Oleh karena itu, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menargetkan produksi ikan hias pada tahun ini sebanyak 1,8 miliar ekor.
Direktur Jenderal Perikanan Budidaya Kementerian Kelautan dan Perikanan Slamet Soebjakto menuturkan saat ini share ekonomi ikan hias terhadap nilai ekspor produk perikanan mencapai 0,66%.
"Saya kira kita akan mampu genjot produksi. Potensi pengembangan dan varian komoditas bernilai ekonomis tinggi yang besar. Lebih dari 650 jenis ikan hias [air tawar dan asin] ada di perairan kita," ujarnya dalam keterangan resmi, Kamis (23/1/2020).
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat kinerja perdagangan ikan hias terus mengalami peningkatan. Pada 2012, nilai ekspor ikan hias mencapai US$21,01 juta, sementara pada 2018 mencapai US$32,23 juta.
KKP bersama dengan lintas sektoral terkait tengah menyempurnakan peta jalan (roadmap) percepatan industrialisasi ikan hias nasional. Roadmap ini akan memetakan berbagai strategi konkrit yang meliputi percepatan produksi, pengaturan tata niaga, penguatan daya saing dan nilai tambah, investasi, serta perluasan dan penguatan pasar ekspor.
Slamet membeberkan selama kurun waktu 2012 hingga 2018, produksi ikan hias nasional tumbuh rata-rata sebesar 5,05% per tahun. Pada 2012, produksi mencapai 938,47 juta ekor dan naik pada 2018 menjadi 1,19 miliar ekor.
"Kalau dilihat dari capaian tahun sebelumnya, saya kira target produksi tahun ini sangat realistis," tegasnya.
Upaya mencapai target ini didukung dengan telah dikembangkannya secara masal berbagai varian jenis ikan hias seperti clownfish (ikan badut) dan banggai cardinal. Di samping itu, ikan hias saat ini telah menjadi usaha yang sangat menjanjikan di kalangan masyarakat.
"Jadi, pemerintah tinggal siapkan regulasi dan memfasilitasi akses apa yang dibutuhkan pelaku usaha, selanjutnya mereka akan berkembang dengan sendirinya," imbuhnya.
Berdasarkan hasil survei BPS 2014, pendapatan rumah tangga pembudidaya ikan hias pada 2013 mencapai Rp50,48 juta per tahun atau sekitar Rp4,2 juta per bulan dan merupakan jenis usaha yang memiliki nilai tambah ekonomi paling tinggi.
"Saya kira ini yang bisa memicu animo masyarakat untuk terjun menekuni budidaya ikan hias," sebut Slamet.
Lebih lanjut, KKP akan menyasar pada jenis-jenis ikan hias yang punya pangsa ekspor tinggi. Dia menuturkan ada lima komoditas dominan yang dibudidayakan masyarakat untuk tujuan ekspor, yakni ikan arwana, koi, cupang, gapi, dan manvis.
"Belum lagi saat ini kita sudah mulai fokus untuk menggenjot produksi jenis ikan hias air laut utamanya, clownfish," tambahnya.
KKP telah menyiapkan langkah konkrit yang fokus utamanya pada peningkatan produksi di hulu, peningkatan nilai tambah, dan daya saing impor.
Pada tataran hulu, KKP terus mendorong penerapan inovasi teknologi yang fokus pada peningkatan efisiensi dan produktivitas. Salah satu teknologi yang dikembangkan adalah sistem recirculating aquaculture system (RAS).
Sistem ini mampu menggenjot produktivitas hingga 100 kali lipat dibanding konvensional. Paket teknologi RAS ini dapat diadopsi secara massal oleh masyarakat, yakni dengan sistem mini RAS.
Di samping itu, penyediaan induk dan benih unggul menjadi fokus yang akan didorong dalam 5 tahun ke depan. Pengembangan varian jenis ikan hias bernilai ekonomis juga dianggap penting.
Sementara pada tataran hilir, KKP bersama sektor terkait akan fokus pada perbaikan tata kelola niaga yang lebih efisien khususnya berkaitan dengan masalah distribusi dan biaya logistik yang masih tinggi.
"Saya kira masalah logistik ini perlu segera dibenahi. Bila perlu ada insentif khusus bagi komoditas ekspor sehingga nilai tambah ekonominya tidak banyak hilang", tegas Slamet.
Slamet juga mengatakan bahwa penguatan kualitas/mutu, branding, dan promosi produk ikan hias, utamanya ikan hias asli Indonesia, perlu didorong. Menurutnya, ini penting untuk menaikan posisi tawar dan daya saing ekspor.
Sumber: Bisnis.com