• Home
  • Infomina
  • Dampak Setahun Pandemi, Pembudidaya Patin Tulungagung Banyak Beralih ke Ikan Koi

Dampak Setahun Pandemi, Pembudidaya Patin Tulungagung Banyak Beralih ke Ikan Koi

| Wed, 08 Sep 2021 - 10:18

Yoyok Mubarok memilih beralih dari pembudidaya ikan patin menjadi ikan hias jenis koi. Langkah ini diambil karena pasar ikan patin sempat tertekan selama masa pandemi virus corona. Pengurus Kelompok Tani Ikan Mina Makmur Desa Bendiljati Wetan, Kecamatan Sumbergempol, Kabupaten Tulungagung, mengubah 10 kolam dari 15 kolam miliknya menjadi tempat budidaya ikan koi.


“Selama pandemi kemarin ada ribuan ton ikan patin yang sulit diserap pasar. Akibatnya banyak merugi, dijual banting harga,” ucap Yoyok, Jumat (7/5/2021).


Desa Bendiljati Wetan adalah salah satu sentra patin terbaik di Tulungagung. Menurut Yoyok, para pembudidaya patin di desanya sudah patah semangat. Mereka pilih bertahan dengan beralih ke berbagai ikan hias, seperti koi, koki, cupang dan guppy.


“Sekarang yang tengah tren adalah koi sama cupang. Ikan hias biayanya lebih murah, hanya butuh perawatan ekstra,” sambung Yoyok. 


Baca juga: Ingin Mempercantik Warna Ikan Koi? Perhatikan Nutrisinya


Dulunya warga desa ini memang pembudidaya ikan hias. Lalu banyak beralih ke patin dan gurami karena dianggap lebih menguntungkan. Namun mereka tetap mempertahankan ikan hias untuk kebutuhan sehari-hari.


“Kalau ikan konsumsi kan jangka panjang, butuh waktu sekurangnya sembilan bulan, untungnya besar. Tapi kalau ikan hias, istilahnya bisa diuangkan sewaktu-waktu, tidak harus menunggu sembilan bulan,” ungkap Yoyok.


Akibat pilihan pembudidaya yang beralih ke ikan hias membuat produksi patin menurun. Kini harga patin mulai pulih, di kisaran Rp 17.000 per kilogram dari pembudidaya. Yoyok yakin, saat ini banyak warga yang mulai tertarik kembali ke ikan patin.


Namun keinginan mereka juga terkendala tidak adanya perusahaan yang mau menawarkan kemitraan. Jika tak ada tawaran kemitraan, warga harus menjadi pembudidaya mandiri. Artinya dia harus menanggung biaya pakan sepenuhnya, hingga panen.


Baca juga: Masa Pandemi Corona, Budidaya Ikan Hias Mulai Marak di Bangka Belitung


“Kalau kemitraan pakan ditanggung perusahaan, harga ditentukan di depan dengan perjanjian. Berapa pun naik turunnya harga saat panen, dibayar sesuai perjanjian,” papar Yoyok.


Masalahnya kini harga pakan semakin mahal. Kondisi ini menyebabkan para pembudidaya mandiri semakin kesulitan. Yoyok pun tak yakin produksi patin bisa cepat pulih, jika harga pakan tinggi dan tidak ada tawaran kemitraan.


“Ke depan pasti kembali ke patin, karena lebih menguntungkan. Tapi sepertinya tidak dalam waktu dekat,” pungkas Yoyok.


Sebelumnya produk daging patin Tulungagung banyak diminati pasar karena kualitasnya. Selain warnanya putih meski tanpa pemutih, dagingnya bebas dari aroma tanah. Produknya bahkan pernah dikirim ke tanah suci, untuk keperluan konsumsi jamaah haji.


Sumber: surya.id

Artikel lainnya