BSF untuk Budidaya, Maggot Hingga Kepompong

| Mon, 30 Mar 2020 - 10:01

Tidak hanya pada fase maggotnya, pemanfaatan BSF untuk bahan baku pakan ikan juga bisa pada fase kepompongnya.

Pengembangan maggot dari jenis lalat Black Soldier Fly (BSF) untuk alternatif bahan baku pakan sebetulnya bukan sesuatu yang baru. Tetapi penelitiannya untuk mendapatkan hasil yang optimal pada budidaya ikan masih terus berjalan. Penggunaan maggot sebagai alternatif bahan baku pakan banyak dilakukan oleh para pelaku budidaya yang cenderung menggunakan pakan mandiri. Salah satunya seperti yang dilakukan oleh penggiat maggot asal Garut – Jawa Barat, Yosep Purnama.

Yosep sudah melakukan percobaan penggunaan maggot sebagai bahan baku pakan selama beberapa tahun terakhir. Sejak 2016 ia bersama kelompoknya yang tergabung dalam Leles Lestari Foundation sudah memproduksi maggot untuk dijadikan bahan baku pakan ikan. Ia juga mempunyai kolam budidaya untuk mencoba langsung pakan mandirinya itu. 


Baca juga: KKP Apresiasi Pembuatan Pakan Ikan Mandiri Berbahan Baku Maggot


Ia memproduksi pakan berbahan baku maggot yang bervariasi, mulai dari benih hingga pembesaran, khususnya ikan nila. Untuk pakan benih, ia langsung menggunakan tepung maggot tanpa dicampur dengan bahan lainnya. Menurutnya, kandungan protein yang terdapat pada tepung tersebut berkisar 40 – 44 %. Dengan menggunakan tepung maggot, Yosep mengklaim ada percepatan waktu budidaya hingga dua minggu dibandingkan jika menggunakan pakan biasa. 

Sementara untuk pakan pembesaran nila, ia bersama kelompoknya memproduksi pakan berukuran 2 – 6 mililiter (ml). Disesuaikan dengan bobot ikan dan masa budidayanya. Menurutnya, pakan nila yang ia buat memiliki kandungan protein sebesar 32 % dengan komposisi maggot pada pakan tersebut sebanyak 30 – 35 %. “Kami ikut SNI (Standar Nasional Indonesia) saja untuk persentase proteinnya,” ujarnya. 


Baca juga: Black Soldier Fly Larval Production in a Stacked Production System


Menurut perhitungan Yosep, dengan menggunakan pakan maggot, laju pertumbuhan ikan nila bisa mencapai 1,88 - 2,36 %. Sementara kelangsungan hidupnya bisa mencapai 92 – 95 %. Menurutnya, tidak terlihat dampak negatif penggunaan maggot pada kesehatan ikan. “Kami kirim sample ikan kan ke UPT Benih dan data penggunaan pakannya. Jadi berdasar hasil lab mereka, pakannya aman. Ikannya juga sehat,” tambah Yosep. 

Ia juga mengklaim bahwa FCR (rasio konversi pakan) pakan berbahan baku maggot yang diberikan pada nila bisa mencapai 0,8. Hal ini menguntungkan bagi Yosep dan kelompoknya karena bisa menekan biaya pakan, yang merupakan komponen biaya terbesar dalam budidaya. 

Selain keuntungan selama masa budidaya, penggunaan pakan berbahan baku maggot juga memberikan keuntungan pasca panen. Yosep mengaku bisa menjual ikannya jauh lebih tinggi dibanding para pembudidaya lainnya yang ada di sekitaran Garut yang tidak menggunakan pakan maggot. “Di petani sekitaran Garut, harga nila di pembudidaya itu rata-rata Rp 15 – 16 ribu (per kg). Sekarang di saya harganya bisa Rp 24 ribu. Karena bandar tau saya menggunakan pakan green (ramah lingkungan),” ungkapnya. 


Baca juga: Maggot, Pakan Alternatif Berprotein Tinggi untuk Ikan


Penggunaan maggot sebagai bahan baku pakan juga diapresiasi oleh pemerintah dalam hal ini Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP). Menteri KP, Edhy Prabowo, dalam suatu kunjungannya ke Leles Lestari Foundation beberapa waktu lalu mengungkapkan bahwa penggunaan maggot sebagai bahan baku penting dilakukan oleh para pembudidaya. “Artinya mengurangi ketergantungan dari pakan pabrikan yang harganya semakin hari semakin mahal,” ucap Edhy. 

Pentingnya pengembangan alternatif bahan baku pakan ini juga pernah disampaikan Edhy kepada delegasi FAO (Organisasi Pangan Dunia) yang berkunjung ke kantornya awal tahun lalu. Edhy menyatakan bahwa pengembangan pakan berbahan baku maggot perlu mendapat dukungan karena selain bisa menekan biaya pakan, proses produksi maggotnya juga sangat ramah lingkungan. Yakni dengan memanfaatkan sampah-sampah organik sebagai sumber makanannya. “Maggot ini memakan sayuran, limbah rumah tangga, limbah restoran, dia bisa mengurai sampah organik,” katanya.

Selengkapnya baca di majalah TROBOS Aqua edisi 94/15 Maret – 14 April 2020


Artikel Asli: Trobos Aqua

Tentang Minapoli

Minapoli merupakan marketplace++ akuakultur no. 1 di Indonesia dan juga sebagai platform jaringan informasi dan bisnis perikanan budidaya terintegrasi, sehingga pembudidaya dapat menemukan seluruh kebutuhan budidaya disini. Platform ini hadir untuk berkontribusi dan menjadi salah satu solusi dalam perkembangan industri perikanan budidaya. Bentuk dukungan Minapoli untuk industri akuakultur adalah dengan menghadirkan tiga fitur utama yang dapat digunakan oleh seluruh pelaku budidaya yaitu PasarminaInfomina, dan Eventmina. 

Artikel lainnya