• Home
  • Infomina
  • Akuakultur Indonesia Siap Membangun Industri 4.0

Akuakultur Indonesia Siap Membangun Industri 4.0

| Thu, 29 Nov 2018 - 10:04


Akuakultur atau perikanan budidaya menjadi andalan suplai ikan dunia mengingat pertumbuhannya yang terus meningkat setiap tahun dan potensinya yang masih sangat luas untuk dikembangkan. Sementara, produksi perikanan tangkap cenderung stagnan. Laporan Bank Dunia “Fish to 2030 – Prospect for Fisheries and Aquaculture” memprediksi, konsumsi ikan dunia pada 2030 mencapai 151.771.000 ton yang terdiri atas ikan tangkapan sebesar 58.159.000 ton dan ikan budidaya sebesar 93.612.000 ton. Sementara, produksi ikan dunia pada 2030 sebanyak 186.842.000 ton yang disumbang dari perikanan tangkap 93.229.000 ton dan perikanan budidaya 93.612.000 ton.

Namun, akuakultur terus dihadapkan pada berbagai tantangan. Di antaranya di era persaingan global, khususnya Revolusi Industri ke-4. Isu utama yang diangkat dalam era ini adalah daya saing dan produktivitas. Menteri Perikanan dan Kelautan, Susi Pudjiastuti menegaskan, guna menghadapi persaingan dagang yang sangat ketat maka produk akuakultur harus berdaya saing tinggi. Sedangkan, produktivitas dan daya saing tinggi tidak lepas dari ketersediaan input teknologi, rantai sistem produksi, dan sumber daya manusia ataupun mesin yang efisien, serta mutu produk yang terjamin.

“Untuk menjawab peluang dan tantangan tersebut, pemerintah telah meluncurkan road-map implementasi industri 4.0, sebuah era industrialisasi yang berbasis pada modernisasi teknologi informasi yang terdapat penggabungan antara teknologi otomatisasi dengan teknologi internet. Mesin sudah terintegrasi dengan jaringan internet atau internet of things,” ujar Susi Pudjiastuti dalam sambutan tertulisnya  pada acara Aquatica Asia & Indoaqua 2018.

Industri 4.0 tentunya menjadi ajang baru sekaligus tantangan bagi subsektor akuakultur. Yaitu, bagaimana menciptakan sistem akuakultur yang efisien berbasis teknologi digital. “Tema ‘Transform Aquaculture Business Into Industry 4.0’ yang diangkat pada Aquatica Asia dan Indoaqua 2018 ini sangat tepat. Semoga event ini menjadi momentum sebagai titik tolak orientasi transformasi sistem akuakultur dari era konvensional ke era otomatisasi,” tandas Susi.

Aquatica Asia dan Indoaqua 2018 adalah pameran industri perikanan budidaya dan kelautan andalan Indonesia. Indoaqua merupakan kegiatan rutin tahunan yang diselenggarakan Direktorat Jenderal perikanan Budidaya (DJPB), Kementerian Kelautan dan perikanan (KKP). Penyelenggaraan Indoaqua terakhir pada 2016 bersamaan dengan kegiatan Asia Pacific Aquaculture (APA) 2016 di Surabaya, Jawa Timur.

Tahun ini, KKP menggandeng PT Permata Kreasi Media dan Trobos Communication (TComm) dalam penyelenggaraan Indoaqua dengan menambahkan nama pameran menjadi Aquatica Asia dan Indoaqua 2018. Pameran terbagi dalam 5 rangkaian kegiatan yang saling terkait yakni exhibition & conference, tehnical presentation, invesment forum, startup of digital technology, dan job fair

“Harapannya pameran ini benar-benar tidak hanya berkomitmen mendorong pengembangan komoditas unggulan perikanan nasional dengan memamerkan produk – produk perikanan saja. Tetapi juga sebagai ajang bagi para stakeholders akuakultur/pelaku industri perikanan untuk bertemu, melakukan transaksi bisnis, kerjasama bisnis, penjajakan peluang ekspor, pencapaian kesepakatan kerjasama dan menampilkan perkembangan teknologi terkini perikanan baik di dalam negeri maupun luar negeri,” ungkap Ruri sarasono, Direktur PT Permata Kreasi Media. 

Acara yang berlangsung pada 28-30 November ini dikuti oleh lebih dari 96 peserta pameran yang terdiri Dinas, Unit Pelaksana Teknis (UPT), dan instansi di lingkup KKP, perusahaan swasta, Start Up digital, dan UMKM. Pameran ini juga dilengkapi lebih dari 80 sesi seminar (seminar nasional dan seminar teknis), diharapkan  lebih dari 4.000 pengunjung dapat hadir mengikuti rangkaian acara pameran dan seminar ini.

Mewakili Menteri Kelautan dan Perikanan, Slamet Soebjakto, Dirjen Perikanan Budidaya, KKP membuka dan memberikan sambutan pada pembukaan pameran dan memberikan Keynote Speech pada beberapa seminar. Dirjen sangat mengapresiasi terselenggaranya acara yang di prakarsai oleh pelaku usaha itu yang menggambarkan antusiasme dan optimisme dalam memajukan perikanan Indonesia.

Ajang ini diharapkan menjadi media sharing informasi berkaitan perkembangan akuakultur baik pada tataran nasional maupun global. Saya berharap nantinya akan tercapai berbagai kesepakatan bisnis guna mendorong investasi bidang akuakultur di Indonesia. Indoaqua 2018 dan Aquatica Asia juga harus dijadikan titik tolak bagaimana menarik minat investasi masyarakat pemiliki modal untuk bekerjasama dengan para pelaku akuakultur dalam mempercepat pengembangan bisnis akuakultur di berbagai daerah di Indonesia. Saya ingin pastikan disini, bahwa bisnis akuakultur saat ini telah mengalami transformasi dari semula high risk (risiko tinggi) menjadi calculated risk (risikonya terukur),” paparnya.

Data Direktorat Perikanan Budidaya menunjukkan, produksi perikanan budidaya hingga triwulan III 2018 (September 2018) tercatat 13.168.430 ton. Data ini merupakan angka sangat sementara. Meski begitu, dibandingkan triwulan III tahun lalu, angka ini meningkat 4,36%. Peningkatan rata-rata produksi lele merupakan yang paling tinggi, yaitu sebesar 20,74%, diikuti ikan nila 13,13%, rumput laut 11,13%, dan ikan hias 3,35%.

Slamet menjabarkan, komoditas ekspor perikanan budidaya seperti kakap putih, udang, kerapu dan rumput laut merupakan komoditas perikanan yang paling siap bertransformasi menuju industri 4.0. “Transformasi bisnis akuakultur ke dalam bagian industri 4.0 diharapkan memberi solusi terbaik, khususnya dalam membangun sebuah sistem produksi yang lebih efisien dan terukur mulai dari aspek teknis, manajemen dan penguatan SDM, dan aspek manjemen bisnisnya,” ucapnya.

Lebih jauh Dirjen memaparkan, ada empat langkah untuk memperkuat daya saing sektor akuakultur dalam era industri 4.0. Pertama, penciptaan efesiensi dan nilai tambah melalui pembangunan mata rantai sistem produksi akuakultur berbasis teknologi informasi guna menjamin interkoneksi mata rantai bisnis dari hulu hingga hilir secara efisien. Dengan demikian, akan memicu terwujudnya distribusi nilai tambah yang berkadilan khususnya antara pembudidaya dengan pelaku pasar yang sebelumnya justru nilai tambah banyak dirasakan oleh para pelaku di sektor hilir.

Kedua, terciptanya sistem logistik yang efisien. “Ketersediaan database dan sistem informasi terkait input produksi seperti pakan dan benih menjadi penting. Melalui penerapan sistem informasi logistik di bidang akuakultur, maka akan lebih mudah bagi pelaku usaha dalam mendapatkan akses informasi secara cepat dan efisien karena adanya perbaikan tata kelola supply and demand. Sistem informasi logistik juga penting guna mewujudkan konektivitas input produksi tersebut dengan para pelaku akuakultur sebagai pengguna,” urainya.

Ketiga, efesiensi proses produksi akuakultur. Penerapan teknologi informasi berbasis digitalisasi dan internet of things harus terus diinisiasi dalam menciptakan proses produksi yang efisien, cepat dan terukur. Misalkan terkait manajemen pakan, sistem monitoring kualitas air dan lingkungan, early warning sytem dan lainnya. 

Keempat, perbaikan sistem database bidang akuakultur. “Saat ini KKP tengah melakukan perbaikan tata kelola database khususnya pelaku usaha akuakualtur. KKP telah menerbitkan kartu KUSUKA yang penerbitannya menggunakan sistem aplikasi online dan telah diintegrasikan dengan aplikasi satu data kelautan dan perikanan, aplikasi ketelusuran sistem jaminan mutu dan keamanan pangan (CPIB, CBIB, CPPIB) dan aplikasi satu kode digitalisasi pelaku industri oleh BPS yang memungkinkan untuk dapat diakses oleh sektor terkait,” pungkasnya.

Artikel lainnya